BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Theobroma
Cacao merupakan tanaman asing berpohon kecil yang tumbuh di hutan hujan
tropis di Amerika. Pengembangan tanaman kakao membutuhkan penaung yang lebat.
Tanaman kakao berasal dari rumpun tanaman yang berada di sepanjang aliran
sungai di Amazon sebelah timur pegunungan Andes.
Naungan tanaman
kakao harus lembab dengan pepohonan yang lebat. Tanaman kakao secara alami
tumbuh pada daerah yang masih alami (belum dijamah oleh manusia) Pohon kakao
dapat hidup selama 100 tahun tetapi tanaman tersebut hanya mampu berproduksi
sampai berumur 60 tahun.
Ketika tumbuh
secara alami dari benih tanaman kakao memiliki akar tunggang sedalam 2
meter. Sebagian besar tanaman kakao dikembangkan secara vegetatif sehingga
tanaman tersebut tidak berakar tunggang. Tanaman kakao tumbuh setinggi 15
meter, tetapi di dalam budidaya tanaman kakao harus dilakukan pemangkasan untuk
mempermudah pemanenan.
Daun tanaman
kakao berwarna hijau muda yang cerah, membujur kira-kira 15 cm. Daun-daun tua
tanaman kakao harus melindungi daun-daun muda dari terik matahari. Karena
daun-daun muda yang berwarna kemerahan itu rentan terhadap cahaya matahari.
Daun-daun ini menggantung secara vertikal untuk memperkecil terhadap sengatan
sinar matahari. Betapa menariknya fenomena ini, daun-daun kakao dapat bergerak
memutar 90 derajat dari vertikal ke horisontal dan kembali pada posisi semula
untuk menyesuaikan terhadap sinar matahari serta melindungi daun-daun muda.
1.2.Syarat Tumbuh Kakao
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi
pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah
hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, temperatur, dan sinar matahari
menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga faktor fisik
dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan
kemampuan akar menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di
daerah-daerah yang berada pada 100 LU sampai dengan 100
LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao secara umum berada pada
daerah-daerah antara 70 LU sampai dengan 180 LS. Hal ini
tampaknya erat kaitannya dengandistribusi curah hujan dan jumlah penyinaran
matahari sepanjang tahun.
1.2.1 Curah Hujan
Hal
terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman kakao adalah
distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa pembentukan
tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah
bercurah hujan 1.100 - 3.000 mm per tahun.
Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang
melebihi 4.500 mm per tahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk
buah (black pods).
Didaerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per
masih dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan
air yang hilang karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima
tanaman dari curah hujan, sehingga tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
Ditinjau dari tipr iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada
daerah-daerah yang tipe iklimnya Am (menurut Koppen) atau B (menurut Scmid dan
Fergusson). Di daerah-daerah yang tipe iklimnya C (menurut Scmid dan Fergusson)
kurang baik untuk penanaman kakao karena bulan keringnya yang panjang.
1.2.2. Temperatur
Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan
ketersediaan air, sinar matahari, dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat
dikelola melalui pemangkasan, penanaman tanaman pelindung, dan irigasi.
Temperatur sangat berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan, serta
kerusakan daun.
Temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 300-320C
(maksimum) dan 180-210 (minimum). Temperatur yang lebih
rendah dari 100 akan mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya
bunga, sehingga laju pertumbuhannya berkurang. Temperatur yang tinggi akan
memacu pembungaan, tetapi kemudian akan segera gugur.
1.2.3. Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis
yang di dalam pertumbuhannya mebutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan
penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan
mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek.
Kakao termasuk tanaman yang mampu berfotosintesis pada suhu
daun rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada
tajuk sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam
fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada kisaran
3-30 persen cahaya matahari penuh atau pada 15 persen cahaya matahari penuh.
Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang menjadi lebih besar bila
cahaya yang diterima lebih banyak.
1.2.4. Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada
berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik dan kimia tanah yang berperan
terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar
zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat
kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman
efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur, dan konsistensi tanah.
Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi
pertumbuhan dan pertumbuhan kakao.
·
Sifat
Kimia Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan
baik pada tanaman yang memiliki pH 6 - 7,5; tidak lebih tinggi dari 8 serta
tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada kedalaman 1 meter. Hal ini disebabkan
terbatasnya ketersediaan hara pada pH tinggi dan efek racun dari Al, Mn, dan Fe
pada pH rendah.
Disamping faktor keasaman, sifat
kimia tanah yang juga turut berperan adalah kadar zat organik. Kadar zat
organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen.
Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm sebaiknya lebih dari
3 persen. Kadar tersebut setara dengan 1,75 persen unsur karbon yang dapat
menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur.
Usaha meningkatkan kadar organik
dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman
kulit buah kakao. Sebanyak 1.990 kg per ha per tahun daun gliricida yang jatuh
memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg per ha, fosfor 1,6 kg per ha, kalium
25 kg per ha, dan magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah kakao sebagai zat organik
sebanyak 900 kg per ha memberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP,
56,6 kg MoP, dan 8 kg kieserit. Sebaiknya tanah-tanah yang hendak ditanami
kakao paling tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 Me per 100 gram
contoh tanah dan kalium sebesar 0,24 Me per 100 gram, pada kedalaman 0 - 15 cm.
