Rabu, 17 September 2014

Diema Pernikahan Dini



         Namaku Bestari,Umur aku 19 tahun.Aku adalah ibu muda dan sudah mempunyai anak,ketika menikah dulu umur ku baru 16 tahun dan umur Ardi suamiku juga baru 16 tahun.Kami kelas 2 Sekolah Menengah Umum dan satu sekolah pula,menikah dini bukanlah impian aku.tapi karena pacaran yang kebablasan akhirnya kita terpaksa menikah juga. Aku ingat waktu itu.Aku sangat ketakutan ketika aku tahu kalau aku hamil,Ardi menyuruh untuk menggugurkan kandungan ku dan aku turuti kemauan Ardi karena aku juga takut ketahuan,setiap hari aku makan nanas muda,tidak hanya itu aku juga sering minum jamu dan minum obat-obatan sembarangan untuk menggugurkan kandungan aku,tapi rupanya Tuhan masih sayang kepada janin yang ada di rahimku,hingga berusaha sekuat apapun janin itu tetap bertahan di rahimku,Rasanya aku ingin bunuh diri waktu itu,aku sangat takut ketahuan orang tuaku,aku akan membuat mereka malu dan kecewa.Aku ini anak satu-satunya,Aku ini harapan dan cita-cita mereka.Tapi karena aku hamil,aku menghancurkan semua impian dan cita-cita mereka. Perutku semakin-lama semakin membuncit dan aku tak dapat menyembunyikan lagi,Akhirnya kedua orang tuaku dan semua orang tau kalau aku hamil,Aku dan Ardi langsung dikeluarkan dari sekolah,Orang tuaku marah besar dan merasa malu karena aku telah mencoreng nama baik mereka.Tapi tak ada pilihan lain bagi mereka selain menikah kan aku dengan Ardi. Pernikahan kami berlangsung sederhana,hanya dihadiri kedua keluarga besar kami dan hanya beberapa tetangga saja tapi semua itu sudah cukup bagiku,yang terpenting kami sudah resmi menjadi suami istri,setelah menikah kami tinggal dirumah orang tuaku,karena aku anak mereka satu-satunya mereka tak ingin aku tinggal dirumah Ardi,Kehidupan pernikahan kami setiap hari diwarnai pertengkaran,maklum saja karena kami masih terlalu muda,kami susah menyatukan dua hati yang berbeda,Kadang-kadang ada perasaan penyesalan dihati,harusnya dengan umur 16 tahun ini aku masih semangat-semangatnya belajar dan bermain tapi kini harus mengurus rumah tangga dan hanya berdiam diri dirumah. Aku sangat malu dengan kedua orang tuaku karena untuk makan dan kebutuhan kami sehari-hari kami masih harus meminta darinya,Ardi belum bisa mencari kerja karena belum cukup umur apalagi hanya mempunyai ijazah Sekolah Menengah Pertama,sedangkan aku...,mana ada orang yang mau menerima aku kerja dengan perut yang membuncit seperti ini,Untung papa memberi kami modal supaya kami bisa sedikit mandiri,kami membeli kios dan berjualan kelontong,Kami sangat senang karena tidak bosan lagi dirumah,Dibantu 3 karyawan kami mengelola toko kelontong itu. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat dan akhirnya aku melahirkan juga.Aku melahirkan bayi laki-laki tapi bukanya senang aku malah terpukul karena bayi yang aku lahirkan cacat,badannya semua hitam seperti terbakar,Rasanya aku tak percaya kalau ini anakku,bayiku seperti ini mungkin akibat perbuatanku dulu yang ingin membunuhnya dengan meminum jamu atau obat-obatan,Aku sangat menyesal,kini tidak hanya aku dan Ardi yang malu tetapi juga orang tuaku,bayi laki-laki itu aku beri nama Akbar,Sejak berusia 1 bulan Akbar sering sekali sakit,dia sering keluar masuk rumah sakit Dan ketika usianya 6 bulan Akbar kejang-kejang dan nyawanya tidak bisa tertolong lagi.Kami sekeluarga sangat sedih,Walaupun Akbar cacat tapi kami sangat menyayangi nya.. Kami masih berduka dengan kepergian Akbar,Mengapa cobaan demi cobaan datangnya silih berganti,belum kering air mataku cobaan datang lagi,Ardi selingkuh dengan salah satu karyawan di toko,Aku marah,kecewa,tega sekali Ardi menduakan aku,Ardi menyalah gunakan kepercayaan aku,Ardi keterlaluan,sebenarnya aku ingin meminta cerai darinya tapi papa aku melarang,Aku tidak boleh bertindak ceroboh,Papa aku meminta untuk memberi Ardi kesempatan,Ardi masih terlalu muda jadi bisa saja dia tergoda wanita lain.Dan akupun memaafkan Ardi dan dia berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi. Ardi memang benar-benar berubah dan setelah 2 setengah tahun pernikahan kami akhirnya aku melahirkan putri cantik yang aku beri nama Alin kami sangat berbahagia karena selain cantik Alin juga sehat dan lucu,tapi kebahagiaan aku tak berlangsung lama,Ardi kembali cari ulah lagi,kali ini dia gemar nongkrong dengan teman dan tetangga yang rata-rata belum menikah,tidak hanya nongkrong tapi juga sering balapan liar ketika malam tiba,dan yang lebih parah lagi dia sering mabuk dengan teman-teman nya itu.Aku sering melarang dan memarahi dia tapi dia tetap saja bandel,rumah tangga kami jadi tidak harmonis lagi.Kami jadi sering bertengkar,Ardi berbuat seperti itu mungkin karena dia merasa masih muda,dan dia belum puas menikmati masa mudanya karena harus menikah denganku,Aku sangat malu dengan kedua orang tuaku,tapi mama dan papa aku hanya bisa memberi nasehat agar aku tetap bersabar. Aku yakin suatu saat Ardi bisa berubah menjadi lebih dewasa dan bisa lebih bertanggung jawab ke pada keluarganya,mungkin ini adalah balasan dari tuhan atas perbuatan kami dulu,Andai waktu bisa kembali mungkin sekarang di umur 19 tahun aku sudah lulus SMA dan sibuk mencari kampus untuk melanjutkan studi aku,tidak seperti sekarang aku sibuk mengurusi toko dan Alin anakku,Aku telah kehilangan masa remaja aku,Penyesalan memang tak pernah datang di awal tapi selalu saja datangnya belakangan,Andai saja aku tidak menikah dini mungkin semuanya akan berbeda,tapi aku tak boleh hanya menyesal dan menyesal,Aku harus benar-benar menjaga Alin supaya tidak mengalami nasib seperti aku.Aku tak ingin Alin merasakan apa yang aku rasakan,Ya...aku berjanji akan benar-benar mendidik Alin kelak.


Note : semoga ini menjadi pelajaran kita semua..karena kita harus memikirkan beberapa pertayaan dari dalam diri kita.apakah tak terlalu cepat?, apakah aku dan calon istriku kelak  bisa melewati setiap badai yang akan menghadang rumah tangga kami?, apakah aku kelak dan ia bisa merawat anak kami dengan sebaik-baiknya?, apakah kami bisa tak bergantung lagi dengan orang tua kami kelak?, begitu banyak pertanyaan harus di pertimbangkan. jangan hawa nafsu dan ke egoisan yang menguasai diri kita.