I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelapa sawit (Elaeis
guineensis jacq.) merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan
yang menduduki posisi terpenting di sektor pertanian, hal ini dikarenakan kelapa
sawit mampu menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya jika dibandingkan
dengan tanaman penghasil minyak atau lemak lainnya. Selain itu kelapa sawit juga memiliki banyak manfaat yaitu sebagai bahan bakar alternatif biodisel, bahan pupuk kompos,
bahan baku industri lainnya seperti industri kosmetik,
industri makanan, dan sebagai obat.
Prospek pasar bagi olahan kelapa sawit cukup baik, karena permintaan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang cukup besar, tidak hanya di dalam negeri,
tetapi juga di luar negeri. Oleh sebab itu, sebagai negara tropis
yang masih memiliki lahan yang cukup luas, Indonesia berpeluang besar untuk mengembangkan perkebunan kelapa sawit.
Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 1980 mencapai
294.560 ha dengan produksi CPO sebesar
721.172 ton. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit berkembang pesat terutama
perkebunan rakyat. Hal ini di dukung oleh kebijakan pemerintah yang
melaksanakan program perkebunan inti rakyat perkebunan (PIR-bun). Perkebunan
besar merupakan perkebunan sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan
rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan
kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar di berbagai
sentra produksi, seperti Sumatra dan Kalimatan.
Salah satu
perusahaan swasta yang bergerak di sektor perkebunan dan pabrik kelapa sawit (PKS) adalah perusahaan PT. Salim Ivomas Pratama Tbk &
Subs perusahaan yang memproduksi tandan buah segar dengan crude palm oil (CPO) sebagai
produk olahan. Pencapaian
hasil produksi kelapa sawit yang tinggi dipengaruhi oleh tiga faktor utama,
yaitu faktor lingkungan, faktor genetik dan teknik budidaya. Faktor
lingkungan meliputi iklim, dan kelas kesesuaian lahan. Faktor genetik meliputi
penggunaan bahan tanam/varietas tanaman kelapa sawit yang unggul. Teknik
budidaya kelapa sawit merupakan faktor yang penting dalam memaksimalkan potensi
produksi kelapa sawit. Teknik budidaya yang tidak sesuai dengan standar
rekomendasi dapat mempengaruhi produksi tandan buah segar (TBS). Salah satu
teknik budidaya yang harus diperhatikan adalah pemeliharaan tanaman. Pemeliharaan
tanaman kelapa sawit meliputi pemupukan, pengendalian hama dan penyakit,
pengendalian gulma, pemangkasan, kastrasi dan
penyerbukan buatan.
Hama dan penyakit adalah salah satu
faktor penting yang harus di perhatikan dalam pembudidayaan kelapa sawit .
akibat yang di timbulkannya sangat besar, seperti penurunan produksi bahkan
kematian tanaman. Hama dan penyakit dapat menyerang tanaman kelapa sawit mulai
dari pembibian hingga tanaman menghasilkan. Sebagian besar hama yang menyerang
adalah golongan serangga (insekta) dan sebagian lagi golongan mamalia,
sedangkan penyakit yang menyerang kelapa sawit
di sebabkan oleh mikroorganisme jamur, bakteri, dan virus.
1.2. Tujuan
Tujuan kegiatan Praktek kerja profesi ini adalah :
a.
Meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis tentang pemeliharaan tanaman
kelapa sawit terutama pengendalian hama
pengganggu tanaman diperkebunan kelapa sawit .
b.
Melatih dan
meningkatkan ketrampilan mahasiswa di bidang perkebunan atau usaha pertanian
lainya untuk lebih siap memasuki dunia kerja.
c.
Sebagai studi banding antara teori yang
didapatkan di bangku kuliah dengan pelaksanaan teknis di lapangan.
d.
Melatih
mahasiswa bertanggung jawab dalam melaksanakan kegiatan lapangan, sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang
diterimanya.
2.3. Manfaat
a)
Mahasiswa mampu
mengaplikasikan ilmu dan ketrampilan pada keadaan nyata di lapangan atau dunia
kerja.
b)
Terciptanya kerjasama
yang saling menguntungkan antara perguruan tinggi dengan perusahaan atau
instansi lain.
c)
Mahasiswa mampu mandiri
dan berkompeten dalam membuka atau menciptakan peluang kerja bagi diri sendiri
atau masyarakat di lingkungan sekitarnya.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jack.) adalah salah satu tanaman penghasil minyak
nabati yang sangat penting. Tanaman ini tumbuh sebagai tanaman liar ( tanaman
hutan ) dan sebagai tanaman yang di budidayakan
di daerah Tropis Asia Tenggara, Amerika Latin dan Afrika ( Setyamidjaja,
1994).
Menurut Pahan (2006), sistematika tanaman kelapa sawit ini dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi Spermatophyta, Kelas Angiospermae,
Ordo Monocotyledoneae, Famili Arecaceae (dahulu disebut Palmae),
Subfamili Cocoideae, Genus Elaeis, Spesies Elaeis guineensis Jacq. Tiga species
yang cukup dikenal pada tanaman
sawit,
yaitu melanococca, odora dan guineensis.
Menurut Setyamidjaja (2003), tanaman kelapa
sawit dapat di bedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan bagian
generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit
meliputi akar, batang, dan daun. Sedangkan bagian generatif yang merupakan alat
perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah.