·
Sifat
Fisik Tanah
Tekstur tanah yang baik untuk
tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30 - 40 % fraksi
liat, 50% pasir, dan 10 - 20 persen debu. Susunan demikian akan mempengaruhi
ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang remah dengan
agregat yang mantap menciptakan gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga
menguntungkan bagi akar. Tanah tipe latosol dengan fraksi liat yang tinggi
ternyata sangat kurang menguntungkan tanaman kakao, sedangkan tanah regosol
dengan tekstur lempung berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi
tanaman kakao.
Tanaman kakao menginginkan solum
tanah menimal 90 cm. Walaupun ketebalan solum tidak selalu mendukung
pertumbuhan, tetapi solum tanah setebal itu dapat dijadikan pedoman umum untuk
mendukung pertumbuhan kakao.
Kedalaman efektif terutama
ditentukan oleh sifat tanah, apakah mampu menciptakan kondisi yang menjadikan
akar bebas untuk berkembang. Karena itu, kedalaman efektif berkaitan dengan air
tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk
itu kedalaman air tanah disyaratkan minimal 3 meter.
·
Kriteria
tanah yang tepat bagi tanaman kakao
Areal penanaman tanaman kakao yang
baik tanahnya mengandung fosfor antara 257 - 550 ppm berbagai kedalaman (0 -
127,5 cm), dengan persentase liat dari 10,8 - 43,3 persen; kedalaman efektif
150 cm; tekstur (rata-rata 0-50 cm di atas) SC, CL, SiCL; kedalaman Gley dari
permukaan tanah 150 cm; pH-H2O (1:2,5) = 6 s/d 7; zat organik 4
persen; K.T.K rata-rata 0-50 cm di atas 24 Me/100 gram; kejenuhan basa
rata-rata 0 - 50 cm di atas 50%.
1.2.5. Pembersihan Lahan dan Pengolahan Tanah
Pembersihan dilakukan dengan membersihkan semak belukar dan
kayu-kayu kecil sehingga memudahkan penebangan pohon. Semak belukar dan
kayu-kayu kecil sedapat mungkin ditebas/dibabat rata dengan permukaan tanah,
kemudian baru kemudian dilanjutkan dengan tahap tebang/tumbang. Kriteria kayu
atau tunggul yang tinggal sangat menentukan tahap tebang/tumbang ini karena
menyangkut biaya, waktu dan keselamatan kerja. Alat yang diginakan umumnya
adalah chain saw. Untuk menebang kayu yang berdiameter kecildapat digunakan
kapak biasa. Setelah penebasan/babat dan tebang/tumbang, semak belukar,
kayu-kayu kecil dan batang dikumpulkan untuk dibakar. Pembakaran dilakukan bila
kayu dan daun telah luruh, kering, dan rapuh, serta kulit kayu yang mengering.
Pembakaran dilaksanakan sampai kayu dan daun menjadi abu.
Areal yang telah bebas dari semak belukar, kayu-kayu kecil,
dan pohon besar, apalagi bila baru dibakar, biasanya cepat sekali menumbuhkan
ilalang. Seperti diketahui ilalang merupkan gulma utama dari areal pertanian.
Karena itu pengendaliannya harus dilakuka sesegera mungkin, sehingga sedapat
mungkinareal telah bebas dari areal pada saat penanaman pohon pelindung.
Pengendalian ilalang dapat dilakukan secara manual, kimiawi, maupun mekanis.
Pembersihan areal sering juga diakhiri dengan tahap
pengolahan tanah. Pengolahan tanah umumnya dilaksanakan dengan cara mekanis
khususnya pada areal yang dibuka untuk penanaman kakao cukup luas.
1.2.6. Jarak Tanam Kakao
Jarak tanam ideal bagi tanaman kakao adalah jarak yang
sesuai dengan perkembangan bagian atas tanaman serta cukup tersedianya ruang
bagi perkembangan perakaran di dalam tanah. Dengan demikian pilihan jarak tanam
erat kaitannya dengan sifat pertumbuhan, sumber bahan tanam, dan kesuburan
areal. Ditinjau dari segi produksinya, jarak tanam 3x3 m, 4x2 m, dan 3,5x2,5 m
adalah sama, walaupun pertautan tajuk mebutuhkan waktu lebih lama bila
dibandingkan dengan jarak tanam 3x3 m. Karena itu, pilihan jarak tanam optimum
bergantung pada bahan tanam dan kejagurannya (besarnya pohon), jenis tanah, dan
iklim areal yang dikehendaki.
Di Filipina, kakao ditanam dengan jarak tanam 3x3 m dan
jarak tanam pohon pelindung 1,5x1,5 m bilamana areal yang hendak ditanami
merupakan areal terbuka sepenuhnya. Di Malaysia Barat, kakao ditanam berjarak
3,2x3,2 m diantara barisan tanaman kelapa berjarak 8,64x8,64 m. Sedangkan di
kebun Maryke PT. Perkebunan II - Medan, kakao ditanam dengan jarak 2,5x3,3 m
dengan pohon pelindung berjarak 5x6 m.
1.2.7. Pola Tanam Kakao
Untuk mendapatkan areal tanaman kakao yang baik dianjurkan
untuk menetapkan pola tanam terlebih dahulu. Pola tanam erat kaitannya dengan
keoptumuman jumlah pohon per ha, keoptimuman peranan pohon pelindung, dan
meminimumkan kerugian yang timbul pada nilai kesuburan tanah serta biaya
pemeliharaan. Ada empat pola tanam yang dianjurkan, diantaranya adalah:
1.
