Minggu, 09 Juli 2017

Laporan akhir Praktek Kerja Lapangan (PKP)

                                                                 


  I.       PENDAHULUAN


1.1.  Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq.) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi terpenting di sektor pertanian, hal ini dikarenakan kelapa sawit mampu menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya jika dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak atau lemak lainnya. Selain itu kelapa sawit juga memiliki banyak manfaat yaitu sebagai bahan bakar alternatif biodisel, bahan pupuk kompos, bahan baku industri lainnya seperti industri kosmetik, industri makanan, dan sebagai obat.
Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup baik, karena permintaan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar, tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di luar negeri. Oleh sebab itu, sebagai negara tropis yang masih memiliki lahan yang cukup luas, Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit.       
Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1980 mencapai 294.560 ha dengan produksi  CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini di dukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan (PIR-bun). Perkebunan besar merupakan perkebunan sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar di berbagai sentra produksi, seperti Sumatra dan Kalimatan.
          Salah satu perusahaan swasta yang bergerak di sektor perkebunan  dan pabrik kelapa sawit  (PKS) adalah perusahaan PT. Salim Ivomas Pratama Tbk & Subs perusahaan yang memproduksi tandan buah segar dengan crude palm oil (CPO) sebagai produk olahan. Pencapaian hasil produksi kelapa sawit yang tinggi dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu faktor lingkungan, faktor genetik dan teknik budidaya. Faktor lingkungan meliputi iklim, dan kelas kesesuaian lahan. Faktor genetik meliputi penggunaan bahan tanam/varietas tanaman kelapa sawit yang unggul. Teknik budidaya kelapa sawit merupakan faktor yang penting dalam memaksimalkan potensi produksi kelapa sawit. Teknik budidaya yang tidak sesuai dengan standar rekomendasi dapat mempengaruhi produksi tandan buah segar (TBS). Salah satu teknik budidaya yang harus diperhatikan adalah pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan tanaman kelapa sawit meliputi pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, pengendalian gulma, pemangkasan, kastrasi dan  penyerbukan buatan.
          Hama dan penyakit adalah salah satu faktor penting yang harus di perhatikan dalam pembudidayaan kelapa sawit . akibat yang di timbulkannya sangat besar, seperti penurunan produksi bahkan kematian tanaman. Hama dan penyakit dapat menyerang tanaman kelapa sawit mulai dari pembibian hingga tanaman menghasilkan. Sebagian besar hama yang menyerang adalah golongan serangga (insekta) dan sebagian lagi golongan mamalia, sedangkan penyakit yang menyerang kelapa sawit  di sebabkan oleh mikroorganisme jamur, bakteri, dan virus.


1.2.  Tujuan
Tujuan kegiatan Praktek kerja profesi ini adalah :
a.              Meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis tentang pemeliharaan tanaman kelapa sawit terutama pengendalian hama pengganggu tanaman diperkebunan kelapa sawit .
b.             Melatih dan meningkatkan ketrampilan mahasiswa di bidang perkebunan atau usaha pertanian lainya untuk lebih siap memasuki dunia kerja.
c.              Sebagai studi banding antara teori yang didapatkan di bangku kuliah dengan pelaksanaan teknis di lapangan.
d.             Melatih mahasiswa bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan lapang­an, sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang diterimanya.
2.3. Manfaat
a)            Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu dan ketrampilan pada keadaan nyata di lapangan atau dunia kerja.
b)            Terciptanya kerjasama yang saling menguntungkan antara perguruan tinggi dengan perusahaan atau instansi lain.
c)            Mahasiswa mampu mandiri dan berkompeten dalam membuka atau menciptakan peluang kerja bagi diri sendiri atau masyarakat di lingkungan sekitarnya.




 