Fauzi (2002), menyatakan bahwa akar tanaman kelapa sawit berfungsi
sebagai penyerapan unsur hara di dalam tanah dan respirasi tanaman, selain itu
juga berfungsi sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong
tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhann meter hingga tanamn
berumur 25 tahun. Akar tanaman ini tidak berbulu, ujungnya runcing, dan
berwarna putih atau kekuningan. Tipe perakaran adalah akar serabut. Aakar
tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tersier dan
kuarter. Akar primer akan tumbuh ke bawah sampai batas permukaan air tanah.
Titik tumbuh batang
kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun. Di batang
terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh (Sunarko, 2008). Pada tahun
pertama dan kedua kelapa sawit mengalami pertumbuhan membesar pada bagian
pangkal. Setelah tanaman berumur 4 tahun, batang memperlihatkan pertumbuhan
memanjang dengan diameter batang kelapa sawit mencapai 60 cm. Pelepah tua pada
kelapa sawit yang tersisa setelah proses pemanenan akan terus menempel hingga
11-15 tahun dan setelah itu akan rontok. Fungsi batang kelapa sawit diantaranya
adalah sebagai tempat melekatnya daun, bunga dan buah, tempat lalu lintas air
dan hara mineral dari akar ke daun serta tempat organ penimbunan zat makanan
(Fauzi dkk., 2006).
Daun kelapa sawit
merupakan suatu pelepah dengan panjang 9 m yang bertulang sejajar. Jumlah daun
bisa mencapai 380 helai dengan panjang 1 helai 120 cm yang melekat pada
pelepah. Biasanya dalam pemanenan jumlah pelepah yang ditinggalkan berkisar
48-54 pelepah (Risza, 2012).
Tanaman kelapa sawit termasuk tanaman berumah satu (monoceus) di mana bunga jantan dengan bunga betina sama – sama
terdapat pada satu pohon, dan masing – masing terangkai dalam satu
tandan.rangkaina bunga jantan terpisah dengan bunga betina, dan pembentukanya
mengikuti siklus terpisah, sehingga kemungkinan terjadinya penyerbukan sendiri
sangat kecil. Bunga tersusun membentuk karanagan bunga yang di sebut tandan
bunga. Tandan bunga keluar dari ketiak pelepah daun ( Lubis, 1992)
Buah kelapa sawit
digolongkan sebagai jenis buah drupe yang terdiri oleh exocarp
(lapisan luar), mesocarp (lapisan tengah) dan endocarp (lapisan
dalam yang mengandung minyak) (Fauzi et al, 2006). Menurut Risza (2012) bagian tanaman yang menghasilkan minyak
inti terdiri dari kulit biji (spermodermis), tali pusat (funiculus)
dan inti biji (nucleus seminis). Satu tandan kelapa sawit dewasa dapat
menghasilkan kurang lebih 2000 buah.
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada 130
LU - 120 LS, temperatur optimum untuk tanaman kelapa sawit antara 220C
– 230C, menghendaki curah hujan optimal 2.000 mm – 3.000 mm/tahun dengan ketinggian tempat 1 – 500 m dpl, suhu optimum yang dibutuhkan
240C - 280C, lama penyinaran matahari 5 – 7
jam per hari dan kelembapan
80 % ( Lubis, 1992).
Menurut Pahan (2008),
lahan adalah matriks tempat tanaman berada. Tanpa lahan, tanaman kelapa sawit
tidak akan ekonomis untuk diusahakan secara komersial. Lahan yang optimal untuk
tanaman kelapa sawit harus
mengacu pada tiga faktor yaitu lingkungan, sifat fisik lahan dan sifat kimia
tanah atau kesuburan tanah. Tanah yang baik digunakan untuk perkebunan kelapa
sawit adalah Latosol, Podzolik, Alluvial, dan Gambut. Untuk memperoleh hasil
maksimal dalam budidaya kelapa sawit perlu memperhatikan sifat fisik dan kimia
tanah di antaranya struktur tanah dan drainase tanah baik, kedalaman solum
tanah lebih dari 80 cm, reaksi tanah (pH) 4,0 – 6,0 serta
memiliki tekstur tanah ringan.
2.2.Pengendalian Ulat Kantong (Mahasena
corbetti Tams)
Hama ulat kantong
merupakan hama polifag yang memakan daun dari berbagai jenis spesies tanaman.
Informasi dari keseluruhan siklus hidup ulat kantong sangat penting untuk
diketahui sebagai dasar pengendalikan hama tersebut. Informasi tentang
kelemahan pada siklus hidupnya bisa dipahami dan digunakan untuk mengendalikan
hama ulat kantong ini (Kusuma, 2011).
Menurut Triharso (1994), sistematika hama ulat
kantong (Mahasena corbetti Tams.) adalah : Kingdom : Animalia,
Filum : Arthropoda, Kelas
: Insecta, Ordo : Lepidoptera, Family : Psychidae, Genus : Mahasena, Species : Mahasena corbetti Tams.
Telur baru ulat kantong berwarna kekuningan,
diletakkan berkelompok antara 200-300 telur dan tertutup dengan selaput. Telur
mempunyai ukuran diameter 200 μm dan panjang 300 μm. Permukaan telur dilapisi
oleh lendir. Setelah 5-8 hari inkubasi telur akan menjadi transparan berisi
neonat (larva kecil) yang sedang berkembang. Neonat berwarna coklat gelap
dengan warna bercak hitam yang berbeda pada bagian tengah (Basri dan Kevan
1995).