Pola
tanam kakao segi empat, pohon pelindung segi empat. Pada pola tanam ini,
seluruh areal ditanami menurut jarak tanam yang ditetapkan. Pohon pelindung
berada tepat pada pertemuna diagonal empat pohon kakao.
2.
Pola
tanam kakao segi empat, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon
pelindung terletak di antara dua gawangan dan dua barisan yang membentuk segi
tiga sama sisi.
3.
Pola
tanam, kakao berpagar ganda, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini,
pohon kakao dipisahkan oleh dua kali jarak tanam yang telah ditetapkan dengan
beberapa barisan pohon kakao berikutnya. Dengan demikian, terdapat ruang di
antara barisan kakao yang bisa dimanfaatkan sebagai jalan untuk pemeliharaan.
4.
Pola
tanam kakao berpagar ganda, pohon pelindung segi empat.
1.2.8. Pemeliharaan Tanaman
Kakao
1.
Pemangkasan
Pemangkasan pohon pelindung tetap
dilakukan agar dapat berfungsi untuk jangka waktu yang lama. Pemangkasan
dilakukan terhadap cabang – cabang yang tumbuh rendahan lemah. Pohon dipangkas
sehingga cabang terendah akan berjarak lebih dari 1 m dari tajuk tanaman
cokelat. Pemangkasan pada tanaman kakaomerupakan usaha meningkatkan produksi
dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Dengan melakukan pemangkasan, akan
mencegah serangan hama dan penyakit, membentuk tajuk pohon, memelihara tanaman,
dan memacu produksi.
2.
Penyiangan
Tujuan penyiangan pada tanaman kakao adalah untuk mencegah
persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara dan mencegah hama dan penyakit.
Penyiangan harus dilakukan secara rutin, minimal satu bulan sekali yaitu dengan
menggunakan cangkul, koret, atau dicabut dengan tangan.
3.
Pemupukan
Pemupukan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua bulan
di lapangan. Pemupukan pada tanaman kakao yang belum menghasilkan dilaksanakan
dengan cara menaburkan pupuk secara merata dengan jarak 15 cm – 50 cm (untuk
umur 2 – 10 bulan) dan 50 cm – 75 cm (untuk umur 14 – 20 bulan) dari batang
utama. Untuk tanaman yang telah menghasilkan, penaburan pupuk dilakukan pada
jarak 50 cm – 75 cm dri batang utama. Penaburan pupuk dilakukan dalam alur
sedalam 10 cm. Banyaknya pupuk yang dibutuhkan setiap tahun untuk lahan seluas
1 ha.
4.
Penyiraman
Penyiraman tanaman kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah
yang baik dan berpohon pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air yang
berlebihan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon
kakao dilakukan pada tanaman muda, terutama tanaman yang tidak diberi pohon
pelindung.
5.
Pemberantasan hama dan penyakit
Pemberantasan hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida
dalam dua tahap, pertama bertujuan untuk mencegah sebelum diketahui ada hama
yang benar–benar menyerang. Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Penyemprotan
tahapan kedua adalah usaha pemberantasan hama, di mana jenis dan kadar
pestisida yang digunakan juga ditingkatkan. Contoh pestisida yang digunakan
untuk pemberantasan hama dan penyakit, yaitu Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin
(Matador 25 EC), Sipermetrin (Cymbush 5 EC), Metomil (Nudrin 24 WSC/Lannate
20L), dan Fenitron (Karbation 50 EC). Hama yang sering menyerang tanaman kakao
antara lain adalah belalang (Valanga Nigricornis), ulat jengkal (Hypsidra
talaka Walker.), kutu putih (Planoccos lilaci), penghisap buah (Helopeltis
sp.), dan penggerek batang (Zeuzera sp.). Insektisida yang sering digunakan
untuk pemberantasan belalang, ulat jengkal, dan kutu putih antara lain adalah
Decis, Cupraycide, Lebaycide, Coesar, dan Atabron. Penghisap buah dapat
diberantas dengan Lebaycide, Cupraycide, dan Decis.
Penyakit yang sering ditemukan dalam budidaya kakao, yaitu
penyakit jamur upas dan jamur akar. Penyakit tersebut disebabkan oleh jamur
Oncobasidium thebromae. Selain itu, juga sering dijumpai penyakit busuk buah
yang disebabkan oleh Phytoptera sp.
1.3. Jenis Jenis Kakao
Kakao merupakan
salah satu komoditas unggulan Indonesia, karena kakao termasuk salah satu dari
tiga komoditas dari sektor perkebunan yang memberikan sumbangan devisa yang
sangat tinggi yaitu dengan nilai sebesar US $ 701 juta. Kualitas kakao
Indonesia tidak kalah dari beberapa Negara produsen kakao seperti dari Ghana.
Jika kakao Indonesia diproses secara fermentasi maka rasa dan aromanya tidak
kalah dengan kakao yang berasal dari Ghana. Kakao Indonesia memiliki keunggulan
yaitu tidak mudah meleleh sehingga dapat digunakan untuk proses blending.
Ada tiga jenis
kakao yaitu, jenis pertama adalah jenis criollo. Jenis ini merupakan
tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan
dikenal dengan cokelat mulia, ciri cirinya adalah buahnya berwarna merah atau
hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahya
berbentuk bulat telur beruuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu
basah. Jumlah jenis ini ada sekitar ± 7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador,
Venezuela, jamaika, dan Sri lanka.