II.       TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) adalah salah satu tanaman penghasil minyak nabati yang sangat penting. Tanaman ini tumbuh sebagai tanaman liar ( tanaman hutan ) dan sebagai tanaman yang di budidayakan  di daerah Tropis Asia Tenggara, Amerika Latin dan Afrika ( Setyamidjaja, 1994).
Menurut Pahan (2006), sistematika tanaman kelapa sawit ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi Spermatophyta, Kelas Angiospermae, Ordo Monocotyledoneae, Famili Arecaceae (dahulu disebut Palmae), Subfamili Cocoideae, Genus Elaeis, Spesies Elaeis guineensis Jacq. Tiga species yang cukup dikenal pada tanaman sawit, yaitu melanococca, odora dan guineensis.
Menurut Setyamidjaja (2003), tanaman kelapa sawit dapat di bedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian generatif. Bagian vegetatif  kelapa sawit meliputi akar, batang, dan daun. Sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah.
Fauzi (2002), menyatakan bahwa akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerapan unsur hara di dalam tanah dan respirasi tanaman, selain itu juga berfungsi sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhann meter hingga tanamn berumur 25 tahun. Akar tanaman ini tidak berbulu, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan. Tipe perakaran adalah akar serabut. Aakar tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tersier dan kuarter. Akar primer akan tumbuh ke bawah sampai batas permukaan air tanah.
Titik tumbuh batang kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Di batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko, 2008). Pada tahun pertama dan kedua kelapa sawit mengalami pertumbuhan membesar pada bagian pangkal. Setelah tanaman berumur 4 tahun, batang memperlihatkan pertumbuhan memanjang dengan diameter batang kelapa sawit mencapai 60 cm. Pelepah tua pada kelapa sawit yang tersisa setelah proses pemanenan akan terus menempel hingga 11-15 tahun dan setelah itu akan rontok. Fungsi batang kelapa sawit diantaranya adalah sebagai tempat melekatnya daun, bunga dan buah, tempat lalu lintas air dan hara mineral dari akar ke daun serta tempat organ penimbunan zat makanan (Fauzi dkk., 2006).
Daun kelapa sawit merupakan suatu pelepah dengan panjang 9 m yang bertulang sejajar. Jumlah daun bisa mencapai 380 helai dengan panjang 1 helai 120 cm yang melekat pada pelepah. Biasanya dalam pemanenan jumlah pelepah yang ditinggalkan berkisar 48-54 pelepah (Risza, 2012).
Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman berumah satu (monoceus) di mana bunga jantan dengan bunga betina sama – sama terdapat pada satu pohon, dan masing – masing terangkai dalam satu tandan.rangkaina bunga jantan terpisah dengan bunga betina, dan pembentukanya mengikuti siklus terpisah, sehingga kemungkinan terjadinya penyerbukan sendiri sangat kecil. Bunga tersusun membentuk karanagan bunga yang di sebut tandan bunga. Tandan bunga keluar dari ketiak pelepah daun ( Lubis, 1992)
Buah kelapa sawit digolongkan sebagai jenis buah drupe yang terdiri oleh exocarp (lapisan luar), mesocarp (lapisan tengah) dan endocarp (lapisan dalam yang mengandung minyak) (Fauzi et al, 2006). Menurut Risza (2012) bagian tanaman yang menghasilkan minyak inti terdiri dari kulit biji (spermodermis), tali pusat (funiculus) dan inti biji (nucleus seminis). Satu tandan kelapa sawit dewasa dapat menghasilkan kurang lebih 2000 buah.  
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada 130 LU - 120 LS, temperatur optimum untuk tanaman kelapa sawit antara 220C – 230C, menghendaki curah hujan optimal 2.000 mm – 3.000 mm/tahun dengan ketinggian tempat 1 – 500 m dpl, suhu optimum yang dibutuhkan 240C - 280C, lama penyinaran matahari 5 – 7 jam per hari dan kelembapan 80 %  ( Lubis, 1992).
Menurut Pahan (2008), lahan adalah matriks tempat tanaman berada. Tanpa lahan, tanaman kelapa sawit tidak akan ekonomis untuk diusahakan secara komersial. Lahan yang optimal untuk tanaman kelapa sawit harus mengacu pada tiga faktor yaitu lingkungan, sifat fisik lahan dan sifat kimia tanah atau kesuburan tanah. Tanah yang baik digunakan untuk perkebunan kelapa sawit adalah Latosol, Podzolik, Alluvial, dan Gambut. Untuk memperoleh hasil maksimal dalam budidaya kelapa sawit perlu memperhatikan sifat fisik dan kimia tanah di antaranya struktur tanah dan drainase tanah baik, kedalaman solum tanah lebih dari 80 cm, reaksi tanah (pH) 4,0 – 6,0 serta memiliki tekstur tanah ringan.
2.2.Pengendalian Ulat Kantong (Mahasena corbetti Tams)
Hama ulat kantong merupakan hama polifag yang memakan daun dari berbagai jenis spesies tanaman. Informasi dari keseluruhan siklus hidup ulat kantong sangat penting untuk diketahui sebagai dasar pengendalikan hama tersebut. Informasi tentang kelemahan pada siklus hidupnya bisa dipahami dan digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong ini (Kusuma, 2011).
Menurut Triharso (1994), sistematika hama ulat kantong (Mahasena corbetti Tams.) adalah : Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda, Kelas  : Insecta, Ordo  : Lepidoptera, Family : Psychidae, Genus : Mahasena, Species : Mahasena corbetti Tams.
