Sabtu, 11 Januari 2014

Laporan Akhir Agroklimatologi


I. PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Agroklimatolgi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara unsur-unsur iklim dengan kehidupan tanaman.Radiasi Matahari adalah sesuatu pancaran bersumber dari sinar matahari pada peristiwafotosintesis yang terjadi dalam atmosfer yang di anggap penting bagi sumber kehidupan dan sangat berpengaruh terhadap hasil produksi.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di daerah katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim. Perubahan pola curah hujan,kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia. Perubahan iklim akan menyebabkan: (a) seluruh wilayah Indonesia mengalami kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah dibanding wilayah subtropis; (b) wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang musim hujan. Di wilayah Indonesia bagian selatan, musim hujan yang makin pendek akan menyulitkan upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) apa bila tidak tersedia varietas yang berumur lebih pendek dan tanpa rehabilitasi jaringan irigasi. Meningkatnya hujan pada musim hujan menyebabkan tingginya frekuensi kejadian banjir, sedangkan menurunnya hujan pada musim kemarau akan meningkatkan risiko kekekeringan. Sebaliknya, di wilayah Indonesia bagian utara,meningkatnya hujan pada musim hujan akan meningkatkan peluang indeks penanaman, namun kondisi lahan tidak se baik di Jawa. Tren perubahan ini tentunya sangat berkaitan dengan sectorpertanian.
Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan aspek kunci yang harus menjadi rencana strategis Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tahan (resilience) terhadap variabilitas iklim saat ini dan mendatang.Upaya yang sistematis dan terintegrasi,serta komitmen dan tanggung jawab bersama yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan guna menyelamatkan sector pertanian. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disusun kebijakan kunci Departemen Pertanian dalam rangka melaksanakan agenda adaptasi mulai tahun 2007 sampai 2050 yang meliputi rencana aksi yang bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Perubahan iklim dengan segala penyebabnya secara faktual sudah terjadi di tingkat lokal, regional maupun global. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) mengakibatkan terjadinya pe manasan global, diikuti dengan naiknya tinggi permukaan air laut akibat pemuaian dan pencairan es di wilayah kutub.naiknya tinggi permukaan air laut akan meningkatkan energi yang tersimpan dalam atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim, antara lain El Ninodan La Nina. Fenomena El Nino dan LaNina sangat berpengaruh terhadap kondisi cuaca/iklim di wilayah Indonesia dengan geografis kepulauan. Sirkulasi antara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Atlantik sangat berpengaruh, sehingga wilayah Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari perubahan iklim. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya berbagai peristiwa bencana alam yang intensitas dan frekuensinya terus meningkat Fenomena El Nino adalah naiknya suhu di Samudera Pasifik hingga menjadi 31°C, sehingga akan menyebabkan kekeringan yang luar biasa di Indonesia.
Dampak negatifnya antara lain adalah peningkatan frekuensi dan luas kebakaran hutan, kegagalan panen, dan penurunan ketersediaan air. Fenomena La Nina merupakan ke balikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan Samudera Pasifik, yang menyebabkan angin serta awan hujan ke Australia dan Asia Bagian Selatan, termasuk Indonesia. Akibatnya, curah hujan tinggi disertai dengan angin topan dan berdampak pada terjadinya bencana banjir dan longsor besar
Perubahan iklim sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sector pembangunan di Indonesia. Sektor kesehatan manusia, infrastruktur, pesisir dan sektor lain yang terkait dengan ketersediaan pangan (pertanian, kehutanan dan lainnya) telah mengalami dampak perubahan tersebut. Di sektor pertanian, sama dengan sektor lainnya, belum ada studi tingkat nasional yang mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sumber daya iklim,lahan, dan sistem produksi pertanian (terutama pangan). Beberapa studi masih dilakukan pada tingkat lokal, seperti pengkajian dampak perubahan iklim pada hasil padi dengan menggunakan model simulasi.
Kerentanan suatu daerah terhadap perubahan iklim atau tingkat ketahanan dan kemampuan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim, bergantung pada struktur sosial-ekonomi, besarnya dampak yang timbul, infrastruktur, dan teknologi yang tersedia. Di Indonesia, upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1990,walaupun Indonesia tidak memiliki kewajiban untuk memenuhi target penurunan emisi GRK. Untuk memperkuat pelaksanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia pada sektor pertanian,perlu ditetapkan strategi nasional mitigasi dan adaptasi perubahan iklim secara terintegrasi, yang melibatkan berbagai instansi terkait.