Jenis kedua
adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman kakao yang
memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah buahnya
berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledonnya
berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ± 93% dari
produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika barat, brasil
dan dominika.
Jenis yang
ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari jenis criollo
dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat
heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour
cocoa ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau
merah dan bentuknya bermacam-macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan
kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.Subsistem Hulu
2.1.1.Alasan pemilihan benih kakao
Karena di daerah provinsi riau kakao
sangat cocok untuk di budidayakan dan di tumpangsarikan dengan tanaman
sawit,umumnya di daerah Indragiri hulu pada saat ini kakao sedang di perbanyak
dengan cara tumpang sari karena hasilnya sangat menggiurkan.
Pada umumnya benih kakao di daerah
Sumatera ini adalah benih kakao lokal yang mempunyai buah kecil dan produksi
kurang memuaskan oleh karena itu kami terdorong untuk membudidayakan benih
kakao yang mempunyai varietas unggul yang tidak merugikan petani karena dengan
varietas unggul kakao sangat cocok di budidayakan di lahan yang di tumpang
sarikan dengan tanaman sawit terutama di daerah Indragiri hulu yang saat ini sedang
di lakukan penanaman kakao secara besar-besaran karena di ketahui tanah daerah
Indragiri hulu sangat cocok untuk tanaman kakao tersebut
2.1.2.Benih kakao
Benih kakao
Pada umur 143-170 hari buah telah mencapai
ukuran maksimal dan mulai
masak yang ditandai
dengan perubahan warna kulit buah yang
semula berwarna
hijau muda dan hijau akan berubah menjadi kuning sedang buah
yang berwarna
merah atau merah muda berubah menjadi jingga. Lamanya
pemasakan buah
tergantung jenis kakao dan ketinggian tempat tumbuhnya
(Poedjiwidodo, 1996).
Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran, sehingga
memerlukan
penanganan yang khusus. Arti dari benih rekalsitran sebagai
berikut: ketika masak
fisiologis kadar airnya tinggi, yakni lebih dari 40 %;
viabilitas benih akan hilang
di bawah ambang kadar air yang relatif tinggi (lebih dari
25%); sifat benih ini
tidak mengikuti kaidah Harrington yang berbunyi “Pada kadar
air 4-15%,
peningkatan kadar air 1% dapat menurunkan periode hidup
benih setengahnya.
Demikian pula halnya dengan suhu, peningkatan 50 C pada
kisaran 0-500 C dapat
menurunkan umur simpan benih setengahnya; untuk bertahan
dalam penyimpanan
memerlukan kadar air yang tinggi (sekitar 30%) (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,
2004).
Universitas Sumatera UtaraUntuk budidaya kakao perbanyakan
tanaman kakao secara generatif
dengan menggunakan benih yang berasal dari sembarang biji
tidak dibenarkan.
Benih diambil dari tanaman kakao yang sudah berproduksi,
baik dari pertanaman
kakao klonal maupun kakao hibrida. Biji kakao yang baik
untuk benih adalah
berukuran besar, bernas (tidak kosong), bebas dari hama
penyakit dan biji tidak
kadaluarsa (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,
2004).
Penyimpanan benih
Untuk mendapatkan benih yang baik,
sebelum disimpan biji harus benar-
benar masak di pohon dan sudah mencapai kematangan
fisiologis. Karena selama
masa penyimpanan yang terjadi hanyalah kemunduran dari
viabilitas awal tersebut, yang tidak dapat dihentikan lajunya (Sutopo, 1985). Kondisi
penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup biji. Meningkatnya kelembaban
biasanya mempercepat hilangnya daya hidup, tetapi beberapa biji dapat hidup
lama bila terendam dalam air (misalnya
juncus sp. terbenam selama tujuh
tahun atau lebih). Berbagai biji lokal seperti biji kapri dan kedelai, tetap
mapu tumbuh lebih lama bila kandungan airnya diturunkan dan biji disimpan pada
suhu rendah. Penyimpanan dalam botol pada suhu sedang sampai tinggi biasanya
menyebabkan biji kehilangan air, dan sel akan pecah bila biji diberi air.
Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik
bagi pertumbuhan patogen (Salisbury and Ross, 1995) . Kadar air benih selama
penyimpanan merupakan faktor yang paling mempengaruhi masa hidupnya. Oleh karena itu benih yang
sudah masak dan cukup kering penting untuk segera dipanen, atau benihnya masih
berkadar air tinggi yang juga harus segera dipanen. Menurut Bass (1953)
mendapatkan, bahwa Universitas Sumatera Utarakehilangan viabilitas benih
Kentucky blugrass yang baru dipanen berkorelasi dengan kadar air benihnya serta
lamanya benih disimpan pada suhu tertentu. Benih berkadar air 54% disimpan pada
suhu 300C selama 45 jam kehilangan daya kecambah sebanyak 20%. Tetapi benih
berkadar air 44% akan tahan pada suhu
450C selama 36 jam tanpa kehilangan viabilitasnya. Benih berkadar air 22 dan 11%
tidak menunjukkan kehilangan viabilitas pada suhu 500C selama 45 jam (Justice
and Louis, 1994). Pengiriman benih yang banyak dilakukan adalah dengan
menghilangkan daging buah (pulp), menyucihamakan dan mencampurnya dengan serbuk
arang lembap, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang diberi lubang aerasi.
