Selasa, 28 Januari 2014

Laporan dasar dasar manajemen Agribisnis tentang laporan budidaya tanaman kakao





                BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Theobroma Cacao merupakan tanaman asing berpohon kecil yang tumbuh di hutan hujan tropis di Amerika. Pengembangan tanaman kakao membutuhkan penaung yang lebat. Tanaman kakao berasal dari rumpun tanaman yang berada di sepanjang aliran sungai di Amazon sebelah timur pegunungan Andes.
Naungan tanaman kakao harus lembab dengan pepohonan yang lebat. Tanaman kakao secara alami tumbuh pada daerah yang masih alami (belum dijamah oleh manusia) Pohon kakao dapat hidup selama 100 tahun tetapi tanaman tersebut hanya mampu berproduksi sampai berumur 60 tahun.
Ketika tumbuh secara alami  dari benih tanaman kakao memiliki akar tunggang sedalam 2 meter. Sebagian besar tanaman kakao dikembangkan secara vegetatif sehingga tanaman tersebut tidak berakar tunggang. Tanaman kakao tumbuh setinggi 15 meter, tetapi di dalam budidaya tanaman kakao harus dilakukan pemangkasan untuk mempermudah pemanenan.
Daun tanaman kakao berwarna hijau muda yang cerah, membujur kira-kira 15 cm. Daun-daun tua tanaman kakao harus melindungi daun-daun muda dari terik matahari. Karena daun-daun muda yang berwarna kemerahan itu rentan terhadap cahaya matahari. Daun-daun ini menggantung secara vertikal untuk memperkecil terhadap sengatan sinar matahari. Betapa menariknya fenomena ini, daun-daun kakao dapat bergerak memutar 90 derajat dari vertikal ke horisontal dan kembali pada posisi semula untuk menyesuaikan terhadap sinar matahari serta melindungi daun-daun muda.


1.2.Syarat Tumbuh Kakao
Sejumlah faktor iklim dan tanah menjadi kendala bagi pertumbuhan dan produksi tanaman kakao. Lingkungan alami tanaman cokelat adalah hutan tropis. Dengan demikian curah hujan, temperatur, dan sinar matahari menjadi bagian dari faktor iklim yang menentukan. Demikian juga faktor fisik dan kimia tanah yang erat kaitannya dengan daya tembus (penetrasi) dan kemampuan akar menyerap hara.
Ditinjau dari wilayah penanamannya, kakao ditanam di daerah-daerah yang berada pada 100 LU sampai dengan 100 LS. Walaupun demikian penyebaran pertanaman kakao secara umum berada pada daerah-daerah antara 70 LU sampai dengan 180 LS. Hal ini tampaknya erat kaitannya dengandistribusi curah hujan dan jumlah penyinaran matahari sepanjang tahun.
1.2.1 Curah Hujan
            Hal terpenting dari curah hujan yang berhubungan dengan pertanaman kakao adalah distribusinya sepanjang tahun. Hal tersebut berkaitan dengan masa pembentukan tunas muda dan produksi. Areal penanaman kakao yang ideal adalah daerah-daerah bercurah hujan 1.100 - 3.000 mm per tahun.
Disamping kondisi fisik dan kimia tanah, curah hujan yang melebihi 4.500 mm per tahun tampaknya berkaitan dengan serangan penyakit busuk buah (black pods).
Didaerah yang curah hujannya lebih rendah dari 1.200 mm per masih dapat ditanami kakao, tetapi dibutuhkan air irigasi. Hal ini disebabkan air yang hilang karena transpirasi akan lebih besar daripada air yang diterima tanaman dari curah hujan, sehingga tanaman perlu dipasok dengan air irigasi.
Ditinjau dari tipr iklimnya, kakao sangat ideal ditanam pada daerah-daerah yang tipe iklimnya Am (menurut Koppen) atau B (menurut Scmid dan Fergusson). Di daerah-daerah yang tipe iklimnya C (menurut Scmid dan Fergusson) kurang baik untuk penanaman kakao karena bulan keringnya yang panjang.
1.2.2. Temperatur
Pengaruh temperatur pada kakao erat kaitannya dengan ketersediaan air, sinar matahari, dan kelembaban. Faktor-faktor tersebut dapat dikelola melalui pemangkasan, penanaman tanaman pelindung, dan irigasi. Temperatur sangat berpengaruh pada pembentukan flush, pembungaan, serta kerusakan daun.
Temperatur ideal bagi pertumbuhan kakao adalah 300-320C (maksimum) dan 180-210 (minimum). Temperatur yang lebih rendah dari 100 akan mengakibatkan gugur daun dan mengeringnya bunga, sehingga laju pertumbuhannya berkurang. Temperatur yang tinggi akan memacu pembungaan, tetapi kemudian akan segera gugur.
1.2.3. Sinar Matahari
Lingkungan hidup alami tanaman kakao adalah hutan tropis yang di dalam pertumbuhannya mebutuhkan naungan untuk mengurangi pencahayaan penuh. Cahaya matahari yang terlalu banyak menyoroti tanaman kakao akan mengakibatkan lilit batang kecil, daun sempit, dan tanaman relatif pendek.
Kakao termasuk tanaman yang mampu berfotosintesis pada suhu daun rendah. Fotosintesis maksimum diperoleh pada saat penerimaan cahaya pada tajuk sebesar 20% dari pencahayaan penuh. Kejenuhan cahaya di dalam fotosintesis setiap daun kakao yang telah membuka sempurna berada pada kisaran 3-30 persen cahaya matahari penuh atau pada 15 persen cahaya matahari penuh. Hal ini berkaitan pula dengan pembukaan stomata yang menjadi lebih besar bila cahaya yang diterima lebih banyak.