Larva memiliki kantong yang dapat dilepas.
Rata-rata jumlah neonat yang menetas dari satu kelompok telur adalah berkisar
140-210 neonat. Larva ulat kantong bersifat polifag. Larva dapat merusak
jaringan daun sebesar 66.8%. Sekitar 60-90% neonat akan berkembang menjadi
larva instar 2. Perbedaan tiap instar larva dapat dilihat dari perbedaan panjang
dari kantongnya. Instar 1 panjangnya 1.6 mm, instar 2 panjangnya 4.6 mm, instar
3 panjangnya 5.9 mm, instar 4 panjangnya 9.5 mm, instar 5 panjangnya 11,3 mm,
instar 6 panjangnya 13
mm (Rhainds dkk., 1995).
Masa stadia pupa, larva melekat pada kantong
yang berwarna coklat kekuningan. Pupa berukuran 6.1 mm, lebih pendek dari
larva. Sex rasio pembentukan imago betina berbanding jantan berkisar antara
10:1 hingga 2:1 (Kok dkk., 2011)
Imago Mahasena corbetti tams berbentuk
ngengat. Imago betina berukuran panjang 5.5 mm dengan diameter 2 mm. Imago
jantan berukuran panjang 10-13 mm. Imago betina akan mati beberapa jam setelah
mengeluarkan telur dengan jumlah yang besar pada kantongnya dan imago jantan
akan hidup sekitar 3-4 hari. Sayap ulat kantong berwarna kecoklatan dengan
tubuh yang berwarna hitam dan memiliki rambut (Rhainds dkk., 1995).
Serangan ulat
kantong ditentukan oleh dinamika populasi larva. Perbedaan tanaman inang akan
berpengaruh terhadap kemampuan larva dalam merusak tanaman. Faktor tekanan
(stress) dari luar merupakan faktor negatif dalam perkembangan ulat.
Pengurangan nutrisi pada tanaman yang mengakibatkan tanaman mengalami stress
juga berpengaruh pada perkembangan ulat. Tanaman dengan nitrogen tinggi akan
memberikan nutrisi yang baik untuk ulat kantong dalam perkembangannya (Rhainds
dkk., 2009).
Kerusakan yang terjadi akibat serangan hama ini
sangat kecil dan akan terjadi kerusakan besar ketika mereka ada dalam jumlah
yang sangat besar. Larva muda memakan jaringan epidermis dan larwa yang lebih tua
mampu membuat lubang pada daun kelapa sawit. Akan terjadi nekrosis dan
skeletonisasi pada jaringan daun. Kerusakan ini akan berdampak pada pertanaman
kelapa sawit ke depannya (Basri dan Kevan 1995).
Tanaman dapat kehilangan hasil hingga 40% pada
tahun pertama setelah terjadi serangan hama terhadap ratusan hektar pertanaman
yang telah mengalami defoliasi. Pada tahun berikutnya pengendalian tidak mampu
dilakukan secara sempurna. Batas populasi kritis untuk ulat kantong adalah 5
ekor ulat/pelepah. Ketika jumlah ulat melampaui batas populasi kritis maka akan
dilakukan pengendalian (Pahan, 2006)
Menurut Poinar
(1979), pengendalian ulat kantong yang dapat di lakukan yaitu dengan
pengendalian secara biologis, pengendalian secara fisik, pengendalian secara
kimia dan pengendalian secara terpadu.
a. Pengendalian
secara biologis
Parasitoid
yang sering digunakan untuk mengendalikan hama ulat kantong antara lain Steinernema. Nematoda Steinernema telah
banyak digunakan sebagai agensia hayati bahkan sudah diperdagangkan. Teknik
pengendalian hama ini berpotensi mengurangi ketergantungan pada insektisida
kimia, yaitu dapat dimanfaatkan sebagai biopestisida. Selain mudah
dikembangbiakkan dan memiliki kemampuan menginfeksi yang tinggi, nematoda ini
juga mempunyai kisaran inang yang luas. (Pracaya, 2004)
Menurut
Poinar (1979), Steinernema sp. dapat menginfeksi lebih dari 250 spesies serangga
yang berasal dari 75 famili. Steinernema
sp. dapat menimbulkan penyakit (patogenik) pada serangga. Patogenisitasnya
terhadap serangga dibantu oleh interaksi mutualistik dengan bakteri simbion
yang hidup dalam saluran pencernaannya (Smigielsky dan Akhurst, 2004). Hubungan
mutualistik ini memberikan beberapa keuntungan bagi nematoda, antara lain
membunuh inang dengan cepat serta menyediakan nutrisi dan lingkungan yang
sesuai bagi perkembangan dan reproduksi nematoda (Grewal dan Ruisheng, 2007).
b. Pengendalian
secara mekanis
Pengendalian
hama secara mekanis mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama serangga yang menyerang tanaman. Pengendalian mekanis ini
biasanya bersifat manual, yaitu dengan cara pemangkasan pelepah yang terdapat
banyak larva ulat, mengambil larva yang sedang menyerang dengan tangan secara
langsung, menumpuk dan kemudian membakarnya (
Pahan, 2008).
c. Pengendalian
secara kimia
Ulat
kantong dapat dikendalikan dengan penyemprotan atau dengan injeksi batang
menggunakan insektisida. Jenis insektisida yang biasa digunakan menggunakan
bahan aktif Deltametrin. Contoh produknya adalah Decis 25 EC dengan dosis
anjuran 200-300 ml/Ha (Pracaya, 2004)
d. Penerapan
sistem pengendalian hama terpadu
Pengendalian hama terpadu
merupakan perpaduan atau kombinasi pengendalian hama secara terpadu (biologi)
dan pengendalian secara kimia. Dalam hal serangan hama yang terjadi di
perkebunan kelapa sawit, pihak perkebunan mempunyai cara masing-masing dalam
pengendaliannya seperti pemakaian insektisida kimia, menggunakan musuh alami
serta menggunakan jebakan hama (Pahan, 2008)
III.