1.1.  Tujuan
a)      Dapat mengetahui alat alat untuk mengukur cuaca dan iklim.
b)      Dapat mengetahui cara-cara pembuatan Kompos.
c)      Dapat mengatahui cara memodifikasi iklim.














ll. METEDOLOGI

2.1. Pengenalan Alat Agroklimatologi
2.1.1. Alat
a.       Pengukur suhu udara minimum dan maksimum dan pengukur suhu tanah (temometer raksa,termograf,dan thermometer Tanah)
b.  Pengukur kelembaban nisbi udara (thermometr bola basah dan kering).
c.  Pengukur curah hujan  (ombrometer)
d.  Pengukur lama penyinaran matahari (solarimeter Campbell Stockes).
e.  Pengukur kecepatan dan arah angin (Anemometer)
d.  Pengukuran Penguapan ( Panci Evaporasi)
2.2. Pembuatan Kompos
2.2.2. Alat
Pisau Atau parang,cangkul,sekop,thermometer,Ayakan,Ember/gembor.

2.2.3. Bahan
·         kotoran sapi
·         kotoran kambing
·         jerami padi
·         gula : untuk makanan mikroorganisme
·         air bersih : untuk menjaga kelembaban kompos dan mencuci kayu apu
·         EM4 EM4 (Effektive Microorganism 4)
2.2.4. Cara Kerja
1.      Pengumpulan bahan
Pada tahap ini semua bahan yang akan dijadikan kompos dikumpulkan, baik kotoran sapi, kotoran kambing, jerami padi.
2.      Pembersihan bahan
Bahan yang perlu dicuci untuk memisahkan  kotoran-kotoran yang ikut terambil seperti lumpur, dan sisa jerami padi, bahkan mungkin hama
3.      Pengeringan bahan
Bahan yang dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya sehingga mempercepat proses dekomposisi
4.      Pencacahan bahan
Bahan dicacah dengan tujuan bahan dapat dengan mudah dan cepat didekomposisi menjadi kompos
5.      Pencampuran bahan / pemrosesan
·   Bahan yang telah dicacah tadi dicampur dengan kotoran sapi dan kotoran kambing, dan disemprot rata dengan larutan EM4 untuk membantu mempercepat proses pengomposan, diatur kelembabannya, apabila terlalu kering maka perlu disiram/ditambahkan air. Setelah rata ditambahkan abu dapur untuk menetralisasi pH serta menambah unsur hara Ca, K dan Mg. Ditambahkan pula larutan gula sebagai makanan organisme sehingga dapat mempercepat pengomposan pula.
·   Bahan yang telah tercampur kemudian dimasukkan dalam plastik hitam untuk pengomposannya. Plastik diikat rapat agar tidak ada mikroorganisme maupun makroorganisme dari luar yang masuk ke dalam bahan kompos. Kompos diletakkan pada tempat yang teduh terlindung dari cahaya matahari langsung dan hujan.
6.      Pemantauan temperatur, pH, dan kelembaban
·   Pengukuran suhu dilakukan dengan termometer pertama kali setelah tumpukan berumur 3 hari untuk mengetahui suhu tumpukan. Setelah itu, pengukuran suhu dilakukan setiap 1-2 minggu sekali. Bila temperatur lebih dari 500C dilakukan pembalikan.
·   pH selama proses pengomposan pun perlu dipantau. Kiaran pH kompos yang optimal adalah 6,0-8,0. Jika pH terlalu tinggi atau terlalu basa, konsumsi oksigen akan naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan, selain itu pH yang tinggi juga akan menyebabkan unsur nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi amonia (NH3). Sebaliknya dalam keadaan asam akan menyebabkan sebagian mikroorganisme mati. Pemberian abu dapur, kapur, serta pembalikan kompos mempunyai dampak netralisasi keasaman.
·   Kelembaban selama pengomposan diusahakan tidak terlalu kering dan telalu basah karena berhubungan dengan kegiatan dan kehidupan mikrobia.
7.      Pembalikan
Pembalikan dilakukan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
8.      Penyiraman
Penyiraman dilakukan jika tumpukan bahan kompos terlalu kering dan sebaiknya dilakukan sebelum pembalikan sehingga ketika dilakukan pembalikan, air akan tercampur dengan sendirinya. Kadar air yang ideal selama proses pengomposan adalah 40-60%, dengna nilai optimum 55%.
9.      Pematangan
Setelah pengomposan berjalan 30-40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu tumpukan telah lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama 14 hari.