1.2.4. Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal persyaratan fisik dan kimia tanah yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi. Kemasaman tanah (pH), kadar zat organik, unsur hara, kapasitas adsorbsi, dan kejenuhan basa merupakan sifat kimia yang perlu diperhatikan, sedangkan faktor fisiknya adalah kedalaman efektif, tinggi permukaan air tanah, drainase, struktur, dan konsistensi tanah. Selain itu kemiringan lahan juga merupakan sifat fisik yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertumbuhan kakao.
·        Sifat Kimia Tanah
Tanaman kakao dapat tumbuh dengan baik pada tanaman yang memiliki pH 6 - 7,5; tidak lebih tinggi dari 8 serta tidak lebih rendah dari 4; paling tidak pada kedalaman 1 meter. Hal ini disebabkan terbatasnya ketersediaan hara pada pH tinggi dan efek racun dari Al, Mn, dan Fe pada pH rendah.
Disamping faktor keasaman, sifat kimia tanah yang juga turut berperan adalah kadar zat organik. Kadar zat organik yang tinggi akan meningkatkan laju pertumbuhan pada masa sebelum panen. Untuk itu zat organik pada lapisan tanah setebal 0 - 15 cm sebaiknya lebih dari 3 persen. Kadar tersebut setara dengan 1,75 persen unsur karbon yang dapat menyediakan hara dan air serta struktur tanah yang gembur.
Usaha meningkatkan kadar organik dapat dilakukan dengan memanfaatkan serasah sisa pemangkasan maupun pembenaman kulit buah kakao. Sebanyak 1.990 kg per ha per tahun daun gliricida yang jatuh memberikan hara nitrogen sebesar 40,8 kg per ha, fosfor 1,6 kg per ha, kalium 25 kg per ha, dan magnesium 9,1 kg per ha. Kulit buah kakao sebagai zat organik sebanyak 900 kg per ha memberikan hara yang setara dengan 29 kg urea, 9 kg RP, 56,6 kg MoP, dan 8 kg kieserit. Sebaiknya tanah-tanah yang hendak ditanami kakao paling tidak juga mengandung kalsium lebih besar dari 8 Me per 100 gram contoh tanah dan kalium sebesar 0,24 Me per 100 gram, pada kedalaman 0 - 15 cm.
·        Sifat Fisik Tanah
Tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30 - 40 % fraksi liat, 50% pasir, dan 10 - 20 persen debu. Susunan demikian akan mempengaruhi ketersediaan air dan hara serta aerasi tanah. Struktur tanah yang remah dengan agregat yang mantap menciptakan gerakan air dan udara di dalam tanah sehingga menguntungkan bagi akar. Tanah tipe latosol dengan fraksi liat yang tinggi ternyata sangat kurang menguntungkan tanaman kakao, sedangkan tanah regosol dengan tekstur lempung berliat walaupun mengandung kerikil masih baik bagi tanaman kakao.
Tanaman kakao menginginkan solum tanah menimal 90 cm. Walaupun ketebalan solum tidak selalu mendukung pertumbuhan, tetapi solum tanah setebal itu dapat dijadikan pedoman umum untuk mendukung pertumbuhan kakao.
Kedalaman efektif terutama ditentukan oleh sifat tanah, apakah mampu menciptakan kondisi yang menjadikan akar bebas untuk berkembang. Karena itu, kedalaman efektif berkaitan dengan air tanah yang mempengaruhi aerasi dalam rangka pertumbuhan dan serapan hara. Untuk itu kedalaman air tanah disyaratkan minimal 3 meter.
·        Kriteria tanah yang tepat  bagi  tanaman kakao
Areal penanaman tanaman kakao yang baik tanahnya mengandung fosfor antara 257 - 550 ppm berbagai kedalaman (0 - 127,5 cm), dengan persentase liat dari 10,8 - 43,3 persen; kedalaman efektif 150 cm; tekstur (rata-rata 0-50 cm di atas) SC, CL, SiCL; kedalaman Gley dari permukaan tanah 150 cm; pH-H2O (1:2,5) = 6 s/d 7; zat organik 4 persen; K.T.K rata-rata 0-50 cm di atas 24 Me/100 gram; kejenuhan basa rata-rata 0 - 50 cm di atas 50%.
1.2.5. Pembersihan Lahan dan Pengolahan Tanah
Pembersihan dilakukan dengan membersihkan semak belukar dan kayu-kayu kecil sehingga memudahkan penebangan pohon. Semak belukar dan kayu-kayu kecil sedapat mungkin ditebas/dibabat rata dengan permukaan tanah, kemudian baru kemudian dilanjutkan dengan tahap tebang/tumbang. Kriteria kayu atau tunggul yang tinggal sangat menentukan tahap tebang/tumbang ini karena menyangkut biaya, waktu dan keselamatan kerja. Alat yang diginakan umumnya adalah chain saw. Untuk menebang kayu yang berdiameter kecildapat digunakan kapak biasa. Setelah penebasan/babat dan tebang/tumbang, semak belukar, kayu-kayu kecil dan batang dikumpulkan untuk dibakar. Pembakaran dilakukan bila kayu dan daun telah luruh, kering, dan rapuh, serta kulit kayu yang mengering. Pembakaran dilaksanakan sampai kayu dan daun menjadi abu.
Areal yang telah bebas dari semak belukar, kayu-kayu kecil, dan pohon besar, apalagi bila baru dibakar, biasanya cepat sekali menumbuhkan ilalang. Seperti diketahui ilalang merupkan gulma utama dari areal pertanian. Karena itu pengendaliannya harus dilakuka sesegera mungkin, sehingga sedapat mungkinareal telah bebas dari areal pada saat penanaman pohon pelindung. Pengendalian ilalang dapat dilakukan secara manual, kimiawi, maupun mekanis.
Pembersihan areal sering juga diakhiri dengan tahap pengolahan tanah. Pengolahan tanah umumnya dilaksanakan dengan cara mekanis khususnya pada areal yang dibuka untuk penanaman kakao cukup luas.
1.2.6. Jarak Tanam Kakao
Jarak tanam ideal bagi tanaman kakao adalah jarak yang sesuai dengan perkembangan bagian atas tanaman serta cukup tersedianya ruang bagi perkembangan perakaran di dalam tanah. Dengan demikian pilihan jarak tanam erat kaitannya dengan sifat pertumbuhan, sumber bahan tanam, dan kesuburan areal. Ditinjau dari segi produksinya, jarak tanam 3x3 m, 4x2 m, dan 3,5x2,5 m adalah sama, walaupun pertautan tajuk mebutuhkan waktu lebih lama bila dibandingkan dengan jarak tanam 3x3 m. Karena itu, pilihan jarak tanam optimum bergantung pada bahan tanam dan kejagurannya (besarnya pohon), jenis tanah, dan iklim areal yang dikehendaki.
Di Filipina, kakao ditanam dengan jarak tanam 3x3 m dan jarak tanam pohon pelindung 1,5x1,5 m bilamana areal yang hendak ditanami merupakan areal terbuka sepenuhnya. Di Malaysia Barat, kakao ditanam berjarak 3,2x3,2 m diantara barisan tanaman kelapa berjarak 8,64x8,64 m. Sedangkan di kebun Maryke PT. Perkebunan II - Medan, kakao ditanam dengan jarak 2,5x3,3 m dengan pohon pelindung berjarak 5x6 m.
1.2.7. Pola Tanam Kakao
Untuk mendapatkan areal tanaman kakao yang baik dianjurkan untuk menetapkan pola tanam terlebih dahulu. Pola tanam erat kaitannya dengan keoptumuman jumlah pohon per ha, keoptimuman peranan pohon pelindung, dan meminimumkan kerugian yang timbul pada nilai kesuburan tanah serta biaya pemeliharaan. Ada empat pola tanam yang dianjurkan, diantaranya adalah:
1.        Pola tanam kakao segi empat, pohon pelindung segi empat. Pada pola tanam ini, seluruh areal ditanami menurut jarak tanam yang ditetapkan. Pohon pelindung berada tepat pada pertemuna diagonal empat pohon kakao.
2.        Pola tanam kakao segi empat, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon pelindung terletak di antara dua gawangan dan dua barisan yang membentuk segi tiga sama sisi.
3.        Pola tanam, kakao berpagar ganda, pohon pelindung segi tiga. Pada pola tanam ini, pohon kakao dipisahkan oleh dua kali jarak tanam yang telah ditetapkan dengan beberapa barisan pohon kakao berikutnya. Dengan demikian, terdapat ruang di antara barisan kakao yang bisa dimanfaatkan sebagai jalan untuk pemeliharaan.
4.        Pola tanam kakao berpagar ganda, pohon pelindung segi empat.