METODE PRAKTEK KERJA PROFESI
3.1.
Tempat dPRan Waktu
Praktek kerja profesi ini dilakukan di kebun
lubuk raja yang terletak di PT. Serikat Putra
Kecamatan Pangkalan Kuras Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau. Kegiatan
praktek kerja profesi ini dilakukan selama 1 bulan dari tanggal 19 Januari - 18 Februari 2015
3.2.
Metode Pelaksanaan
Kegiatan Praktek kerja profesi meliputi seluruh kegiatan
yang menyangkut aspek teknis di lapangan dan aspek manajerial. Kegiatan yang
dilaksanakan di kebun meliputi pemupukan, sensus hama dan penyakit,
pengendalian gulma, rawat parit, serta pemanenan. Hasil prestasi kerja dicatat,
baik yang dapat dicapai mandor maupun buruh harian lepas (BHL) lainnya, standar
kerja, bahan dan alat yang digunakan serta jumlah tenaga kerja dalam setiap
kegiatan teknis.
3.3.
Pengamatan dan Pengumpulan
Data
Pengumpulan data dan informasi magang dilakukan dengan
metode langsung dan tidak langsung dalam mencari data primer maupun data
sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh dengan melakukan pengamatan
langsung terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan aspek teknis dari
kegiatan-kegiatan di kebun dan diskusi dengan mandor dan asisten Lapangan.
3.4.
Analisis Data dan Informasi
Hasil dari kegiatan Praktek kerja profesi digunakan sebagai bahan
analisis untuk bahan laporan yang ditekankan pada aspek kegiatan pengendalian
hama ulat kantong. Hasilnya berupa data pengamatan, pengumpulan informasi, dan
data mengenai segi teknis dan manajemen di kebun. Data primer diperoleh dengan
metode diskusi dan pengamatan lapangan.
Pengumpulan data sekunder diperoleh dari studi
literatur dan mempelajari laporan manajemen (arsip kebun, laporan bulanan, dan
laporan tahunan) serta dokumentasi kebun. Dari data yang diperoleh kemudian
dianalisis menggunakan metode deskriptif.
IV. DESKRIPSI UMUM PERUSAHAAN
4.1.
Deskripsi Perusahaan
PT. Serikat Putra merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
Perkebunan Kelapa sawit murni. PT Serikat Putra berlokasi di Desa
SialangGodang, Kecamatan Bandar Petalangan, Kabupaten Pelalawan, Propinsi Riau.
PT. Serikat Putra merupakan anak perusahaan dari PT. Indofood Sukses Makmur,
Tbk yang berkedudukan di Jakarta Jl. Jendral Sudirman Kav.76-78 Sudirman Plaza,
lt 11 & 12.
Gambar 2. profil tanah dan luas wilayah per tahun
tanam kebun lubuk raja
Sumber : PT
Serikat Putra; data diolah
PT. Serikat Putra mulai dibangun secara bertahap sejak
tahun 1988 dengan wilayah kerja meliputi total areal seluas 12.474 ha yang
terdiri dari Kebun Lubuk Raja dan Kebun Bukit Raja serta PKS LRF. Luas areal kebun yang diusahakan adalah 11.925 Ha,
terdiri dari :
·
KebunLubuk Raja : 6.824
Ha
·
Kebun Bukit Raja : 5.101
Ha
PT. Serikat Putra dilengkapi dengan 1 (satu) unit pabrik kelapa
sawit yaitu PKS Lubuk Raja dengan jumlah tenaga kerja lebih kurang 2.500 orang
yang berasal dari masyarakat sekitar perusahaan dan beberapa propinsi di
Sumatera dan Jawa. Secara geogafis, PT. Serikat Putra menaungi beberapa desa
yang berada dalam wilayah HGU yakni : Desa Sialang Godang, Desa Air Terjun,
Desa Sialang Bungkuk, Desa Lubuk Raja, Desa Lubuk Keranji Timur, Desa Sialang
Kayu Batu, Desa Lubuk Mandian Gajah, Desa Lubuk Keranji, Desa Angkasa, Desa
Pompa Air, Desa Tambun, Desa Terbangiang, Desa Lubuk Terap, Desa Merbau, Desa
Angkasa, Desa Pompa Air, Desa Tanjung Air Hitam, Dusun Simp. Pancing Dusun
Puncak Indah
4.2. Profil wilayah
Gambar 3 . Profil luas tanam kebun lubuk raja
Sumber
:PT Serikat Putra; data diolah
Kebun
lubuk raja dibagi dalam 6 blok, dimulai dari blok A9 – A53, B10 - B53, C16 - C53, D5 – D53, E4 – E53 dan F3 – F53. Total
luas wilayah kebun lubuk raja adalah 7.137 hektar. Kebun lubuk raja dibagi menjadi 6
divis, yakni ; divisi I, II, III, IV, V, dan VI dengan luas lahan sebesar 6824
hektar. Luas tersebut belum termasuk areal Prasarana seperti emplasmen,
jembatan dan pabrik yang luasnya 313 hektar. Jika ditotal luas areal dari kebun
lubuk raja adalah sebesar 7137 hektar. Divisi I memiliki luas area sebesar 1127
hektar, divisi II 1178 ha, divisi III 1218 ha, divisi IV 1290 ha, divisi V 1117
ha, dan divisi VI seluas 1207 ha.
a.