2.3. Pengamatan iklim
2.3.1. Alat
Panci Evaporasi,Bola kering,bola basah
2.4. Modifikasi Iklim
a. Pemakaian mulsa
b. pemakaian rumah kaca
2.5. Penanaman
2.5.1. Alat
Cangkul, parang, garuan, ember, dan gembor
2.5.2. Bahan
Benih bayam, air, pupuk kandang.









lll. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Pengenalan Alat Agroklimatologi
a.    Hygrometer
Alat ini memiliki bagian-bagian, diantaranya :
1.     Jarum penunjuk skala suhu
2.     Jarum penunjuk skala kelembaban
3.     Spiral dwi logam
4.     Spiral benda  higroskopis

Prinsip kerja alat ini adalah termodinamika. Pada alat ini terdapat termometer bola kering (dry) dan termometer bola basah (wet).
1.  Thermometer Bola Basah
Pada bagian belakang alat terdapat tabung yang berisi air, tabung tersebut berguna untuk mengadaptasi udara luar untuk mengukur kelembaban dan penguapan.
2.   Termometer Bola Kering
Untuk mengukur suhu disekitar dan kelembaban yang terjadi.
            Cara kerja alat ini adalah :
1.     Alat di jinjing/disimpan pada sangkar meteo pada ketinggian tertentu
2.     Untuk pengamatan dapat dilihat langsung melalui parameter termometer yang akan berubah-ubah tergantung pada kondisi.

b. Termometer Tanah
   Alat ini memiliki bagian-bagian diantaranya :
1.            Batang thermo.
2.            Kaca pelindung atau tutup.
3.            Jarum penunjuk suhu.
4.            Skala.
Prinsip kerja alat ini adalah pada keadaan suhu tinggi maka air raksa akan mengembang dan mengakibatkan panjang kolom air raksa di dalam tabung bertambah dan kejadian tersebut berlaku sebaliknya. Jadi besarnya suhu ditunjukan oleh panjang kolom air rakasa.
Prosedur kerja alat ini adalah :
1.    Buka atau lepas penutup kaki yang tersarung pada kaki thermometer tanah
2.    Masukan kaki thermometer tanah pada tanah yang akan diukur suhunya sampai  tertanam atau berdiri tegar.
3.    Setelah kaki dari thermometer ini terbenam dalam tanah maka dengan sendirinya keadaan suhu tanah akan dapat dilihat pada layar yang ditunjukan oleh jarum penunjuk.