Telur baru ulat kantong berwarna kekuningan, diletakkan berkelompok antara 200-300 telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran diameter 200 μm dan panjang 300 μm. Permukaan telur dilapisi oleh lendir. Setelah 5-8 hari inkubasi telur akan menjadi transparan berisi neonat (larva kecil) yang sedang berkembang. Neonat berwarna coklat gelap dengan warna bercak hitam yang berbeda pada bagian tengah (Basri dan Kevan 1995).
Larva memiliki kantong yang dapat dilepas. Rata-rata jumlah neonat yang menetas dari satu kelompok telur adalah berkisar 140-210 neonat. Larva ulat kantong bersifat polifag. Larva dapat merusak jaringan daun sebesar 66.8%. Sekitar 60-90% neonat akan berkembang menjadi larva instar 2. Perbedaan tiap instar larva dapat dilihat dari perbedaan panjang dari kantongnya. Instar 1 panjangnya 1.6 mm, instar 2 panjangnya 4.6 mm, instar 3 panjangnya 5.9 mm, instar 4 panjangnya 9.5 mm, instar 5 panjangnya 11,3 mm, instar 6 panjangnya 13
mm (Rhainds dkk., 1995).
Masa stadia pupa, larva melekat pada kantong yang berwarna coklat kekuningan. Pupa berukuran 6.1 mm, lebih pendek dari larva. Sex rasio pembentukan imago betina berbanding jantan berkisar antara 10:1 hingga 2:1 (Kok dkk., 2011)
 Imago Mahasena corbetti tams berbentuk ngengat. Imago betina berukuran panjang 5.5 mm dengan diameter 2 mm. Imago jantan berukuran panjang 10-13 mm. Imago betina akan mati beberapa jam setelah mengeluarkan telur dengan jumlah yang besar pada kantongnya dan imago jantan akan hidup sekitar 3-4 hari. Sayap ulat kantong berwarna kecoklatan dengan tubuh yang berwarna hitam dan memiliki rambut (Rhainds dkk., 1995).
Serangan ulat kantong ditentukan oleh dinamika populasi larva. Perbedaan tanaman inang akan berpengaruh terhadap kemampuan larva dalam merusak tanaman. Faktor tekanan (stress) dari luar merupakan faktor negatif dalam perkembangan ulat. Pengurangan nutrisi pada tanaman yang mengakibatkan tanaman mengalami stress juga berpengaruh pada perkembangan ulat. Tanaman dengan nitrogen tinggi akan memberikan nutrisi yang baik untuk ulat kantong dalam perkembangannya (Rhainds dkk., 2009).
Kerusakan yang terjadi akibat serangan hama ini sangat kecil dan akan terjadi kerusakan besar ketika mereka ada dalam jumlah yang sangat besar. Larva muda memakan jaringan epidermis dan larwa yang lebih tua mampu membuat lubang pada daun kelapa sawit. Akan terjadi nekrosis dan skeletonisasi pada jaringan daun. Kerusakan ini akan berdampak pada pertanaman kelapa sawit ke depannya (Basri dan Kevan 1995).
Tanaman dapat kehilangan hasil hingga 40% pada tahun pertama setelah terjadi serangan hama terhadap ratusan hektar pertanaman yang telah mengalami defoliasi. Pada tahun berikutnya pengendalian tidak mampu dilakukan secara sempurna. Batas populasi kritis untuk ulat kantong adalah 5 ekor ulat/pelepah. Ketika jumlah ulat melampaui batas populasi kritis maka akan dilakukan pengendalian (Pahan, 2006)
Menurut Poinar (1979), pengendalian ulat kantong yang dapat di lakukan yaitu dengan pengendalian secara biologis, pengendalian secara fisik, pengendalian secara kimia dan pengendalian secara terpadu.
a.      Pengendalian secara biologis
Parasitoid yang sering digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong antara lain Steinernema. Nematoda Steinernema telah banyak digunakan sebagai agensia hayati bahkan sudah diperdagangkan. Teknik pengendalian hama ini berpotensi mengurangi ketergantungan pada insektisida kimia, yaitu dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida. Selain mudah dikembangbiakkan dan memiliki kemampuan menginfeksi yang tinggi, nematoda ini juga mempunyai kisaran inang yang luas. (Pracaya, 2004)
Menurut Poinar (1979), Steinernema sp. dapat menginfeksi lebih dari 250 spesies serangga yang berasal dari 75 famili. Steinernema sp. dapat menimbulkan penyakit (patogenik) pada serangga. Patogenisitasnya terhadap serangga dibantu oleh interaksi mutualistik dengan bakteri simbion yang hidup dalam saluran pencernaannya (Smigielsky dan Akhurst, 2004). Hubungan mutualistik ini memberikan beberapa keuntungan bagi nematoda, antara lain membunuh inang dengan cepat serta menyediakan nutrisi dan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan dan reproduksi nematoda (Grewal dan Ruisheng, 2007).
b.      Pengendalian secara mekanis
Pengendalian hama secara mekanis mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini biasanya bersifat manual, yaitu dengan cara pemangkasan pelepah yang terdapat banyak larva ulat, mengambil larva yang sedang menyerang dengan tangan secara langsung, menumpuk dan kemudian membakarnya ( Pahan, 2008).
c.       Pengendalian secara kimia
Ulat kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang menggunakan insektisida. Jenis insektisida yang biasa digunakan menggunakan bahan aktif Deltametrin. Contoh produknya adalah Decis 25 EC dengan dosis anjuran 200-300 ml/Ha (Pracaya, 2004)
d.      Penerapan sistem pengendalian hama terpadu
Pengendalian hama terpadu merupakan perpaduan atau kombinasi pengendalian hama secara terpadu (biologi) dan pengendalian secara kimia. Dalam hal serangan hama yang terjadi di perkebunan kelapa sawit, pihak perkebunan mempunyai cara masing-masing dalam pengendaliannya seperti pemakaian insektisida kimia, menggunakan musuh alami serta menggunakan jebakan hama (Pahan, 2008)