Divisi I
Divisi
I struktur tanah mineral datar dengan satuan hektar tanam sebanyak 2473 hektar
atau sebesar 34,7% dari seluruh luas arela perkebunan lubuk raja. Divisi I
dimulai dari blok C6 – C12, D5 – D16, E4 – E14, dan F3 hingga F16. Terdapat 313
hektar lahan yang dipake untuk prasarana di divisi I. Sebagian
besar sawit di divisi I ditahun pada tahun 1988 seluas 1064 hektar, tahun 1989
seluas 334 hektar, tahun 1990 435 hektar, 1991 559 hektar dan tahun 1994 seluas
8 hektar.
b.
Divisi II
Divisi
II memiliki struktur tanah yang didominasi low land dengan sedikit daerah
berbukit. Divisi II memliki wilayah dari A9 – A24, B10 – B24, CD16 – D25, C16 –
C24, D16 – D25. Divisi II memiliki luas lahan seluas 1178 ha, dengan luas lahan
yang di tanami seluas 1122 ha dan untuk emplasmen dan jembatan seluas 56 ha.
Sawit di divisi II ditanam pada tahun 1988 seluas 384 ha, 1989 seluas 372 ha
dan 1990 seluas 359 ha.
c. Divisi III
Divisi
III memliki struktur tanah yang didominasi tanah mineral berbukit dan sedikit
tanah mineral low land. Divisi III
memiliki wilayah dari blok A25 - A38, B25 – B36, C26 – 36, D26 – D30. Divisi
III memiliki luas lahan 1218 ha dengan luas lahan yang ditanami seluas 1182 ha
dan jalan & jembatan seluas 36 ha. Divisi III memiliki
Pohon kelapa sawit yang di tanam tahun 1990 seluas 848 ha, tahun 1991 182 ha,
1995 124 ha, 1996 20 ha dan 1998 8 ha. Sedangkan luas areal untuk jalan dan
jembatan seluas 36 ha.
d. Divisi IV
Divisi
IV memiliki struktur tanah mineral yang di dominasi oleh tanah mineral berbukit
dan sedikit tanah menieral dataran rendah. Divisi IV memiliki wilyah dari blok
A39 – A53, B37 – 53, C37 – C53. Divisi IV memiliki luas areal 1290 ha dengan
luas areal yang ditanam 1249 ha dan luas areal untuk jalan & jembatan
seluas 41 ha. Divisi IV terdiri dari pohon kelapa sawit yang ditanam tahun 1990
seluas 234 ha, 1991 seluas 887 ha, dan tahun 1994 128 ha.
e.
Divisi V
Divisi
V memiliki struktur tanah mineral yang di dominasi oleh tanah mineral berbukit
dan sedikit tanah menieral dataran rendah. Divisi V memliki wilayah dari blok
D31 – D43, E31 – E41, F31 – F41. Divisi V memiliki luas areal seluas 1117 ha
dengan luas areal yang diusahakan 1060 ha dan 57 ha untuk
emplasmen,jalan&jembatan. Divisi V terdiri dari pohon kelapa sawit yang
ditanam tahun 1990 seluas 337 ha dan tahun 1991 723 ha.
f.
Divisi VI
Divisi
VI memiliki kontur tanah yang bervariasi dengan tanah mineral berbukit yang
mendominasi, disusul tanah mineral dan tanah mineral dataran rendah. Divisi VI
memiliki wilayah dari blok C48 – C53, D44 – D53, E42 – E53, F42 – F53. Divisi
VI memiliki luas areal seluas 1207 ha dengan laus areal yang diatanam seluas
1159 ha, emplasmen 6 ha, jalan & jembatan 42 ha.
4.3.
Karyawan
Tabel 1. Data jumlah karyawan kebun lubuk raja per
februari 2013
Divisi
|
jumlah
|
%
|
I
|
185
|
0,146709
|
II
|
176
|
0,139572
|
III
|
156
|
0,123711
|
IV
|
184
|
0,145916
|
V
|
146
|
0,115781
|
VI
|
164
|
0,130056
|
Klinik
|
14
|
0,011102
|
Keamanan
|
87
|
0,068993
|
Traksi
|
86
|
0,0682
|
Kantor + guru
|
63
|
0,04996
|
Total
|
1261
|
1
|
Sumber :PT Serikat Putra; data diolah
Jumlah
karyawan di kebun lubuk raja berjumlah 1261 jiwa. Jumlah karyawan terbesar ada
di divisi IV, yakni sebesar 14,5%. Jumlah karyawan paling sedikit di divisi V,
yakni sebesar 11,5%. Tenaga keamanan di kebun lubuk raja sebesar 6,8% dari
jumlah seluruh karyawan. Jam kerja karyawan dimulai dari jam 07.00 sampai 14.00.