Dengan cara seperti ini, ternyata masih banyak benih yang berkecambah selama
penyimpanan atau pengiriman. Penyebabnya adalah faktor lingkungan seperti air
dan oksigen masih berpengaruh (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia,
2004).
Benih sebagai organisme hidup,
penyimpangan-penyimpangannya sangat
ditentukan oleh kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangannya
serta temperatur penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya (sebagai organisme hidup
yang melakukan respirasi), dimana respirasi ini
menghasilkan panas dan air dalam benih maka makin tinggi kadar airnya
respirasi dapat berlangsung dengan
cepat yang dapat berakibat: Berlangsungnya perkecambahan,
karena didukung oleh kelembaban lingkungan yang besar/tinggi; Kelembaban
lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok bagi organisme perusak
misalnya jamur,
dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan
(Kartasapoetra, 2003).
Kendala utama dalam penyimpanan benih kakao adalah banyaknya
benih berkecambah karena tidak memiliki masa dormansi. Berkaitan dengan hal itu
berbagai usaha untuk mencegah perkecambahan
dalam penyimpanan telah dilakukan oleh peneliti untuk mempertahankan daya
kecambah selama penyimpanan. Penelitian
Ashiru (1970) mempelajari pengaruh aerasi selama penyimpanan terhadap daya tumbuh benih. Hasilnya
benih kakao yang disimpan di dalam kantong plastik yang diberi lubang aerasi,
daya tumbuhnya lebih tinggi daripada
benih yang disimpan didalam wadah tertutup.
Polyethylene glycol (PEG) Polyethylene glycol (PEG)
dengan rumus molekul (HO-CH2-(CH2-O-CH2)x-CH2-OH) merupakan senyawa polimer berantai panjang, tidak berubah
(inert), bukan ionik dan tidak beracun (Krizek, 1985). PEG-6000, biasa
dipakai untuk menciptakan substrat
bertekanan osmosis tinggi tanpa dampak peracunan (Sadjad, 1994).
PEG-6000 adalah polyethylene Glycol H
(O-CH2-CH2)nOH harga n 158
dan 204 dengan BM 7000 sampai 9000. Berupa serbuk licin
putih atau potongan
putih kuning gading, praktis tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan PEG-6000
yaitu mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam
kloroform P, serta
praktis tidak larut dalam eter P. PEG 6000 mempunyai berat
jenis 1.080 g/cm3,
titik lebur 550C sampai 630 C, titik beku 550 C sampai 610
C. Khasiatnya sebagai
zat tambahan
Berdasarkan sifat fisik dan berat
molekulnya PEG tersedia dalam berbagai
formulasi tetapi yang paling umum digunakan dalam penelitian
fisiologi tanaman
ialah PEG 6000 (Michele and Kaufman, 1973). PEG bersifat mempertahankan
Universitas Sumatera Utarapotensi osmotik sel yang dapat
digunakan untuk membatasi perubahan kadar air dan O2 pada medium perkecambahan atau
penyimpanan sehingga molekul PEG yang berada di luar membran sel benih akan
membentuk lapisan tipis yang melindungi benih dan berfungsi sebagai penyangga
kadar air benih dan keluar masuknya oksigen (Rahardjo, 1986). Hasil penelitian
benih kakao terdahulu pada perlakuan tanpa dan dengan PEG 20 persen benih kakao
yang disimpan telah mengeluarkan akar dan telah berkecambah setelah disimpan
selama 2 (dua) minggu, sedangkan pada penyimpanan konsentrasi 40 dan 60 persen
tidak didapati benih yang berkecambah
sampai penyimpanan 5 (lima) minggu (Adelina, 1997). Pemakaian
PEG sangat berhasil dilakukan pada
tanaman karet, hasil penelitian menunjukkan
peranan PEG dalam menekan absorbsi air ke dalam benih, pada perlakuan PEG
45% disertai lama penyimpanan hingga 16
hari mampu menghasilkan perkecambahan karet sebesar 70 %.rada di luar membran
sel benih akan membentuk lapisan tipis yang melindungi benih dan berfungsi
sebagai penyangga kadar air benih dan keluar masuknya oksigen
Hasil penelitian benih kakao
terdahulu pada perlakuan tanpa dan dengan
PEG 20 persen benih kakao yang disimpan telah mengeluarkan
akar dan telah
berkecambah setelah disimpan selama 2 (dua) minggu,
sedangkan pada penyimpanan konsentrasi 40 dan 60 persen tidak didapati benih yang berkecambah sampai penyimpanan 5
(lima) minggu (Adelina, 1997). Pemakaian
PEG sangat berhasil dilakukan pada tanaman karet, hasil
penelitian menunjukkan peranan PEG dalam menekan absorbsi air ke dalam benih,
pada perlakuan PEG 45% disertai lama penyimpanan hingga 16 hari mampu menghasilkan
perkecambahan karet sebesar 70 %.