III.    METODE PRAKTEK KERJA PROFESI

3.1.             Tempat dPRan Waktu
Praktek kerja profesi ini dilakukan di kebun lubuk raja yang terletak di PT. Serikat Putra Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Kegiatan praktek kerja profesi ini dilakukan selama 1 bulan dari tanggal  19 Januari - 18 Februari 2015
3.2.            Metode Pelaksanaan
Kegiatan Praktek kerja profesi meliputi seluruh kegiatan yang menyangkut aspek teknis di lapangan dan aspek manajerial. Kegiatan yang dilaksanakan di kebun meliputi pemupukan, sensus hama dan penyakit, pengendalian gulma, rawat parit, serta pemanenan. Hasil prestasi kerja dicatat, baik yang dapat dicapai mandor maupun buruh harian lepas (BHL) lainnya, standar kerja, bahan dan alat yang digunakan serta jumlah tenaga kerja dalam setiap kegiatan teknis.
3.3.            Pengamatan dan Pengumpulan Data
Pengumpulan data dan informasi magang dilakukan dengan metode langsung dan tidak langsung dalam mencari data primer maupun data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan langsung terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan aspek teknis dari kegiatan-kegiatan di kebun dan diskusi dengan mandor dan asisten Lapangan.



3.4.            Analisis Data dan Informasi
Hasil dari kegiatan Praktek kerja profesi digunakan sebagai bahan analisis untuk bahan laporan yang ditekankan pada aspek kegiatan pengendalian hama ulat kantong. Hasilnya berupa data pengamatan, pengumpulan informasi, dan data mengenai segi teknis dan manajemen di kebun. Data primer diperoleh dengan metode diskusi dan pengamatan lapangan.
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari studi literatur dan mempelajari laporan manajemen (arsip kebun, laporan bulanan, dan laporan tahunan) serta dokumentasi kebun. Dari data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan metode deskriptif.














IV.    DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN

4.1.   Deskripsi Perusahaan
PT. Serikat Putra merupakan perusahaan yang bergerak di bidang Perkebunan Kelapa sawit murni. PT Serikat Putra berlokasi di Desa SialangGodang, Kecamatan Bandar Petalangan, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau. PT. Serikat Putra merupakan anak perusahaan dari PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk yang berkedudukan di Jakarta Jl. Jendral Sudirman Kav.76-78 Sudirman Plaza, lt 11 & 12.
Gambar 2. profil tanah dan luas wilayah per tahun tanam kebun lubuk raja
Sumber : PT Serikat Putra; data diolah
PT. Serikat Putra mulai dibangun secara bertahap sejak tahun 1988 dengan wilayah kerja meliputi total areal seluas 12.474 ha yang terdiri dari Kebun Lubuk Raja dan Kebun Bukit Raja serta PKS LRF. Luas areal kebun yang diusahakan adalah 11.925 Ha, terdiri dari :
·         KebunLubuk Raja : 6.824  Ha
·         Kebun Bukit Raja : 5.101  Ha
PT. Serikat Putra dilengkapi dengan 1 (satu) unit pabrik kelapa sawit yaitu PKS Lubuk Raja dengan jumlah tenaga kerja lebih kurang 2.500 orang yang berasal dari masyarakat sekitar perusahaan dan beberapa propinsi di Sumatera dan Jawa. Secara geogafis, PT. Serikat Putra menaungi beberapa desa yang berada dalam wilayah HGU yakni : Desa Sialang Godang, Desa Air Terjun, Desa Sialang Bungkuk, Desa Lubuk Raja, Desa Lubuk Keranji Timur, Desa Sialang Kayu Batu, Desa Lubuk Mandian Gajah, Desa Lubuk Keranji, Desa Angkasa, Desa Pompa Air, Desa Tambun, Desa Terbangiang, Desa Lubuk Terap, Desa Merbau, Desa Angkasa, Desa Pompa Air, Desa Tanjung Air Hitam, Dusun Simp. Pancing Dusun Puncak Indah
4.2.   Profil wilayah
Gambar 3 . Profil luas tanam kebun lubuk raja