Sebelum kerja, para karyawan apel di kantor masing – masing divisi untuk
absensi kehadiran dan pemberian pengarahan dari mandor 1 dan masing – masing
mandor .
Pemberian
gaji karyawan diberikan 2x dalam sebulan setiap hari sabtu minggu kedua, untuk gajian
kecil dan gajian besar padda sabtu minggu terahir pada akhir bulan. Gajian
kecil berupa pinjaman, Besarnya gajian kecil sebesar Rp. 100.000. Premi pemanen
dibayarkan pada gajian kecil. Gajian besar dibayarkan pada akhir bulan,
besarnya berupa gaji pokok Rp. 1.308.000, diamana semua karyawan mendapat gaji
yang sama. Jumlah tanggungan anak maksimal 3 anak ( berupa kesehatan dan beras
sebesar @7,5 Kg/bln). Setiap karyawan mendapat jatah beras sebesar 15 Kg/bulan.
4.4. Visi dan Nilai - Nilai
a.
Visi
"Menjadi salah satu bisnis kelapa sawit terbesar di dunia, paling menguntungkan, dengan pengelolaan terbaik dan berkesinambungan, supplier yang diutamakan oleh pelanggannya dan perusahaan yang dibanggakan oleh karyawannya."
"Menjadi salah satu bisnis kelapa sawit terbesar di dunia, paling menguntungkan, dengan pengelolaan terbaik dan berkesinambungan, supplier yang diutamakan oleh pelanggannya dan perusahaan yang dibanggakan oleh karyawannya."
b.
Nilai-Nilai
- Professionalisme
dengan integritas tinggi
- Kepemimpinan
- Berorientasi pada
hasil kerja
- Memupuk kepedulian
- Kerjasama Tim
- Tanggung jawab
terhadap lingkungan
- Tanggung jawab
terhadap pemegang saham
4.5.
Manajemen Perusahaan
PT. Serikat Putra kebun lubuk Raja memiliki
manajemen yang sangat bagus dimana semua kegiatan dilakukan monitoring dari
tingkat atas sampai tingkat bawah atau anggota. PT. Serikat Putra kebun lubuk Raja dipimpin oleh
seorang Group Manager yang bertanggung
jawab kepada direksi atas
pengelolaan unit usaha yang mencakup tanaman, pabrik, teknik dan administrasi.
Seorang Group Manager dibantu oleh Manager kebun (Estate Manager), Manager pabrik (Mill Manager), Humas dan Kepala Tata Usaha (KTU). Manager Kebun secara
langsung bertanggung jawab terhadap Group Manager, yang dipimpin oleh Head
Asisten dimana dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari dibantu oleh 6 orang
Asisten Afdeling. Lokasi kerja Estate Manager dan Head Asisten atau Askep
berada di Kantor Kebun, sedangkan lokasi kerja Asisten Afdeling berada di
Kantor Afdelingnya masing-masing. Struktur organisasi PT. Serikat Putra kebun lubuk dalam dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 4. Strukur Organisasi PT. Serikat Putra kebun lubuk Raja
Estate
Manager juga bertanggung jawab dan membawahi secara langsung seorang Asisten
Traksi (Lokasi Kerja di Bengkel), seorang Kepala Tata Usaha (KTU) yang juga
memiliki lokasi kerja di Kantor Kebun.
Manager kebun
berperan mengkoordinasi semua kegiatan di afdeling serta menjaga produksi dan
mutu tetap optimal. Selain itu, menjamin dalam kegiatan perawatan, operasional
kebun agar berjalan efektif, efisien dan sesuai dengan prosedur sistem
manajemen yang telah ditetapkan. Dalam menjalankan tugasnya manager kebun
dibantu oleh Asisten Kepala (Askep) yang bertugas membantu dalam pengawasan
kegiatan di setiap afdeling. Askep membawahi Asisten afdeling. Asisten afdeling
bertanggung jawab langsung kepada Askep, asisten kebun dan Group Manager atas
pelaksanaan hasil kerja dari afdeling yang dipimpinya.
Dalam pelaksanaan
kegiatan tingkat afdeling, asisten afdeling bertanggung jawab untuk mengelola
afdeling secara menyeluruh, baik dalam hal teknis di lapangan maupun dalam
bidang administrasi afdeling. Pengelolaan teknis meliputi pemberian pengarahan
dan instruksi kerja untuk kerani afdeling, mandor satu, mandor Panen,mandor perawatan, melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap pekerjaan
dan mengevaluasi hasil kerja di lapangan. Kegiatan pengelolaan administrasi di
kantor yang dilakukan oleh asisten afdeling meliputi pembuatan rencana kerja
harian, bulanan dan tahunan, memeriksa dan mengevaluasi kerja mandor, laporan
manajemen dan laporan lainnya, serta membuat bon permintaan dan pengeluaran
barang .
Dalam melaksanakan
tugasnya asisten afdeling dibantu oleh mandor satu. Mandor satu dibantu oleh
beberapa mandor yang mengawasi langsung pekerjaan di lapangan. Mandor membuat
laporan harian yang diserahkan kepada kerani afdeling yang bertugas dibagian
administrasi di kantor afdeling. Dalam administrasi afdeling, kerani afdeling
juga dibantu oleh kerani keliling yang bertugas memantau kesesuaian hasil kerja
dengan hasil laporan dari mandor.