1.2.8. Pemeliharaan Tanaman Kakao
1.        Pemangkasan
Pemangkasan pohon pelindung tetap dilakukan agar dapat berfungsi untuk jangka waktu yang lama. Pemangkasan dilakukan terhadap cabang – cabang yang tumbuh rendahan lemah. Pohon dipangkas sehingga cabang terendah akan berjarak lebih dari 1 m dari tajuk tanaman cokelat. Pemangkasan pada tanaman kakaomerupakan usaha meningkatkan produksi dan mempertahankan umur ekonomis tanaman. Dengan melakukan pemangkasan, akan mencegah serangan hama dan penyakit, membentuk tajuk pohon, memelihara tanaman, dan memacu produksi.
2.        Penyiangan
Tujuan penyiangan pada tanaman kakao adalah untuk mencegah persaingan dalam penyerapan air dan unsur hara dan mencegah hama dan penyakit. Penyiangan harus dilakukan secara rutin, minimal satu bulan sekali yaitu dengan menggunakan cangkul, koret, atau dicabut dengan tangan.

3.        Pemupukan
Pemupukan dilakukan setelah tanaman kakao berumur dua bulan di lapangan. Pemupukan pada tanaman kakao yang belum menghasilkan dilaksanakan dengan cara menaburkan pupuk secara merata dengan jarak 15 cm – 50 cm (untuk umur 2 – 10 bulan) dan 50 cm – 75 cm (untuk umur 14 – 20 bulan) dari batang utama. Untuk tanaman yang telah menghasilkan, penaburan pupuk dilakukan pada jarak 50 cm – 75 cm dri batang utama. Penaburan pupuk dilakukan dalam alur sedalam 10 cm. Banyaknya pupuk yang dibutuhkan setiap tahun untuk lahan seluas 1 ha.
4.        Penyiraman
Penyiraman tanaman kakao yang tumbuh dengan kondisi tanah yang baik dan berpohon pelindung, tidak perlu banyak memerlukan air. Air yang berlebihan menyebabkan kondisi tanah menjadi sangat lembab. Penyiraman pohon kakao dilakukan pada tanaman muda, terutama tanaman yang tidak diberi pohon pelindung.
5.        Pemberantasan hama dan penyakit
Pemberantasan hama dilakukan dengan penyemprotan pestisida dalam dua tahap, pertama bertujuan untuk mencegah sebelum diketahui ada hama yang benar–benar menyerang. Kadar dan jenis pestisida disesuaikan. Penyemprotan tahapan kedua adalah usaha pemberantasan hama, di mana jenis dan kadar pestisida yang digunakan juga ditingkatkan. Contoh pestisida yang digunakan untuk pemberantasan hama dan penyakit, yaitu Deltametrin (Decis 2,5 EC), Sihalotrin (Matador 25 EC), Sipermetrin (Cymbush 5 EC), Metomil (Nudrin 24 WSC/Lannate 20L), dan Fenitron (Karbation 50 EC). Hama yang sering menyerang tanaman kakao antara lain adalah belalang (Valanga Nigricornis), ulat jengkal (Hypsidra talaka Walker.), kutu putih (Planoccos lilaci), penghisap buah (Helopeltis sp.), dan penggerek batang (Zeuzera sp.). Insektisida yang sering digunakan untuk pemberantasan belalang, ulat jengkal, dan kutu putih antara lain adalah Decis, Cupraycide, Lebaycide, Coesar, dan Atabron. Penghisap buah dapat diberantas dengan Lebaycide, Cupraycide, dan Decis.
Penyakit yang sering ditemukan dalam budidaya kakao, yaitu penyakit jamur upas dan jamur akar. Penyakit tersebut disebabkan oleh jamur Oncobasidium thebromae. Selain itu, juga sering dijumpai penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytoptera sp.
1.3. Jenis Jenis Kakao
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, karena kakao termasuk salah satu dari tiga komoditas dari sektor perkebunan yang memberikan sumbangan devisa yang sangat tinggi yaitu dengan nilai sebesar US $ 701 juta.  Kualitas kakao Indonesia tidak kalah dari beberapa Negara produsen kakao seperti dari Ghana. Jika kakao Indonesia diproses secara fermentasi maka rasa dan aromanya tidak kalah dengan kakao yang berasal dari Ghana. Kakao Indonesia memiliki keunggulan yaitu tidak mudah meleleh sehingga dapat digunakan untuk proses blending.
Ada tiga jenis kakao yaitu, jenis pertama adalah jenis criollo. Jenis ini merupakan tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal dengan cokelat mulia, ciri cirinya adalah buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahya berbentuk bulat telur beruuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jumlah jenis ini ada sekitar ± 7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador, Venezuela, jamaika, dan Sri lanka.
Jenis kedua adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman kakao yang memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledonnya berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ± 93% dari produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika barat, brasil dan dominika.
Jenis yang ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari jenis criollo dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1.Subsistem Hulu
2.1.1.Alasan pemilihan benih kakao
          Karena di daerah provinsi riau kakao sangat cocok untuk di budidayakan dan di tumpangsarikan dengan tanaman sawit,umumnya di daerah Indragiri hulu pada saat ini kakao sedang di perbanyak dengan cara tumpang sari karena hasilnya sangat menggiurkan.
            Pada umumnya benih kakao di daerah Sumatera ini adalah benih kakao lokal yang mempunyai buah kecil dan produksi kurang memuaskan oleh karena itu kami terdorong untuk membudidayakan benih kakao yang mempunyai varietas unggul yang tidak merugikan petani karena dengan varietas unggul kakao sangat cocok di budidayakan di lahan yang di tumpang sarikan dengan tanaman sawit terutama di daerah Indragiri hulu yang saat ini sedang di lakukan penanaman kakao secara besar-besaran karena di ketahui tanah daerah Indragiri hulu sangat cocok untuk tanaman kakao tersebut
2.1.2.Benih kakao
Benih kakao
 Pada umur 143-170 hari buah telah mencapai ukuran maksimal dan mulai
masak yang  ditandai dengan perubahan warna kulit buah  yang semula berwarna
hijau muda dan hijau akan berubah menjadi kuning sedang buah yang berwarna
merah atau merah muda berubah menjadi jingga. Lamanya pemasakan buah
tergantung jenis kakao dan ketinggian tempat tumbuhnya (Poedjiwidodo, 1996).
Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran, sehingga memerlukan
penanganan yang khusus. Arti dari benih rekalsitran sebagai berikut: ketika masak
fisiologis kadar airnya tinggi, yakni lebih dari 40 %; viabilitas benih akan hilang
di bawah ambang kadar air yang relatif tinggi (lebih dari 25%); sifat benih ini
tidak mengikuti kaidah Harrington yang berbunyi “Pada kadar air 4-15%,
peningkatan kadar air 1% dapat menurunkan periode hidup benih setengahnya.
Demikian pula halnya dengan suhu, peningkatan 50 C pada kisaran 0-500 C dapat
menurunkan umur simpan benih setengahnya; untuk bertahan dalam penyimpanan
memerlukan kadar air yang tinggi (sekitar 30%)  (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).
Universitas Sumatera UtaraUntuk budidaya kakao perbanyakan tanaman kakao secara generatif
dengan menggunakan benih yang berasal dari sembarang biji tidak dibenarkan.
Benih diambil dari tanaman kakao yang sudah berproduksi, baik dari pertanaman
kakao klonal maupun kakao hibrida. Biji kakao yang baik untuk benih adalah
berukuran besar, bernas (tidak kosong), bebas dari hama penyakit dan biji tidak
kadaluarsa (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).