Sumber :PT Serikat Putra; data diolah
            Kebun lubuk raja dibagi dalam 6 blok, dimulai dari blok A9 – A53, B10 - B53, C16  - C53, D5 – D53, E4 – E53 dan F3 – F53. Total luas wilayah kebun lubuk raja adalah 7.137 hektar. Kebun lubuk raja dibagi menjadi 6 divis, yakni ; divisi I, II, III, IV, V, dan VI dengan luas lahan sebesar 6824 hektar. Luas tersebut belum termasuk areal Prasarana seperti emplasmen, jembatan dan pabrik yang luasnya 313 hektar. Jika ditotal luas areal dari kebun lubuk raja adalah sebesar 7137 hektar. Divisi I memiliki luas area sebesar 1127 hektar, divisi II 1178 ha, divisi III 1218 ha, divisi IV 1290 ha, divisi V 1117 ha, dan divisi VI seluas 1207 ha. 
a.   Divisi I
            Divisi I struktur tanah mineral datar dengan satuan hektar tanam sebanyak 2473 hektar atau sebesar 34,7% dari seluruh luas arela perkebunan lubuk raja. Divisi I dimulai dari blok C6 – C12, D5 – D16, E4 – E14, dan F3 hingga F16. Terdapat 313 hektar lahan yang dipake untuk prasarana di divisi I. Sebagian besar sawit di divisi I ditahun pada tahun 1988 seluas 1064 hektar, tahun 1989 seluas 334 hektar, tahun 1990 435 hektar, 1991 559 hektar dan tahun 1994 seluas 8 hektar.
b.   Divisi II
            Divisi II memiliki struktur tanah yang didominasi low land dengan sedikit daerah berbukit. Divisi II memliki wilayah dari A9 – A24, B10 – B24, CD16 – D25, C16 – C24, D16 – D25. Divisi II memiliki luas lahan seluas 1178 ha, dengan luas lahan yang di tanami seluas 1122 ha dan untuk emplasmen dan jembatan seluas 56 ha. Sawit di divisi II ditanam pada tahun 1988 seluas 384 ha, 1989 seluas 372 ha dan 1990 seluas 359 ha.
c.  Divisi III
            Divisi III memliki struktur tanah yang didominasi tanah mineral berbukit dan sedikit tanah mineral low  land. Divisi III memiliki wilayah dari blok A25 - A38, B25 – B36, C26 – 36, D26 – D30. Divisi III memiliki luas lahan 1218 ha dengan luas lahan yang ditanami seluas 1182 ha dan jalan & jembatan seluas 36 ha. Divisi III memiliki Pohon kelapa sawit yang di tanam tahun 1990 seluas 848 ha, tahun 1991 182 ha, 1995 124 ha, 1996 20 ha dan 1998 8 ha. Sedangkan luas areal untuk jalan dan jembatan seluas 36 ha.
d.   Divisi IV
            Divisi IV memiliki struktur tanah mineral yang di dominasi oleh tanah mineral berbukit dan sedikit tanah menieral dataran rendah. Divisi IV memiliki wilyah dari blok A39 – A53, B37 – 53, C37 – C53. Divisi IV memiliki luas areal 1290 ha dengan luas areal yang ditanam 1249 ha dan luas areal untuk jalan & jembatan seluas 41 ha. Divisi IV terdiri dari pohon kelapa sawit yang ditanam tahun 1990 seluas 234 ha, 1991 seluas 887 ha, dan tahun 1994 128 ha.
e.    Divisi V
            Divisi V memiliki struktur tanah mineral yang di dominasi oleh tanah mineral berbukit dan sedikit tanah menieral dataran rendah. Divisi V memliki wilayah dari blok D31 – D43, E31 – E41, F31 – F41. Divisi V memiliki luas areal seluas 1117 ha dengan luas areal yang diusahakan 1060 ha dan 57 ha untuk emplasmen,jalan&jembatan. Divisi V terdiri dari pohon kelapa sawit yang ditanam tahun 1990 seluas 337 ha dan tahun 1991 723 ha.