Perkecambahan benih
Perkecambahan merupakan proses
metabolisme biji hingga dapat
menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah yaitu
plumula dan radikula.Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat
atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal
dalam jangka waktu tertentu sesuai. Setiap biji yang dikecambahkan ataupun yang
diujikan tidak selalu prosentase pertumbuhan kecambahnya sama, hal ini dipengaruhi berbagai macam faktor-faktor yang
mempengaruhi perkecambahan
Kakao memiliki tipe perkecambahan epigeal yakni
perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon terangkat ke
atas permukaan tanah. Dalam proses perkecambahan, setelah radikula menembus
kulit benih, hipokotil memanjang melengkung menembus ke atas permukaan
tanah. Setelah hipokotil menembus
permukaan tanah, kemudian hipokotil meluruskan diri dan dengan cara demikian
kotiledon yang masih tertangkup tertarik ke atas permukaan tanah juga. Kulit benih akan tertinggal di permukaan tanah,
dan selanjutnya kotiledon membuka dan daun pertama (plumula) muncul ke
udara. Beberapa saat kemudian, kotiledon
meluruh dan jatuh ke tanah
Pembibitan
- Biji kakao
untuk benih diambil dari buah bagian tengah yang masak dan sehat dari
tanaman yang telah cukup umur.
- Sebelum
dikecambahkan benih harus dibersihkan lebih dulu daging buahnya dengan abu
gosok.
- Karena
biji kakao tidak punya masa istirahat (dormancy), maka harus segera
dikecambahkan.
- Pengecambahan
dengan karung goni dalam ruangan, dilakukan penyiraman 3 kali sehari.
- Siapkan
polibag ukuran 30 x 20 cm (tebal 0,8 cm) dan tempat pembibitan.
- Campurkan
tanah dengan pupuk kandang (1 : 1), masukkan dalam polibag.
- Sebelum
kecambah dimasukkan tambahkan 1 gram pupuk TSP / SP-36 ke dalam tiap-tiap
polibag.
- Benih
dapat digunakan untuk bibit jika 2-3 hari berkecambah lebih 50%.
- Jarak
antar polibag 20 x 20 cm lebar barisan 100 cm.
- Tinggi
naungan buatan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga sinar masuk tidak
terlalu banyak.
- Penyiraman
bibit dilakukan 1-2 kali sehari.
- Penyiangan
gulma melihat keadaan areal pembibitan.
- Pemupukan
dengan N P K ( 2 : 1 : 2 ) dosis sesuai dengan umur bibit, umur 1 bulan :
1 gr/bibit, 2 bulan ;
2 gr/bibit, 3 bulan : 3 gr/bibit, 4 bulan : 4 gr/bibit. Pemupukan dengan cara
ditugal.
- Siramkan POC
NASA
dengan dosis 0,5 - 1 tutup/pohon diencerkan dengan air secukupnya atau
semprotkan dengan dosis 4 tutup/tangki setiap 2-4 minggu sekali.
- Penjarangan
atap naungan mulai umur 3 bulan dihilangkan 50% sampai umur 4 bulan.
Amati
hama & penyakit pada pembibitan, antara lain ; rayap, kepik daun, ulat
jengkal, ulat punggung putih, dan ulat api. Jika terserang hama tersebut
semprot dengan PESTONA
dosis 6-8 tutup/tangki atau Natural BVR dosis 30 gr/tangki. Jika ada serangan
penyakit jamur Phytopthora dan Cortisium sebarkan Natural
GLIO
yang sudah dicampur pupuk kandang selama + 1 minggu pada masing-masing pohon
Jenis Jenis Kakao
Kakao merupakan
salah satu komoditas unggulan Indonesia, karena kakao termasuk salah satu dari
tiga komoditas dari sektor perkebunan yang memberikan sumbangan devisa yang
sangat tinggi yaitu dengan nilai sebesar US $ 701 juta. Kualitas kakao
Indonesia tidak kalah dari beberapa Negara produsen kakao seperti dari Ghana.
Jika kakao Indonesia diproses secara fermentasi maka rasa dan aromanya tidak
kalah dengan kakao yang berasal dari Ghana. Kakao Indonesia memiliki keunggulan
yaitu tidak mudah meleleh sehingga dapat digunakan untuk proses blending.
Ada tiga jenis
kakao yaitu, jenis pertama adalah jenis criollo. Jenis ini merupakan
tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan
dikenal dengan cokelat mulia, ciri cirinya adalah buahnya berwarna merah atau
hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahya
berbentuk bulat telur beruuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu
basah. Jumlah jenis ini ada sekitar ± 7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador,
Venezuela, jamaika, dan Sri lanka.
Jenis kedua
adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman kakao yang
memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah buahnya
berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledonnya
berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ± 93% dari
produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika barat,
brasil dan dominika.
Jenis yang
ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari jenis criollo
dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat
heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour
cocoa ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau
merah dan bentuknya bermacam-macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan
kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah.
2.1.3.Deskripsi benih kakao
Benih
kakao merupakan benih rekalsitran, yang tidak memiliki masa dormansi dan
berkadar air tinggi. Benih kakao perlu dipertahankan viabilitasnya selama
penyimpanan/pengiriman sampai ke tujuan penanaman. Disamping itu, dalam proses
produksi benih konvensional proses pengangin-anginan masih dikawatirkan adanya
kadar air benih kakao yang tidak seragam karena sangat tergantung kinerja pekerja.
Penelitian ini bertujuan untuk mencari suhu pengeringan mekanis yang optimal
dengan nilai viabilitas tetap tinggi terhadap lama penyimpannya. Aspek
pengamatan dilakukan pada tahap proses pengeringan mekanis tipe bak, meliputi:
suhu, sumber panas, tekanan statis plenum, keseragaman kadar air, proses
penurunan berat selama pengeringan dan kerusakan mekanis yang timbul.