V.
PELAKSANAAN KEGIATAN PKP
5.1. Aspek Teknis
5.1.1. Pemupukan
Secara teknis, sistematika proses pemupukan di PT. Serikat Putra dimulai dari lingkaran pagi, berupa
intruksi asisten afdeling untuk rencana teknis pemupukan. Teknis pemupukan yang
berawal dari pengambilan pupuk di gudang sentral, pembagian pupuk ke dalam
untilan pupuk, untilan pupuk dinaikkan ke atas transport (truk atau traktor),
mobilisasi ke blok target, diberikan ke suplai kecil, sebar pupuk oleh regu
pemupuk, pengumpulan karung (jumlah karung harus sama dengan jumlah karung
pupuk keluar gudang).
Tujuan penguntilan yaitu menjamin setiap
pokok mendapat dosis yang tepat, mengurangi dan mencegah adanya penggumpalan
pupuk, tonase pupuk yang dibawa ke lapangan lebih tepat, lebih mudah dalam
pengangkutan (memasukkan ke kendaraan dan membawa dari gudang ke lapangan serta
menurunkan dari kendaraan). Pembukaan benang karung goni lebih baik dilakukan
pada saat di gudang di banding di lapangan, dan tenaga laki-laki untuk mengecer
di lapangan tidak diperlukan lagi sehingga tenaga pelangsir dan pengecer adalah
tenaga wanita. Bobot untilan tergantung pada jenis pupuk dan dosis yang
digunakan. Contoh, pupuk ZA dengan dosis 2.5 kg/pokok, tiap satu untilan
seberat 20 kg digunakan untuk 8 tanaman. Normal kerja yang berlaku di PT. Serikat putra adalah 1500
kg/HK untuk jenis pekerjaan until pupuk, 3 ton/HK untuk pengeceran pupuk ke
blok target, dan masing-masing 500 kg/HK untuk pelangsir ke pasar tengah dan
penabur pupuk.
5.1.1.1. Jenis dan dosis pupuk
Jenis pupuk yang direkomendasikan di PT. Serikat Putra dibagi menjadi dua
jenis, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Jenis pupuk organik yang
digunakan adalah janjangan kosong dan Efluen, sedangkan pupuk anorganik yang digunakan adalah
pupuk nitrogen (ZA), Rock Phospate (RP), kalium (MOP), magnesium (Dolomit),
serta boron (HGFB). Pemberian pupuk berdasarkan berdasarkan hasil analisis
kimia daun, status hara, kondisi tanah, tingkat produksi yang dicapai, dan
analisis tanah
5.1.1.2. Waktu pemupukan
Pengaplikasian pupuk dilakukan per semester (6
bulan sekali). Waktu pemupukan dolomit harus mempunyai selang minimal dua bulan
setelah pemupukan ZA agar tidak terjadi reaksi yang merugikan.
5.1.2.
Pengendalian Hama
5.1.2.1. Sensus hama
Sensus
hama dilakukan dengan latar belakang bahwa kejadian ledakan hama ulat
api/kantong tidak terjadi secara tiba-tiba, tetapi bisa diduga dengan sistem
pengamatan yang baik. Semakin cepat diketahui gejala kenaikan jumlah populasi hama
akan semakin mudah pula untuk dikendalikan dan luas areal akan terbatas. Pada umumnya
suatu sistem pengamatan hanya berlaku untuk satu atau lebih spesies hama yang
mempunyai prilaku yang sama. Akan tetapi suatu sistem pengamatan dapat dimodifikasi
untuk pemantauan perkembangan populasi hama lainnya. Pemeriksaan hama pada
pelepah kelapa sawit.
5.1.2.2.
Pengendalian kimiawi
Pengendalian hama ulat kantong secara kimiawi dilakukan dengan menggunakan insektisida manofer
yang dicampur solar. Pengendalian
kimiawi ini biasanya dilakukan pada pagi hari yaitu dengan suntikan ke
batang pohon.
5.1.2.3. Pengendalian biologi
PT. Serikat Putra lebih memprioritaskan pengendalian secara biologis
daripada secara kimia. Hal yang dilakukan dengan penanaman beneficial plant untuk
mengendalikan hama ulat dan pemasangan nest box/sarang burung hantu (Tyto
alba) untuk mengendalikan hama tikus.
5.1.3. Pengendalian Gulma
Pengendalian gulma merupakan
kegiatan pemeliharaan yang utama di PT.
Serikat Putra. Hal ini dikarenakan pengendalian gulma
memperlancar kegiatan operasional kebun lainnya. Oleh karena itu, pengendalian
gulma harus memperhatikan teknik pelaksanaan di lapangan (faktor teknis), biaya
yang diperlukan (faktor ekonomis), dan kemungkinan dampak negatif yang
ditimbulkannya. Pengendalian gulma di PT.
Serikat Putra diarahkan pada areal TM. Secara umum, pengendalian gulma di Serikat Putra dilakukan pada piringan, pasar pikul TPH dan gawangan manual.
Piringan, pasar pikul, dan TPH merupakan
sarana yang terpenting dari produksi dan perawatan. Agar berfungsi maka sarana
tersebut mutlak memerlukan pemeliharaan yang berkesinambungan.