Penyimpanan benih
Untuk mendapatkan benih yang baik, sebelum disimpan biji harus benar-
benar masak di pohon dan sudah mencapai kematangan fisiologis. Karena selama
masa penyimpanan yang terjadi hanyalah kemunduran dari viabilitas awal tersebut, yang tidak dapat dihentikan lajunya (Sutopo, 1985). Kondisi penyimpanan selalu mempengaruhi daya hidup biji. Meningkatnya kelembaban biasanya mempercepat hilangnya daya hidup, tetapi beberapa biji dapat hidup lama bila terendam dalam air (misalnya  juncus  sp. terbenam selama tujuh tahun atau lebih). Berbagai biji lokal seperti biji kapri dan kedelai, tetap mapu tumbuh lebih lama bila kandungan airnya diturunkan dan biji disimpan pada suhu rendah. Penyimpanan dalam botol pada suhu sedang sampai tinggi biasanya menyebabkan biji kehilangan air, dan sel akan pecah bila biji diberi air. Pecahnya sel melukai embrio dan melepaskan hara yang merupakan bahan yang baik bagi pertumbuhan patogen (Salisbury and Ross, 1995) . Kadar air benih selama penyimpanan merupakan faktor yang paling mempengaruhi  masa hidupnya. Oleh karena itu benih yang sudah masak dan cukup kering penting untuk segera dipanen, atau benihnya masih berkadar air tinggi yang juga harus segera dipanen. Menurut Bass (1953) mendapatkan, bahwa Universitas Sumatera Utarakehilangan viabilitas benih Kentucky blugrass yang baru dipanen berkorelasi dengan kadar air benihnya serta lamanya benih disimpan pada suhu tertentu. Benih berkadar air 54% disimpan pada suhu 300C selama 45 jam kehilangan daya kecambah sebanyak 20%. Tetapi benih berkadar air  44% akan tahan pada suhu 450C selama 36 jam tanpa kehilangan viabilitasnya. Benih berkadar air 22 dan 11% tidak menunjukkan kehilangan viabilitas pada suhu 500C selama 45 jam (Justice and Louis, 1994). Pengiriman benih yang banyak dilakukan adalah dengan menghilangkan daging buah (pulp), menyucihamakan dan mencampurnya dengan serbuk arang lembap, kemudian dimasukkan ke dalam kantong plastik yang diberi lubang aerasi. Dengan cara seperti ini, ternyata masih banyak benih yang berkecambah selama penyimpanan atau pengiriman. Penyebabnya adalah faktor lingkungan seperti air dan oksigen masih berpengaruh (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004).