Selanjutnya benih kakao dilakukan pengamatan pada aspek lama penyimpanan pada
tiap periode akhir minggu yaitu 1, 2, 3 dan 4 minggu, meliputi: serangan jamur,
kadar air, daya kecambah/viabilitas dan kecepatan kecambah, uji warna,
kandungan senyawa kimia dan Daya Hantar Listrik (DHL). Bahan yang digunakan
adalah benih kakao unggul (klon TSH 858 dan ICS 13) dilakukan proses
pengeringan secara komposit, dengan prosedur: benih kakao diproses dengan
menggunakan alat-alat mekanis yang biasanya dipakai sebagai sarana produksi
pengolahan biji kakao selanjutnya dimasukan pengering mekanis yaitu 3 perlakuan
suhu (T-High, T-Medium, T-Low) dan benih kakao diproses secara konvensional
yaitu 2 perlakuan; masukan pengering mekanis (T-Medium-K) dan pengangin-anginan
(K). Metode analisis data dengan sidik korelasi linier sederhana, digunakan
untuk mengukur derajat hubungan linier antara kontrol dengan perlakuan dimana
hubungan sebab dan akibatnya dipengaruhi banyak faktor. Pengeringan mekanis
tipe bak bisa dipergunakan untuk pengeringan benih, yaitu optimal pada suhu
34-37 0C [T-Medium], waktu pengeringan benih tanpa testa lebih cepat [40menit],
kadar air benih lebih seragam, kerusakan mekanis sangat rendah [1-2mm,
frekuensi ≤2], daya kecambah benih tetap tinggi. Penyimpanan benih kakao yang bertesta mampu
bertahan lebih lama sampai minggu ke-4 daya kecambah masih sekitar 83,33%
dibandingkan benih tanpa testa pada minggu ke-4 sudah terserah jamur semua,
daya kecambah 0%. Nilai daya kecambah pada minggu ke-2 berturut-turut dari
T-High, T-Medium, T-Low adalah 86.67%, 90.00% dan 76.67%. Sedangkan benih kakao
yang tanpa testa T-Medium-K dan K adalah 50.00% dan 60.00%. Perlakuan suhu pada
pengeringan mekanis beda nyata mempengaruhi Daya kecambah, lama pengeringan dan
kadar air seragam tetapi tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap kandungan
biokimia benih kakao. Sedangkan lama penyimpanan benih menunjukkan beda nyata terhadap
daya kecambah, kandungan biokimia (lemak dan protein) dan nilai uji Daya Hantar
Listrik (DHL) benih kakao.
DeskripsiAlternatif:
Benih kakao merupakan benih rekalsitran, yang tidak memiliki masa dormansi dan berkadar air tinggi. Benih kakao perlu dipertahankan viabilitasnya selama penyimpanan/pengiriman sampai ke tujuan penanaman. Disamping itu, dalam proses produksi benih konvensional proses pengangin-anginan masih dikawatirkan adanya kadar air benih kakao yang tidak seragam karena sangat tergantung kinerja pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mencari suhu pengeringan mekanis yang optimal dengan nilai viabilitas tetap tinggi terhadap lama penyimpannya. Aspek pengamatan dilakukan pada tahap proses pengeringan mekanis tipe bak, meliputi: suhu, sumber panas, tekanan statis plenum, keseragaman kadar air, proses penurunan berat selama pengeringan dan kerusakan mekanis yang timbul. Selanjutnya benih kakao dilakukan pengamatan pada aspek lama penyimpanan pada tiap periode akhir minggu yaitu 1, 2, 3 dan 4 minggu, meliputi: serangan jamur, kadar air, daya kecambah/viabilitas dan kecepatan kecambah, uji warna, kandungan senyawa kimia dan Daya Hantar Listrik (DHL). Bahan yang digunakan adalah benih kakao unggul (klon TSH 858 dan ICS 13) dilakukan proses pengeringan secara komposit, dengan prosedur: benih kakao diproses dengan menggunakan alat-alat mekanis yang biasanya dipakai sebagai sarana produksi pengolahan biji kakao selanjutnya dimasukan pengering mekanis yaitu 3 perlakuan suhu (T-High, T-Medium, T-Low) dan benih kakao diproses secara konvensional yaitu 2 perlakuan; masukan pengering mekanis (T-Medium-K) dan pengangin-anginan (K). Metode analisis data dengan sidik korelasi linier sederhana, digunakan untuk mengukur derajat hubungan linier antara kontrol dengan perlakuan dimana hubungan sebab dan akibatnya dipengaruhi banyak faktor. Pengeringan mekanis tipe bak bisa dipergunakan untuk pengeringan benih, yaitu optimal pada suhu 34-37 0C [T-Medium], waktu pengeringan benih tanpa testa lebih cepat [40menit], kadar air benih lebih seragam, kerusakan mekanis sangat rendah [1-2mm, frekuensi ≤2], daya kecambah benih tetap tinggi. Penyimpanan benih kakao yang bertesta mampu bertahan lebih lama sampai minggu ke-4 daya kecambah masih sekitar 83,33% dibandingkan benih tanpa testa pada minggu ke-4 sudah terserah jamur semua, daya kecambah 0%. Nilai daya kecambah pada minggu ke-2 berturut-turut dari T-High, T-Medium, T-Low adalah 86.67%, 90.00% dan 76.67%. Sedangkan benih kakao yang tanpa testa T-Medium-K dan K adalah 50.00% dan 60.00%. Perlakuan suhu pada pengeringan mekanis beda nyata mempengaruhi Daya kecambah, lama pengeringan dan kadar air seragam tetapi tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap kandungan biokimia benih kakao. Sedangkan lama penyimpanan benih menunjukkan beda nyata terhadap daya kecambah, kandungan biokimia (lemak dan protein) dan nilai uji Daya Hantar Listrik (DHL) benih kakao.