f.    Divisi VI    
            Divisi VI memiliki kontur tanah yang bervariasi dengan tanah mineral berbukit yang mendominasi, disusul tanah mineral dan tanah mineral dataran rendah. Divisi VI memiliki wilayah dari blok C48 – C53, D44 – D53, E42 – E53, F42 – F53. Divisi VI memiliki luas areal seluas 1207 ha dengan laus areal yang diatanam seluas 1159 ha, emplasmen 6 ha, jalan & jembatan 42 ha.
4.3.    Karyawan
Tabel 1. Data jumlah karyawan kebun lubuk raja per februari 2013
Divisi
jumlah
%
I
185
0,146709
II
176
0,139572
III
156
0,123711
IV
184
0,145916
V
146
0,115781
VI
164
0,130056
Klinik
14
0,011102
Keamanan
87
0,068993
Traksi
86
0,0682
Kantor + guru
63
0,04996
Total
1261
1
 Sumber :PT Serikat Putra; data diolah
            Jumlah karyawan di kebun lubuk raja berjumlah 1261 jiwa. Jumlah karyawan terbesar ada di divisi IV, yakni sebesar 14,5%. Jumlah karyawan paling sedikit di divisi V, yakni sebesar 11,5%. Tenaga keamanan di kebun lubuk raja sebesar 6,8% dari jumlah seluruh karyawan. Jam kerja karyawan dimulai dari jam 07.00 sampai 14.00. Sebelum kerja, para karyawan apel di kantor masing – masing divisi untuk absensi kehadiran dan pemberian pengarahan dari mandor 1 dan masing – masing mandor .
            Pemberian gaji karyawan diberikan 2x dalam sebulan setiap hari sabtu minggu kedua, untuk gajian kecil dan gajian besar padda sabtu minggu terahir pada akhir bulan. Gajian kecil berupa pinjaman, Besarnya gajian kecil sebesar Rp. 100.000. Premi pemanen dibayarkan pada gajian kecil. Gajian besar dibayarkan pada akhir bulan, besarnya berupa gaji pokok Rp. 1.308.000, diamana semua karyawan mendapat gaji yang sama. Jumlah tanggungan anak maksimal 3 anak ( berupa kesehatan dan beras sebesar @7,5 Kg/bln). Setiap karyawan mendapat jatah beras sebesar 15 Kg/bulan.
4.4. Visi dan Nilai - Nilai
a.        Visi
"Menjadi salah satu bisnis kelapa sawit terbesar di dunia, paling menguntungkan, dengan pengelolaan terbaik dan berkesinambungan, supplier yang diutamakan oleh pelanggannya dan perusahaan yang dibanggakan oleh karyawannya."
b.        Nilai-Nilai
  1. Professionalisme dengan integritas tinggi
  2. Kepemimpinan
  3. Berorientasi pada hasil kerja
  4. Memupuk kepedulian
  5. Kerjasama Tim
  6. Tanggung jawab terhadap lingkungan
  7. Tanggung jawab terhadap pemegang saham
4.5.            Manajemen Perusahaan
PT. Serikat Putra  kebun lubuk Raja memiliki manajemen yang sangat bagus dimana semua kegiatan dilakukan monitoring dari tingkat atas sampai tingkat bawah atau anggota. PT. Serikat Putra  kebun lubuk Raja dipimpin oleh seorang Group Manager yang bertanggung  jawab  kepada direksi atas pengelolaan unit usaha yang mencakup tanaman, pabrik, teknik dan administrasi. Seorang Group Manager dibantu oleh Manager kebun (Estate Manager), Manager pabrik (Mill Manager), Humas dan Kepala Tata Usaha (KTU). Manager Kebun secara langsung bertanggung jawab terhadap Group Manager, yang dipimpin oleh Head Asisten dimana dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari dibantu oleh 6 orang Asisten Afdeling. Lokasi kerja Estate Manager dan Head Asisten atau Askep berada di Kantor Kebun, sedangkan lokasi kerja Asisten Afdeling berada di Kantor Afdelingnya masing-masing. Struktur organisasi PT. Serikat Putra  kebun lubuk dalam dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 4. Strukur Organisasi  PT. Serikat Putra  kebun lubuk Raja
Estate Manager juga bertanggung jawab dan membawahi secara langsung seorang Asisten Traksi (Lokasi Kerja di Bengkel), seorang Kepala Tata Usaha (KTU) yang juga memiliki lokasi kerja di Kantor Kebun.
Manager kebun berperan mengkoordinasi semua kegiatan di afdeling serta menjaga produksi dan mutu tetap optimal. Selain itu, menjamin dalam kegiatan perawatan, operasional kebun agar berjalan efektif, efisien dan sesuai dengan prosedur sistem manajemen yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan tugasnya manager kebun dibantu oleh Asisten Kepala (Askep) yang bertugas membantu dalam pengawasan kegiatan di setiap afdeling. Askep membawahi Asisten afdeling. Asisten afdeling bertanggung jawab langsung kepada Askep, asisten kebun dan Group Manager atas pelaksanaan hasil kerja dari afdeling yang dipimpinya.
Dalam pelaksanaan kegiatan tingkat afdeling, asisten afdeling bertanggung jawab untuk mengelola afdeling secara menyeluruh, baik dalam hal teknis di lapangan maupun dalam bidang administrasi afdeling. Pengelolaan teknis meliputi pemberian pengarahan dan instruksi kerja untuk kerani afdeling, mandor satu, mandor Panen,mandor perawatan, melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap pekerjaan dan mengevaluasi hasil kerja di lapangan. Kegiatan pengelolaan administrasi di kantor yang dilakukan oleh asisten afdeling meliputi pembuatan rencana kerja harian, bulanan dan tahunan, memeriksa dan mengevaluasi kerja mandor, laporan manajemen dan laporan lainnya, serta membuat bon permintaan dan pengeluaran barang .
Dalam melaksanakan tugasnya asisten afdeling dibantu oleh mandor satu. Mandor satu dibantu oleh beberapa mandor yang mengawasi langsung pekerjaan di lapangan. Mandor membuat laporan harian yang diserahkan kepada kerani afdeling yang bertugas dibagian administrasi di kantor afdeling. Dalam administrasi afdeling, kerani afdeling juga dibantu oleh kerani keliling yang bertugas memantau kesesuaian hasil kerja dengan hasil laporan dari mandor.












V.          PELAKSANAAN KEGIATAN PKP

5.1. Aspek Teknis
5.1.1.   Pemupukan
Secara teknis, sistematika proses pemupukan di PT. Serikat Putra  dimulai dari lingkaran pagi, berupa intruksi asisten afdeling untuk rencana teknis pemupukan. Teknis pemupukan yang berawal dari pengambilan pupuk di gudang sentral, pembagian pupuk ke dalam untilan pupuk, untilan pupuk dinaikkan ke atas transport (truk atau traktor), mobilisasi ke blok target, diberikan ke suplai kecil, sebar pupuk oleh regu pemupuk, pengumpulan karung (jumlah karung harus sama dengan jumlah karung pupuk keluar gudang).
Tujuan penguntilan yaitu menjamin setiap pokok mendapat dosis yang tepat, mengurangi dan mencegah adanya penggumpalan pupuk, tonase pupuk yang dibawa ke lapangan lebih tepat, lebih mudah dalam pengangkutan (memasukkan ke kendaraan dan membawa dari gudang ke lapangan serta menurunkan dari kendaraan). Pembukaan benang karung goni lebih baik dilakukan pada saat di gudang di banding di lapangan, dan tenaga laki-laki untuk mengecer di lapangan tidak diperlukan lagi sehingga tenaga pelangsir dan pengecer adalah tenaga wanita. Bobot untilan tergantung pada jenis pupuk dan dosis yang digunakan. Contoh, pupuk ZA dengan dosis 2.5 kg/pokok, tiap satu untilan seberat 20 kg digunakan untuk 8 tanaman. Normal kerja yang berlaku di PT. Serikat putra adalah 1500 kg/HK untuk jenis pekerjaan until pupuk, 3 ton/HK untuk pengeceran pupuk ke blok target, dan masing-masing 500 kg/HK untuk pelangsir ke pasar tengah dan penabur pupuk.
5.1.1.1.     Jenis dan dosis pupuk
Jenis pupuk yang direkomendasikan di PT. Serikat Putra dibagi menjadi dua jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Jenis pupuk organik yang digunakan adalah janjangan kosong dan Efluen, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah pupuk nitrogen (ZA), Rock Phospate (RP), kalium (MOP), magnesium (Dolomit), serta boron (HGFB). Pemberian pupuk berdasarkan berdasarkan hasil analisis kimia daun, status hara, kondisi tanah, tingkat produksi yang dicapai, dan analisis tanah
5.1.1.2.     Waktu pemupukan
Pengaplikasian pupuk dilakukan per semester (6 bulan sekali). Waktu pemupukan dolomit harus mempunyai selang minimal dua bulan setelah pemupukan ZA agar tidak terjadi reaksi yang merugikan.

5.1.2.           Pengendalian Hama
5.1.2.1.     Sensus hama
Sensus hama dilakukan dengan latar belakang bahwa kejadian ledakan hama ulat api/kantong tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi bisa diduga dengan sistem pengamatan yang baik. Semakin cepat diketahui gejala kenaikan jumlah populasi hama akan semakin mudah pula untuk dikendalikan dan luas areal akan terbatas. Pada umumnya suatu sistem pengamatan hanya berlaku untuk satu atau lebih spesies hama yang mempunyai prilaku yang sama. Akan tetapi suatu sistem pengamatan dapat dimodifikasi untuk pemantauan perkembangan populasi hama lainnya. Pemeriksaan hama pada pelepah kelapa sawit.
5.1.2.2.     Pengendalian kimiawi
Pengendalian hama ulat kantong secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida manofer yang dicampur solar. Pengendalian kimiawi ini biasanya dilakukan pada pagi hari yaitu dengan suntikan ke batang pohon.
5.1.2.3.     Pengendalian biologi
PT. Serikat Putra lebih memprioritaskan pengendalian secara biologis daripada secara kimia. Hal yang dilakukan dengan penanaman beneficial plant untuk mengendalikan hama ulat dan pemasangan nest box/sarang burung hantu (Tyto alba) untuk mengendalikan hama tikus.
5.1.3.      Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma merupakan kegiatan pemeliharaan yang utama di PT. Serikat Putra. Hal ini dikarenakan pengendalian gulma memperlancar kegiatan operasional kebun lainnya. Oleh karena itu, pengendalian gulma harus memperhatikan teknik pelaksanaan di lapangan (faktor teknis), biaya yang diperlukan (faktor ekonomis), dan kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkannya. Pengendalian gulma di PT. Serikat Putra diarahkan pada areal TM.  Secara umum, pengendalian gulma di Serikat Putra dilakukan pada piringan, pasar pikul TPH dan gawangan manual.
Piringan, pasar pikul, dan TPH merupakan sarana yang terpenting dari produksi dan perawatan. Agar berfungsi maka sarana tersebut mutlak memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan.


VI.    PEMBAHASAN

Jenis ulat kantong yang paling merugikan di perkebunan kelapa sawit adalah Mahasena corbetti. Ciri khas ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang berasal dari potongan-potongan daun. Ciri khas yang lain yakni pada bagian tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan.
Ngengat Mahasena corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap sekitar 30 mm dan berwarna coklat tua. Seekor ngengat Mahasena corbetti betina mampu menghasilkan telur antara 2.000-3.000 butir. Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru menetas sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat sangat aktif makan sambil membuat kantong dari potongan daun yang  agak kasar atau kasar. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan kepala dan kaki depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada pada permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin besar berpindah menggantung di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir perkembangannya, ulat dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-50 mm. Stadia ulat berlangsung sekitar 80 hari.  Ulat berkepompong di dalam kantong selama sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar 126 hari.
Ciri-ciri penyerangan ulat kantong adalah daun akan melidi dan dapat menurunkan jumlah produksi, dan dibutuhkan waktu yang lama  untuk normal kembali, hama harus dimonitor dengan sungguh-sungguh dan segera dikendalikan jika telah sampai masa kritis. Serangan ulat kantong ditandai dengan kenampakan tajuk tanaman yang kering seperti terbakar. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong, tetapi lebih cenderung berbahaya terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua karena antar pelepah daun saling bersinggungan.
Secara ekonomis biaya pengendalian melalui deteksi dini terhadap hama pada tanaman kelapa sawit dipastikan akan jauh lebih rendah daripada pengendalian serangan hama  yang sudah menyebar luas. Jadi sudah selayaknya jika ingin sukses dalam usaha perkebunan kelapa sawit, pengelola harus mengetahui hama dan penyakit serta cara pengendaliannya.
Mengenal, memahami dan upaya mendeteksi siklus hidup hama ulat kantong (Mahasena corbetti )  pada tanaman kelapa sawit secara dini mutlak harus dilaksanakan karena akan memudahkan tindakan mencegah terjadinya ledakan serangan hama dan penyakit yang tak terkendali. Secara ekonomis, biaya pengendalian melalui deteksi dini dipastikan akan jauh lebih murah
Hama ulat kantong dapat dikendalikan dengan cara mekanik yaitu dengan mengutip ulat kantong yang ada pada areal penanaman kelapa sawit, dan juga dapat dilakukan dengan cara biologi yaitu dengan memanfaatkan musuh alami dari ulat kantong  seperti  Chalcidid sp (lalat Parasit), Bracymeria sp dan juga Exorista psychidarum Bar.
Penggunaan insektisida dalam mengendalikan hama ulat kantong merupakan cara terakhir yang dapat ditempuh. Hal ini sesuai dengan konsep PHT dimana pengendalian dengan pestisida merupakan alternatif terakhir yang dapat dilakukan dalam mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sasaran.




















VII.          PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Ulat pemakan daun kelapa sawit merupakan hama utama pada perkebunan kelapa sawit. Pengendalian yang digunakan selama ini adalah dengan menggunakan bahan kimia. Insektisida kimia selain mengganggu kelangsungan hidup musuh alami, bahan ini juga memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan pekerja perkebunan dan lingkungan. Pengendalian hama secara kimiawi akan lebih berbahaya lagi jika pihak perkebunan menerapkan pengendalian ulat dengan metode pengasapan menggunakan sintetik piretroid pada populasi yang rendah.
Hal ini dapat menyebabkan populasi hama semakin meningkat baik frekuensi maupun tingkat kerusakannya. Selain menyebabkan resistensi terhadap hama sasaran, penggunaan insektisida kimia yang non selektif secara terus menerus dapat menyebabkan munculnya hama sekunder yang bukan sasaran sehingga pengendalian akan semakin rumit dan menyebabkan peningkatan biaya pengendalian.
5.2.   Saran
Berdasarkan hasil praktek keja profesi yang telah dilakukan, maka disarankan Praktek kerja profesi ini sebaiknya dilakukan selama 3 (tiga) bulan, agar pelaksanaan praktek kerja profesi dapat dilaksanakan dengan optimal, sehingga kemampuan mahasiswa yang melakukan praktek kerja profesi benar-benar menguasai bidang ilmu  yang dipelajari.

0 komentar:

Posting Komentar