VI. PEMBAHASAN
Jenis ulat kantong yang paling
merugikan di perkebunan kelapa sawit adalah Mahasena corbetti. Ciri
khas ulat kantong adalah hidupnya di dalam sebuah bangunan mirip kantong yang
berasal dari potongan-potongan daun. Ciri khas yang lain yakni pada bagian
tubuh dewasa betina kebanyakan spesies ulat kantong mereduksi dan tidak mampu
untuk terbang. Jantan memiliki sayap dan akan mencari betina karena bau feromon
yang dikeluarkan betina untuk menarik serangga jantan.
Ngengat Mahasena corbetti jantan bersayap normal dengan rentangan sayap
sekitar 30 mm dan berwarna coklat tua. Seekor ngengat Mahasena corbetti betina mampu menghasilkan telur antara 2.000-3.000
butir. Telur menetas dalam waktu sekitar 16 hari. Ulat yang baru menetas
sangat aktif dan bergantungan dengan benang-benang liurnya, sehingga mudah
menyebar dengan bantuan angin, terbawa manusia atau binantang. Ulat sangat
aktif makan sambil membuat kantong dari potongan daun yang agak kasar
atau kasar. Selanjutnya ulat bergerak dan makan dengan hanya mengeluarkan
kepala dan kaki depannya dari dalam kantong. Ulat mula-mula berada pada
permukaan atas daun, tetapi setelah kantong semakin besar berpindah menggantung
di bagian permukaan bawah daun kelapa sawit. Pada akhir perkembangannya, ulat
dapat mencapai panjang 35 mm dengan panjang kantong sekitar 30-50 mm. Stadia
ulat berlangsung sekitar 80 hari. Ulat berkepompong di dalam kantong
selama sekitar 30 hari, sehingga total siklus hidupnya adalah sekitar 126 hari.
Ciri-ciri penyerangan ulat kantong adalah daun akan melidi dan dapat
menurunkan jumlah produksi, dan dibutuhkan waktu yang lama untuk normal
kembali, hama harus dimonitor dengan sungguh-sungguh dan segera dikendalikan
jika telah sampai masa kritis. Serangan
ulat kantong ditandai dengan kenampakan tajuk tanaman yang kering seperti
terbakar. Tanaman pada semua umur rentan terhadap serangan ulat kantong,
tetapi lebih cenderung berbahaya
terjadi pada tanaman dengan umur lebih dari 8 tahun. Keadaan ini mungkin
ditimbulkan dari kemudahan penyebaran ulat kantong pada tanaman yang lebih tua
karena antar pelepah daun saling bersinggungan.
Secara ekonomis biaya pengendalian melalui deteksi dini terhadap hama
pada tanaman kelapa sawit dipastikan akan jauh lebih rendah daripada
pengendalian serangan hama yang sudah menyebar luas. Jadi sudah
selayaknya jika ingin sukses dalam usaha perkebunan kelapa sawit, pengelola
harus mengetahui hama dan penyakit serta cara pengendaliannya.
Mengenal, memahami dan upaya mendeteksi siklus hidup hama ulat kantong (Mahasena corbetti ) pada tanaman kelapa sawit secara dini mutlak
harus dilaksanakan karena akan memudahkan tindakan mencegah terjadinya ledakan
serangan hama dan penyakit yang tak terkendali. Secara ekonomis, biaya
pengendalian melalui deteksi dini dipastikan akan jauh lebih murah
Hama ulat kantong dapat dikendalikan dengan cara mekanik yaitu dengan
mengutip ulat kantong yang ada pada areal penanaman kelapa sawit, dan juga
dapat dilakukan dengan cara biologi yaitu dengan memanfaatkan musuh alami dari
ulat kantong seperti Chalcidid sp
(lalat Parasit), Bracymeria sp
dan juga Exorista
psychidarum Bar.
Penggunaan insektisida dalam mengendalikan hama ulat kantong merupakan
cara terakhir yang dapat ditempuh. Hal ini sesuai dengan konsep PHT dimana
pengendalian dengan pestisida merupakan alternatif terakhir yang dapat
dilakukan dalam mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sasaran.
VII.
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Ulat pemakan daun kelapa sawit merupakan hama utama pada perkebunan
kelapa sawit. Pengendalian yang digunakan selama ini adalah dengan menggunakan
bahan kimia. Insektisida kimia selain mengganggu kelangsungan hidup musuh alami,
bahan ini juga memberikan efek yang buruk terhadap kesehatan pekerja perkebunan
dan lingkungan. Pengendalian hama secara kimiawi akan lebih berbahaya lagi jika
pihak perkebunan menerapkan pengendalian ulat dengan metode pengasapan
menggunakan sintetik piretroid pada populasi yang rendah.
Hal ini dapat menyebabkan populasi hama semakin meningkat baik frekuensi
maupun tingkat kerusakannya. Selain menyebabkan resistensi terhadap hama
sasaran, penggunaan insektisida kimia yang non selektif secara terus menerus
dapat menyebabkan munculnya hama sekunder yang bukan sasaran sehingga
pengendalian akan semakin rumit dan menyebabkan peningkatan biaya pengendalian.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil praktek keja profesi yang
telah dilakukan, maka disarankan Praktek kerja profesi ini sebaiknya dilakukan
selama 3 (tiga) bulan, agar pelaksanaan praktek kerja profesi dapat
dilaksanakan dengan optimal, sehingga kemampuan mahasiswa yang melakukan
praktek kerja profesi benar-benar menguasai bidang ilmu yang dipelajari.
0 komentar:
Posting Komentar