 Benih sebagai organisme hidup, penyimpangan-penyimpangannya sangat
ditentukan oleh kadar air benih, jenis benih, tingkat kematangannya serta temperatur penyimpanan. Jadi dalam penyimpanannya (sebagai organisme  hidup
yang melakukan respirasi), dimana respirasi ini menghasilkan  panas dan air  dalam benih maka makin tinggi kadar airnya respirasi dapat berlangsung dengan
cepat yang dapat berakibat: Berlangsungnya perkecambahan, karena didukung oleh kelembaban lingkungan yang besar/tinggi; Kelembaban lingkungan yang tinggi merupakan lingkungan yang cocok bagi organisme perusak misalnya jamur,
dengan demikian benih akan banyak mengalami kerusakan (Kartasapoetra, 2003).
Kendala utama dalam penyimpanan benih kakao adalah banyaknya benih berkecambah karena tidak memiliki masa dormansi. Berkaitan dengan hal itu berbagai usaha  untuk mencegah perkecambahan dalam penyimpanan telah dilakukan oleh peneliti untuk mempertahankan daya kecambah selama  penyimpanan. Penelitian Ashiru (1970) mempelajari pengaruh aerasi selama  penyimpanan terhadap daya tumbuh benih. Hasilnya benih kakao yang disimpan di dalam kantong plastik yang diberi lubang aerasi, daya tumbuhnya lebih tinggi  daripada benih yang disimpan didalam wadah tertutup.
Polyethylene glycol (PEG)  Polyethylene glycol  (PEG)  dengan rumus molekul (HO-CH2-(CH2-O-CH2)x-CH2-OH) merupakan  senyawa polimer berantai panjang, tidak berubah (inert), bukan ionik dan tidak beracun (Krizek, 1985). PEG-6000, biasa dipakai  untuk menciptakan substrat bertekanan osmosis tinggi tanpa dampak peracunan (Sadjad, 1994).
             PEG-6000 adalah polyethylene Glycol H (O-CH2-CH2)nOH  harga n 158
dan 204 dengan BM 7000 sampai 9000. Berupa serbuk licin putih atau potongan
putih kuning gading, praktis tidak berbau dan tidak berasa. Kelarutan PEG-6000
yaitu mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P dan dalam kloroform P, serta
praktis tidak larut dalam eter P. PEG 6000 mempunyai berat jenis 1.080 g/cm3,
titik lebur 550C sampai 630 C, titik beku 550 C sampai 610 C. Khasiatnya sebagai
zat tambahan
Berdasarkan sifat fisik dan berat molekulnya PEG tersedia dalam berbagai
formulasi tetapi yang paling umum digunakan dalam penelitian fisiologi tanaman
ialah PEG 6000 (Michele and Kaufman, 1973).  PEG bersifat mempertahankan
Universitas Sumatera Utarapotensi osmotik sel yang dapat digunakan untuk membatasi perubahan kadar air dan O2 pada medium perkecambahan atau penyimpanan sehingga molekul  PEG  yang berada di luar membran sel benih akan membentuk lapisan tipis yang melindungi benih dan berfungsi sebagai penyangga kadar air benih dan keluar masuknya oksigen (Rahardjo, 1986). Hasil penelitian benih kakao terdahulu pada perlakuan tanpa dan dengan PEG 20 persen benih kakao yang disimpan telah mengeluarkan akar dan telah berkecambah setelah disimpan selama 2 (dua) minggu, sedangkan pada penyimpanan konsentrasi 40 dan 60 persen tidak didapati  benih yang berkecambah sampai penyimpanan 5 (lima) minggu (Adelina, 1997). Pemakaian
PEG sangat berhasil dilakukan pada tanaman karet, hasil penelitian  menunjukkan peranan PEG dalam menekan absorbsi air ke dalam benih, pada perlakuan PEG 45%  disertai lama penyimpanan hingga 16 hari mampu menghasilkan perkecambahan karet sebesar 70 %.rada di luar membran sel benih akan membentuk lapisan tipis yang melindungi benih dan berfungsi sebagai penyangga kadar air benih dan keluar masuknya oksigen
Hasil penelitian benih kakao terdahulu pada perlakuan tanpa dan dengan
PEG 20 persen benih kakao yang disimpan telah mengeluarkan akar dan telah
berkecambah setelah disimpan selama 2 (dua) minggu, sedangkan pada penyimpanan konsentrasi 40 dan 60 persen tidak didapati  benih yang berkecambah sampai penyimpanan 5 (lima) minggu (Adelina, 1997). Pemakaian
PEG sangat berhasil dilakukan pada tanaman karet, hasil penelitian menunjukkan peranan PEG dalam menekan absorbsi air ke dalam benih, pada perlakuan PEG 45% disertai lama penyimpanan hingga 16 hari mampu menghasilkan perkecambahan karet sebesar 70 %.
Perkecambahan benih
Perkecambahan merupakan proses metabolisme biji hingga dapat
menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah yaitu plumula dan radikula.Definisi perkecambahan adalah jika sudah dapat dilihat atribut perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai. Setiap biji yang dikecambahkan ataupun yang
diujikan tidak selalu prosentase pertumbuhan  kecambahnya sama, hal ini dipengaruhi   berbagai macam faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan
Kakao memiliki tipe perkecambahan epigeal  yakni  perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah. Dalam proses perkecambahan, setelah radikula menembus kulit benih, hipokotil memanjang melengkung menembus ke atas permukaan tanah.  Setelah hipokotil menembus permukaan tanah, kemudian hipokotil meluruskan diri dan dengan cara demikian kotiledon yang masih tertangkup tertarik ke atas permukaan tanah juga.  Kulit benih akan tertinggal di permukaan tanah, dan selanjutnya kotiledon membuka dan daun pertama (plumula) muncul ke udara.   Beberapa saat kemudian, kotiledon meluruh dan jatuh ke tanah
Pembibitan
  • Biji kakao untuk benih diambil dari buah bagian tengah yang masak dan sehat dari tanaman yang telah cukup umur.
  • Sebelum dikecambahkan benih harus dibersihkan lebih dulu daging buahnya dengan abu gosok.
  • Karena biji kakao tidak punya masa istirahat (dormancy), maka harus segera dikecambahkan.
  • Pengecambahan dengan karung goni dalam ruangan, dilakukan penyiraman 3 kali sehari.
  • Siapkan polibag ukuran 30 x 20 cm (tebal 0,8 cm) dan tempat pembibitan.
  • Campurkan tanah dengan pupuk kandang (1 : 1), masukkan dalam polibag.
  • Sebelum kecambah dimasukkan tambahkan 1 gram pupuk TSP / SP-36 ke dalam tiap-tiap polibag.
  • Benih dapat digunakan untuk bibit jika 2-3 hari berkecambah lebih 50%.
  • Jarak antar polibag 20 x 20 cm lebar barisan 100 cm.
  • Tinggi naungan buatan disesuaikan dengan kebutuhan sehingga sinar masuk tidak terlalu banyak.
  • Penyiraman bibit dilakukan 1-2 kali sehari.
  • Penyiangan gulma melihat keadaan areal pembibitan.
  • Pemupukan dengan N P K ( 2 : 1 : 2 ) dosis sesuai dengan umur bibit, umur 1 bulan : 1 gr/bibit, 2 bulan ; 2 gr/bibit, 3 bulan : 3 gr/bibit, 4 bulan : 4 gr/bibit. Pemupukan dengan cara ditugal.
  • Siramkan POC NASA dengan dosis 0,5 - 1 tutup/pohon diencerkan dengan air secukupnya atau semprotkan dengan dosis 4 tutup/tangki setiap 2-4 minggu sekali.
  • Penjarangan atap naungan mulai umur 3 bulan dihilangkan 50% sampai umur 4 bulan.
Amati hama & penyakit pada pembibitan, antara lain ; rayap, kepik daun, ulat jengkal, ulat punggung putih, dan ulat api. Jika terserang hama tersebut semprot dengan PESTONA dosis 6-8 tutup/tangki atau Natural BVR dosis 30 gr/tangki. Jika ada serangan penyakit jamur Phytopthora dan Cortisium sebarkan Natural GLIO yang sudah dicampur pupuk kandang selama + 1 minggu pada masing-masing pohon
Jenis Jenis Kakao
Kakao merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia, karena kakao termasuk salah satu dari tiga komoditas dari sektor perkebunan yang memberikan sumbangan devisa yang sangat tinggi yaitu dengan nilai sebesar US $ 701 juta.  Kualitas kakao Indonesia tidak kalah dari beberapa Negara produsen kakao seperti dari Ghana. Jika kakao Indonesia diproses secara fermentasi maka rasa dan aromanya tidak kalah dengan kakao yang berasal dari Ghana. Kakao Indonesia memiliki keunggulan yaitu tidak mudah meleleh sehingga dapat digunakan untuk proses blending.
Ada tiga jenis kakao yaitu, jenis pertama adalah jenis criollo. Jenis ini merupakan tanaman kakao yang menghasilkan biji cokelat yang mutunya sangat baik dan dikenal dengan cokelat mulia, ciri cirinya adalah buahnya berwarna merah atau hijau, kulit buahnya tipis berbintil-bintil kasar dan lunak. Biji buahya berbentuk bulat telur beruuran besar dengan kotiledon berwarna putih pada waktu basah. Jumlah jenis ini ada sekitar ± 7% dan dihasilkan di Indonesia, ekuador, Venezuela, jamaika, dan Sri lanka.
Jenis kedua adalah jenis forestero, jenis ini merupakan jenis tanaman kakao yang memiliki mutu sedang atau bulk kokoa. Ciri ciri jenis ini adalah buahnya berwarna hijau, kulitnya tebal, biji buahnya tipis atau gepeng dan kotiledonnya berwarna ungu pada waktu basah. Jumlah jenis forestero adalah ± 93% dari produksi kakao dunia merupakan jenis bulk yang dihasilkan di afrika barat, brasil dan dominika.
Jenis yang ketiga adalah jenis trinatario,jenis ini merupakan hybrida dari jenis criollo dengan jenis forestero secara alami, sehingga jenis ini sangat heterogen, kakao trinatario menghasilkan biji yang termasuk fine flavour cocoa ada yang termasuk bulk cocoa. Buahnya berwarna hijau atau merah dan bentuknya bermacam-macam, biji buahnya juga bermacam-macam dengan kotiledon berwarna ungu muda sampai ungu tua pada waktu basah.
2.1.3.Deskripsi benih kakao
Benih kakao merupakan benih rekalsitran, yang tidak memiliki masa dormansi dan berkadar air tinggi. Benih kakao perlu dipertahankan viabilitasnya selama penyimpanan/pengiriman sampai ke tujuan penanaman. Disamping itu, dalam proses produksi benih konvensional proses pengangin-anginan masih dikawatirkan adanya kadar air benih kakao yang tidak seragam karena sangat tergantung kinerja pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mencari suhu pengeringan mekanis yang optimal dengan nilai viabilitas tetap tinggi terhadap lama penyimpannya. Aspek pengamatan dilakukan pada tahap proses pengeringan mekanis tipe bak, meliputi: suhu, sumber panas, tekanan statis plenum, keseragaman kadar air, proses penurunan berat selama pengeringan dan kerusakan mekanis yang timbul. Selanjutnya benih kakao dilakukan pengamatan pada aspek lama penyimpanan pada tiap periode akhir minggu yaitu 1, 2, 3 dan 4 minggu, meliputi: serangan jamur, kadar air, daya kecambah/viabilitas dan kecepatan kecambah, uji warna, kandungan senyawa kimia dan Daya Hantar Listrik (DHL). Bahan yang digunakan adalah benih kakao unggul (klon TSH 858 dan ICS 13) dilakukan proses pengeringan secara komposit, dengan prosedur: benih kakao diproses dengan menggunakan alat-alat mekanis yang biasanya dipakai sebagai sarana produksi pengolahan biji kakao selanjutnya dimasukan pengering mekanis yaitu 3 perlakuan suhu (T-High, T-Medium, T-Low) dan benih kakao diproses secara konvensional yaitu 2 perlakuan; masukan pengering mekanis (T-Medium-K) dan pengangin-anginan (K). Metode analisis data dengan sidik korelasi linier sederhana, digunakan untuk mengukur derajat hubungan linier antara kontrol dengan perlakuan dimana hubungan sebab dan akibatnya dipengaruhi banyak faktor. Pengeringan mekanis tipe bak bisa dipergunakan untuk pengeringan benih, yaitu optimal pada suhu 34-37 0C [T-Medium], waktu pengeringan benih tanpa testa lebih cepat [40menit], kadar air benih lebih seragam, kerusakan mekanis sangat rendah [1-2mm, frekuensi ≤2], daya kecambah benih tetap tinggi.  Penyimpanan benih kakao yang bertesta mampu bertahan lebih lama sampai minggu ke-4 daya kecambah masih sekitar 83,33% dibandingkan benih tanpa testa pada minggu ke-4 sudah terserah jamur semua, daya kecambah 0%. Nilai daya kecambah pada minggu ke-2 berturut-turut dari T-High, T-Medium, T-Low adalah 86.67%, 90.00% dan 76.67%. Sedangkan benih kakao yang tanpa testa T-Medium-K dan K adalah 50.00% dan 60.00%. Perlakuan suhu pada pengeringan mekanis beda nyata mempengaruhi Daya kecambah, lama pengeringan dan kadar air seragam tetapi tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap kandungan biokimia benih kakao. Sedangkan lama penyimpanan benih menunjukkan beda nyata terhadap daya kecambah, kandungan biokimia (lemak dan protein) dan nilai uji Daya Hantar Listrik (DHL) benih kakao.
DeskripsiAlternatif:

Benih kakao merupakan benih rekalsitran, yang tidak memiliki masa dormansi dan berkadar air tinggi. Benih kakao perlu dipertahankan viabilitasnya selama penyimpanan/pengiriman sampai ke tujuan penanaman. Disamping itu, dalam proses produksi benih konvensional proses pengangin-anginan masih dikawatirkan adanya kadar air benih kakao yang tidak seragam karena sangat tergantung kinerja pekerja. Penelitian ini bertujuan untuk mencari suhu pengeringan mekanis yang optimal dengan nilai viabilitas tetap tinggi terhadap lama penyimpannya. Aspek pengamatan dilakukan pada tahap proses pengeringan mekanis tipe bak, meliputi: suhu, sumber panas, tekanan statis plenum, keseragaman kadar air, proses penurunan berat selama pengeringan dan kerusakan mekanis yang timbul. Selanjutnya benih kakao dilakukan pengamatan pada aspek lama penyimpanan pada tiap periode akhir minggu yaitu 1, 2, 3 dan 4 minggu, meliputi: serangan jamur, kadar air, daya kecambah/viabilitas dan kecepatan kecambah, uji warna, kandungan senyawa kimia dan Daya Hantar Listrik (DHL). Bahan yang digunakan adalah benih kakao unggul (klon TSH 858 dan ICS 13) dilakukan proses pengeringan secara komposit, dengan prosedur: benih kakao diproses dengan menggunakan alat-alat mekanis yang biasanya dipakai sebagai sarana produksi pengolahan biji kakao selanjutnya dimasukan pengering mekanis yaitu 3 perlakuan suhu (T-High, T-Medium, T-Low) dan benih kakao diproses secara konvensional yaitu 2 perlakuan; masukan pengering mekanis (T-Medium-K) dan pengangin-anginan (K). Metode analisis data dengan sidik korelasi linier sederhana, digunakan untuk mengukur derajat hubungan linier antara kontrol dengan perlakuan dimana hubungan sebab dan akibatnya dipengaruhi banyak faktor. Pengeringan mekanis tipe bak bisa dipergunakan untuk pengeringan benih, yaitu optimal pada suhu 34-37 0C [T-Medium], waktu pengeringan benih tanpa testa lebih cepat [40menit], kadar air benih lebih seragam, kerusakan mekanis sangat rendah [1-2mm, frekuensi ≤2], daya kecambah benih tetap tinggi. Penyimpanan benih kakao yang bertesta mampu bertahan lebih lama sampai minggu ke-4 daya kecambah masih sekitar 83,33% dibandingkan benih tanpa testa pada minggu ke-4 sudah terserah jamur semua, daya kecambah 0%. Nilai daya kecambah pada minggu ke-2 berturut-turut dari T-High, T-Medium, T-Low adalah 86.67%, 90.00% dan 76.67%. Sedangkan benih kakao yang tanpa testa T-Medium-K dan K adalah 50.00% dan 60.00%. Perlakuan suhu pada pengeringan mekanis beda nyata mempengaruhi Daya kecambah, lama pengeringan dan kadar air seragam tetapi tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap kandungan biokimia benih kakao. Sedangkan lama penyimpanan benih menunjukkan beda nyata terhadap daya kecambah, kandungan biokimia (lemak dan protein) dan nilai uji Daya Hantar Listrik (DHL) benih kakao.
2.1.4.Permasalahan input pada subsistem hulu
          Dalam memperoleh bibit kakao yang unggul di daerah provinsi riau di karenakan tanaman kakao banyak di budidayakan di pulau jawa dan sekitarnya,oleh karena itu banyak penditribusian bibit kakao di peroleh dari pulau jawa. Padahal di daerah riau kakao sngat cocok untuk di budidayakan tumpang sari di bawah pohon sawit,dan memperoleh batang induk yang masih murni dan bebas dari hama dan pnyakit,karena di daerah ini umumnya kakao varietas lokal
2.1.5.Penyelesaian masalah(5w+1h)
Apa..
permasalahan yang sering dihadapi di dalam perbenihan
biasanya benih yang akan kita distribusikan mengalami kendala di dalam proses ketahanan benih
mengapa…
Karena benih yang di hasilkan untuk proses distribusi belum sepenuhnya maksimal di dalam proses pengolahan benih

Kapan…
Sebaiknya pendistrinusian benih di lakukan tepat waktu dan sasaran supaya petani tidak dapat terkendala dan benih tetap dalam kedaan baik


Dimana..
            Dilakukan packing yang baik,dimana supaya benih atau bibit kakao tidak mengalami kerusakan pada saat penditribusian dan tidak stress pada saat penanaman
Siapa…
            Pada bagian ditribusi dan sertifikasi yang harus bekerja ekstra keras supaya benih kakao dapat ter cukupi dan terjamin kualitasnya
Bagaimana..
            Melakukan riset data tentang apa saja yang di keluhkan petani dalam memperoleh benih kakao,maka kita dapat mengetahui bagagaimana cara kita mengatasi msalah tersebut,dengan mendatangkan benih unggul dari pulau jawa



2.1.6.Visi,Misi,Tujuan dan Sasaran perusahaan   
Visi
Mewujudkan perusahaan sebagai pusat sentral produksi pembibitan kakao terpadu
Misi
1.Menghasilkan benih bersetifikat
2.Menghasilkan benih kakao yang berkualitas dan berumur genjah
3.Menghasilkan benih kakao yang tahan terhadap hama dan penyakit
Tujuan
Agar memudahkan petani dalam memperoleh bibit unggul secara cepat dan tepat
SASARAN
1.Memudahkan masyarakat yang ada di lingkungan perusahaan
2.Perusahaan dapat memenuhi kebutuhan benih dalam negeri dalam jumlah                                               yang banyak
PROGRAM
-Mengadakan pelatihan kepada karyawan dan masyarakat sekitar
-Melakukan penelitian di dalam teknik pembibitan kultur jaringan kakao
2.1.7.BENTUK PERUSAHAAN
          CV.THEOBROMA CACAO
D
2.1.8.Pengorganisasian(organizing)

DIREKTUR
SUSYANTO
                                                                                                                                                                                         
                                   

M.PERLENGKAPAN
NUR HALIMAH

M.PRODUKSI
THUTI

M.PENJUALAN
MAYSARAH

PEMBIBITAN DAN PEMELIHARAN
LEGIMAN

M.KEUANGAN
FIKRIATUL F

SERTIFIKASI
WAN FIRZARISKA N
 








BAB III
KESIMPULAN

            Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dalam kegiatan pemupukan tanaman kakao harus diperhatikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyerapan pupuk. Karena pemupukan akan menjadi sia-sia apabila tidak didukung oleh kondisi lingkungan yang menyebabkan penyerapan pupuk tidak optimal.

            Factor benih juga sangat mempengaruhi terhadap keberhasilan budidaya kakao,oleh karena itu dalam proses pemilihan benih kakao kita harus menggunakan benih yang berkualitas baik dan bersertifikat.

            Dalam era globalosasi saat ini teknologi sangat mendukung dalam proses pengolahan biji kakao,sehingga dapat mempermudah untuk petani menjual dan mengolah hasil dari tanaman kakao tersebut,sehingga menambah nilai jual dari bji kakao tersebut dan dpat meningkatkan mutu dan kualitas dari kakao Indonesia.















DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2012.http://Google.com.Budidaya kakao.(Diakses tanggal 11 oktober2012)
Anonim.2012.http://Google.com.Benih kakao.(Di akses tanggal 18 oktober 2012)
Arsyad, S.. 1982. Pengawetan Tanah dan Air. Bogor. Institut Pertanian Bogor.
Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah.
PPKKI. 2008. Panduan lengkap Budidaya Kakao. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. Jakarta.
Sabiahan, S. 1982. Bahan Kuliah Pupuk dan Pemupukan. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian, Departemen Ilmu Tanah.
Wahyudi, T., Panggabean, T.R., dan Pujiyanto. 2008. Panduan Lengkap Kakao Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Jakarta.


0 komentar:

Posting Komentar