2.1.4.Permasalahan input pada
subsistem hulu
Dalam memperoleh bibit kakao yang
unggul di daerah provinsi riau di karenakan tanaman kakao banyak di budidayakan
di pulau jawa dan sekitarnya,oleh karena itu banyak penditribusian bibit kakao
di peroleh dari pulau jawa. Padahal di daerah riau kakao sngat cocok untuk di
budidayakan tumpang sari di bawah pohon sawit,dan memperoleh batang induk yang
masih murni dan bebas dari hama dan pnyakit,karena di daerah ini umumnya kakao
varietas lokal
2.1.5.Penyelesaian masalah(5w+1h)
Apa..
permasalahan yang sering dihadapi di
dalam perbenihan
biasanya benih yang akan kita distribusikan mengalami
kendala di dalam proses ketahanan benih
mengapa…
Karena benih yang di hasilkan untuk
proses distribusi belum sepenuhnya maksimal di dalam proses pengolahan benih
Kapan…
Sebaiknya pendistrinusian benih di
lakukan tepat waktu dan sasaran supaya petani tidak dapat terkendala dan benih
tetap dalam kedaan baik
Dimana..
Dilakukan
packing yang baik,dimana supaya benih atau bibit kakao tidak mengalami
kerusakan pada saat penditribusian dan tidak stress pada saat penanaman
Siapa…
Pada bagian
ditribusi dan sertifikasi yang harus bekerja ekstra keras supaya benih kakao
dapat ter cukupi dan terjamin kualitasnya
Bagaimana..
Melakukan
riset data tentang apa saja yang di keluhkan petani dalam memperoleh benih kakao,maka
kita dapat mengetahui bagagaimana cara kita mengatasi msalah tersebut,dengan
mendatangkan benih unggul dari pulau jawa
2.1.6.Visi,Misi,Tujuan dan Sasaran
perusahaan
Visi
Mewujudkan
perusahaan sebagai pusat sentral produksi pembibitan kakao terpadu
Misi
1.Menghasilkan
benih bersetifikat
2.Menghasilkan
benih kakao yang berkualitas dan berumur genjah
3.Menghasilkan
benih kakao yang tahan terhadap hama dan penyakit
Tujuan
Agar
memudahkan petani dalam memperoleh bibit unggul secara cepat dan tepat
SASARAN
1.Memudahkan
masyarakat yang ada di lingkungan perusahaan
2.Perusahaan
dapat memenuhi kebutuhan benih dalam negeri dalam jumlah yang
banyak
PROGRAM
-Mengadakan pelatihan kepada
karyawan dan masyarakat sekitar
-Melakukan penelitian di dalam
teknik pembibitan kultur jaringan kakao
2.1.7.BENTUK PERUSAHAAN
CV.THEOBROMA CACAO
D
2.1.8.Pengorganisasian(organizing)
DIREKTUR
SUSYANTO
|
M.PERLENGKAPAN
NUR HALIMAH
|
M.PRODUKSI
THUTI
|
M.PENJUALAN
MAYSARAH
|
PEMBIBITAN DAN PEMELIHARAN
LEGIMAN
|
M.KEUANGAN
FIKRIATUL F
|
SERTIFIKASI
WAN FIRZARISKA N
|
BAB III
KESIMPULAN
Dari data di atas dapat disimpulkan
bahwa dalam kegiatan pemupukan tanaman kakao harus diperhatikan faktor-faktor
apa saja yang mempengaruhi penyerapan pupuk. Karena pemupukan akan menjadi
sia-sia apabila tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang menyebabkan
penyerapan pupuk tidak optimal.
Factor benih juga sangat
mempengaruhi terhadap keberhasilan budidaya kakao,oleh karena itu dalam proses
pemilihan benih kakao kita harus menggunakan benih yang berkualitas baik dan
bersertifikat.
Dalam era globalosasi saat ini
teknologi sangat mendukung dalam proses pengolahan biji kakao,sehingga dapat
mempermudah untuk petani menjual dan mengolah hasil dari tanaman kakao
tersebut,sehingga menambah nilai jual dari bji kakao tersebut dan dpat
meningkatkan mutu dan kualitas dari kakao Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.http://Google.com.Budidaya kakao.(Diakses
tanggal 11 oktober2012)
Anonim.2012.http://Google.com.Benih kakao.(Di akses
tanggal 18 oktober 2012)
Arsyad, S.. 1982. Pengawetan
Tanah dan Air. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Fakultas
Pertanian, Departemen Ilmu Tanah.
PPKKI. 2008. Panduan
lengkap Budidaya Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jakarta.
Sabiahan, S. 1982.
Bahan Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Pertanian, Departemen Ilmu Tanah.
Wahyudi, T., Panggabean, T.R., dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir.
Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar