Minggu, 20 April 2014

Pengertian dan Hukum Bayi Tabung Menurut Islam



بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Program Bayi tabung atau pembuahan in vitro adalah sebuah tehnik pembuahan atau bayi tbg reproduksi dimana sel telur(ovum) dibuahi diluar tubuh wanita. Bayi tabung adalah suatu metode untuk mengatasi masalah kesuburan (keturunan) dimana akan dilakukan bila metode lainnya sudah tidak berhasil. Adapun proses dari bayi tabung itu sendiri adalah mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, yaitu pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sperma dilakukan dalam sebuah medium cair. 
Tentang Program Bayi Tabung
Program bayi tabung adalah suatu tehnik rekayasa reproduksi dengan mempertemukan sel telur matang dan sperma diluar tubuh manusia ( In vitro fertilizition ). Tehnik ini sekarang menjadi semakin diminati oleh pasangan yang sulit mempunyai keturunan. Meskipun memerlukan pengorbanan dan biaya yang tidak sedikit. Sebelum melakukan program bayi tabung disarankan bagi pasangan suami istri sebaiknya konsultasi ke dokter untuk memahami prosedur, peluang dan resiko mengenai program ini. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dan menambah kesiapan mental bagi pasangan suami istri.
Sedangkan peluang untuk hamil dalam program bayi tabung ditentukan oleh banyak faktor. Diantaranya adalah usia wanita, cadangan sel telur, lamanya gangguan kesuburan yang di alami pasangan, riwayat ada atau tidaknya kehamilan sebelumnya, derajat kelainan, sarana dan fasilitas tehnologi laboratorium serta ilmu dan pengalaman dari tenaga medis dari rumah sakit yang akan melakukan program bayi tabung itu sendiri. Tetapi dari semua itu faktor terpenting yang menentukan kehamilan adalah usia wanita. Semakin tua usia wanita semakin sedikit pula peluang kehamilan atau keberhasilan dari program itu.
Sejatinya, tekonologi ini telah dirintis oleh  PC Steptoe dan RG Edwards pada 1977. Hingga kini, banyak pasangan yang kesulitan memperoleh anak, mencoba menggunakan teknologi bayi tabung.
Hukum Bayi Tabung
Lalu bagaimanakah  hukum bayi tabung dalam pandangan Islam? Dua tahun sejak ditemukannya teknologi ini, para ulama di Tanah Air telah menetapkan fatwa tentang bayi tabung/inseminasi buatan.
1. Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam fatwanya menyatakan bahwa :
1.      'Bayi tabung dengan sperma dan ovum dari pasangan suami-istri yang sah hukumnya mubah (boleh). Sebab, ini termasuk ikhtiar yang berdasarkan kaidah-kaidah agama.'
2.      Namun, para ulama melarang penggunaan teknologi bayi tabung dari pasangan suami-istri yang dititipkan di rahim perempuan lain. ''Itu hukumnya haram,'' papar MUI dalam fatwanya. Apa pasal? Para ulama menegaskan, di kemudian hari  hal itu akan menimbulkan masalah yang rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan."
3.      Para ulama MUI dalam fatwanya juga memutuskan, bayi tabung dari sperma yang dibekukan dari suami yang telah meninggal dunia hukumnya haram.''Sebab, hal ini akan menimbulkan masalah yang pelik, baik dalam kaitannya dengan penentuan nasab maupun dalam hal kewarisan,'' papar fatwa itu.
4.      Lalu bagaimana dengan proses bayi tabung yang sperma dan ovumnya tak berasal dari pasangan suami-istri yang sah? MUI dalam fatwanya secara tegas menyatakan hal tersebut hukumnya haram. Alasannya, statusnya sama dengan hubungan kelamin antarlawan jenis di luar penikahan yang sah alias zina.
2. Nahdlatul Ulama (NU) juga telah menetapkan fatwa terkait masalah ini dalam forum Munas Alim Ulama di Kaliurang, Yogyakarta pada 1981.Ada tiga keputusan yang ditetapkan ulama NU terkait masalah bayi tabung: 
1.    Apabila mani yang ditabung dan dimasukan ke dalam rahim wanita tersebut ternyata bukan mani suami-istri yang sah, maka bayi tabung hukumnya haram. Hal itu didasarkan pada sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas r.a, Rasulullah SAW bersabda, ''Tidak ada dosa yang lebih besar setelah syirik dalam pandangan Allah SWT, dibandingkan perbuatan seorang lelaki yang meletakkan spermanya (berzina) di dalam rahim perempuan yang tidak halal baginya.''
2.  Apabila mani yang ditabung tersebut mani suami-istri, tetapi cara mengeluarkannya tidak muhtaram, maka hukumnya juga haram.  ''Mani muhtaram adalah mani yang keluar/dikeluarkan dengan cara yang tidak dilarang oleh syara','' papar ulama NU dalam fatwa itu.Terkait mani yang dikeluarkan secara muhtaram, para ulama NU mengutip dasar hukum  dari Kifayatul Akhyar II/113. ''Seandainya seorang lelaki berusaha mengeluarkan spermanya (dengan beronani) dengan tangan istrinya, maka hal tersebut diperbolehkan, karena istri memang tempat atau wahana yang diperbolehkan untuk bersenang-senang.'' 
3.  Apabila mani yang ditabung itu mani suami-istri dan cara mengeluarkannya termasuk muhtaram,serta dimasukan ke dalam rahim istri sendiri, maka hukum bayi tabung menjadi mubah (boleh).
3. Meski tak secara khusus membahas bayi tabung, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah juga telah menetapkan fatwa terkait boleh tidaknya menitipkan sperma suami-sitri di rahim istri kedua. Dalam fatwanya, Majelis Tarjih dan Tajdidmengungkapkan:
1.      berdasarkan ijitihad jama'i yang dilakukan para ahli fikih dari berbagai pelosok dunia Islam, termasuk dari Indonesia yang diwakili Muhammadiyah, hukum inseminasi buatan seperti itu termasuk yang dilarang. ''Hal itu disebut dalam ketetapan yang keempat dari sidang periode ketiga dari Majmaul Fiqhil Islamy dengan judul Athfaalul Anaabib (Bayi Tabung),'' papar fatwa Majelis Tarjih PP Muhammadiyah. Rumusannya, ''Cara kelima inseminasi itu dilakukan di luar kandungan antara dua biji suami-istri, kemudian ditanamkan pada rahim istri yang lain (dari suami itu) ...  hal itu dilarang menurut hukum syarak.''Sebagai ajaran yang sempurna, Islam selalu mampu menjawab berbagai masalah yang terjadi di dunia modern, saat ini.


0 komentar:

Posting Komentar