c. Termometer Maksimum dan Minimum
   Alat ini memiliki bagian-bagian diantaranya :
1.    Skala
2.    Suhu maksimum
3.    Suhu minimum
4.    Jarum perak
5.    Alkohol
6.    Air raksa
Prinsip kerja alat ini yaitu jika suhu udara naik, maka air raksa dalam bola akan memuai mendorong cairan air raksa keluar melalui pipa yang menyempit, suhu udara terus naik sampai mencapai nilai maksimum. Jika suhu udara turun, cairan air raksa dalam bola akan menyusut sehingga alur air raksa dalam pipa kapiler terputus, namun ujung air raksa tetap menunjukkan nilai skala yang maksimum.
Prosedur kerja alat ini adalah :
1.    Thermometer ditempatkan di dalam udara dengan mengatasi faktor-faktor yang berpengaruh antara lain yaitu faktor radiasi dan peredaran udara.
2.    Penempatan pada udara dilakukan dengan menempatkannya pada sangkar stevenson 120 cm dengan posisi pintu tidak menghadap matahari. Penempatan thermometer ini dipasang mendatar.
3.    Lihat parameter suhu pada kedua sisi untuk mengetahui suhu maksimum dan minimumnya.

d. Thermo Hygrometer
  Alat ini memiliki bagian-bagian, diantaranya :
1.    Display
2.    Sensor
3.    Tombol suhu
4.    Reset
5.    Power
Prinsip kerja alat ini adalah tekan tombol clear terlebih dahulu untuk menetralkan, kemudian tekan tombol thermo min dan max secara bergantian untuk mengetahui suhu dan tombol hygro untuk mengeatahui kelembaban.
Prosedur kerja alat ini adalah :
1.    Disimpan pada tempat yang akan diukur suhu dan kelembabannya
2.    Tombol clear ditekan dulu agar dalam keadaan netral
3.   Tombol thermo minimum dan maksimum ditekan secara bergantian untuk mengetahui suhu
4.    Tombol hygro ditekan untuk mengetahui tingkat kelembaban

e. Termometer Biasa
  Alat ini memiliki bagian-bagian, diantaranya :
1.    Alkohol.
2.    Pipa kaca.
3.    Titik didih.
4.     Reservoir air raksa.
5.     Skala
Prinsip kerja alat ini adalah Pada keadaan suhu tinggi maka air raksa akan mengembang dan mengakibatkan panjang kolom air raksa di dalam tabung bertambah dan kejadian tersebut berlaku sebaliknya. Jadi besarnya suhu ditunjukan oleh panjang kolom air rakasa.
Prosedur kerja alat ini adalah :
1.    Termometer ditempatkan pada tempat atau ruangan yang akan diukur suhunya
2.    Suhu dinyatakan pada indikator air raksa

f. Ombrometer Tipe Manual
  Alat ini memiliki bagian-bagian, dianataranya :
1.  Corong
2.   Tabung ukur
3.    Keran
Prinsip kerja alat ini adalah air hujan masuk melalui corong, Lalu turun ke tabung ukur. Keran yang ada didalam diputar agar air dapat mengalair ke tabung ukur. Ukur banyaknya air yang masuk. Jika air didalam tabung ukur sudah penuh, buang air tesebut.
Prosedur kerja alat ini adalah :
1.    Alat diletakkan pada tempat yang ingin diukur curah hujannya
2.    Biarkan beberapa saat
3.    Jika air didalam tabung ukur sudah penuh, air tersebut dibuang.

g. Ombrometer Tipe Hellman
 Alat ini memiliki bagian-bagian, diantaranya :
1.   Corong luar.
2.   Tutup.
3.   Pena pencatat.
4.   Batang pencatat.
5.   Pengunci tromol.
6.   Pompa.
7.   Selang sambungan.
8.   Panci penampung air.
9.   Pemutar jam
10. Selang corong
Prinsip kerja alat ini adalah Jika hujan turun, air hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung. Air ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat (naik keatas). Pada tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakkannya selalu mengikuti tangkai pelampung. Gerakkan pena dicatat pada pias yang ditakkan/ digulung pada silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per. Jika air dalam tabung hampir penuh, pena akan mencapai tempat teratas pada pias. Setelah air mencapai atau melewati puncak lengkungan selang gelas, air dalam tabung akan keluar sampai ketinggian ujung selang dalam tabung dan tangki pelampung dan pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal. Dengan demikian jumlah curah hujan dapat dhitung/ ditentukan dengan menghitung jumlah garis-garis vertikal yang terdapat pada pias.
 Prosedur kerja alat ini adalah :
1.    Dipasang pada lapangan terbuka
2.    Air yang masuk menyebabkan pena bergerak dan mencatat pada pias yang digulung silinder
3.    Jika air sudah mencapai titik maksimum, air dalam tabung akan keluar
4.    Jumlah curah hujan dapat dihitung / ditentukan dengan menghitung jumlah garis-garis vertikal yang terdapat pada pias

h. Anemometer
Alat ini mempunyai bagian-bagian, diantaranya :
1.   Mangkuk.
2.   Petunjuk arah mata angin.
3.   Generator sinyal atau alat penghitung pencatatan.
Prinsip kerja alat ini adalah mengukur kecepatan dan arah angin. Angin adalah gerakan atau perpindahan masa udara pada arah horizontal yang disebabkan oleh perbedaan tekanan udara dari satu tempat dengan tempat lainnya. Angin diartikan pula sebagai gerakan relatif udara terhadap permukaan bumi, pada arah horizontal atau hampir horinzontal. Masa udara ini mempunyai sifat yang dibedakan antara lain oleh kelembaban (RH) dan suhunya, sehingga dikenal adanya angin basah, angin kering dan sebagainya. Sifat-sifat ini dipengaruhi oleh tiga hal utama, yaitu (1) daerah asalnya dan (2) daerah yang dilewatinya dan (3) lama atau jarak pergerakannya. Dua komponen angin yang diukur ialah kecepatan dan arahnya.
Lamanya pengamatan maupun data hasil pencatatan biasanya disesuaikan dengan kepentingannya. Untuk kepentingan agroklimatologi umumnya dicari rata-rata kecepatan dan arah angin selama periode 24 jam (nilai harian). Berdasarkan nilai ini kemudian dapat dihitung nilai mingguan, bulanan dan tahunannya. Bila dipandang perlu dapat dilakukan pengamatan interval waktu lebih pendek agar dapat diketahui rata-rata kecepatan angin periode pagi, siang, dan malam.
Prosedur kerja alat ini adalah :
1.    Dipasang pada lapangan terbuka diketinggian  10 meter di atas tanah atau ditempatkan sedimikian rupa sehingga tidak mendapat pengaruh dari penghalang di sekitarnya
2.    Angin  yang berhembus akan memberikan tekanan pada bagian cekung, maka mangkuk akan selalu berputar ke satu arah. Bila gerakan angin makin cepat perputaran anemometer juga akan makin cepat pula.
3.2. Pembuatan Pupuk Kompos
Kegiatan pembuatan kompos berupa pengumpulan bahan, pembersihan bahan, pengeringan bahan, pencacahan bahan, pencampuran bahan/pemrosesan, pemantauan temperatur, pH dan kelembaban, pembalikan, penyiraman, pematangan, pengayakan dan pengemasan.
Bahan yang telah di gunakan dalam pembuatan kompos di kumpulkan. Semua bahan kemudian dicampurkan menjadi satu, ditambah larutan EM4 sebagai dekomposer, larutan gula sebagai makanan mikroorganisme untuk mempercepat pengomposan, dan abu dapur untuk menambah unsur Ca, K dan Mg serta untuk menetralkan pH. Lalu diukur suhu awal dan pH awal, suhu awal pengomposan yaitu   30 oC dan pH 6,5. Kompos awal tersebut lalu diletakkan di tepat terlindung dari cahaya matahari langsung dan hujan agar tidak menganggu proses pengomposan. Selama proses pengomposan dilakukan pengamatan rutin dengan variabel yang diamati berupa suhu, pH, kelembaban, bau dan warna.
Pada praktikum pembuatan kompos ini,ternyata pemubuatan kompos mengalami kegagalan. Factor kegagalan dalam pembuatan kompos ini di karenakan tidak adanya pengamatan yang rutin di dalam pembuatan kompos ini dan terbatasnya alat dan bahan yang tersedia.
3.3. Pengamatan Iklim
Table 1. Hasil pengamatan iklim minggu ke- 1
Hari
Waktu pengamatan
SUHU 0C
KELEMBABAN 0C
CUR-AH HUJAN (mm)
EVAPO-RASI
(cm)
Tanah
Ruan-gan
Bola basah
Bola keri-ng
RH
Tanah
Ruangan
(%)


Senin
Pagi






73


Siang

28
34
35
93

48
0

Sore

29
31
33
85

72


Selasa
Pagi

25
21,5
22
95

72
26
26,3
Siang

28
29
30
93

67


Sore

27
31
32
93

60


Rabu
Pagi

25
23
24
91

72
26
24
Siang

26
33
36
81

67


Sore

27
26
27
92

60


kamis
Pagi

24
23
24
91

80
24
19,2
Siang

29
30
33
80

66


Sore

25,5
24
26
84

70


Jumat
Pagi

24
23
24
91

89
0

Siang

29
30
33
80

66


Sore

25,5
24
26
84

70


Sabtu
Pagi

24
20
22
82

39
12
12,1
Siang

27
25
27
84

35


Sore

25
24
25
92

37


Minggu
Pagi

25
24
22
82

87
18
12,2
Siang

28
26
24
83

71


Sore

28
27
25
84

68



Table 2 . Pengamatan iklim minggu ke 2
Hari
Waktu pengamatan
SUHU 0C
KELEMBABAN 0C
CUR-AH HUJAN (mm)
EVAPO-RASI
(cm)
Tanah
Ruan-gan
Bola basah
Bola keri-ng
RH
Tanah
Ruangan
(%)


Senin
Pagi

25
25
24
91

89


Siang

29
27
30
80

78


Sore

26
25
26
92

67,5


Selasa
Pagi

26
25
26
92

59
25
24
Siang

28
31
33
85

53


Sore

27
27
27,5
97

55


Rabu
Pagi

23
21
23
83

70
26
27,1
Siang

25,5
22
22
100

73,5


Sore

25
26
27
92

67,5


kamis
Pagi

25
26,5
27,5
92

66,5
24
19,5
Siang

30
29
31
86

60


Sore

27
27
28
92

64,5


Jumat
Pagi

23
25
25
100

67
28
26
Siang

28
28
27
92

62


Sore

25
27,5
26,5
92

63


Sabtu
Pagi

26
23
22
91

70
25
23
Siang

29
27
26,5
96

65


Sore

28
25
24
91

67


Minggu
Pagi

22
24
25
92

80
20
18
Siang

26
30
29
92

69


Sore

25
27
26
92

75



3.4. Modifikasi Iklim
3.4.1. Pemakaian Mulsa
a. Pengertian Mulsa
   Mulsa adalah material penutup tanaman, khususnya pada tanaman budidaya, biasanya sering kita jumpai di perkebunan. Bentuk mulsa menyerupai plastik berwarna hitam atau berwarna silver mengkilap, ada pun tujuan atau manfaat mulsa. Manfaat mulsa itu digunakan untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi fluktuasi suhu tanah, menekan pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu tanaman budidaya, dan untuk mencegah buah agar tidak langsung  menyentuh tanah karena apabila menyentuh tanah buah akan busuk sehingga produksi menurun (Sumiati. 2005).
Mulsa adalah komponen penting dalam sistem pertanian berkelanjutan. Pada awal sejarahnya, sistem mulsa banyak digunakan petani anggur untuk mengurangi gulma yang tumbuh di antara baris jalur pertanaman anggur. Cara ini kini banyak diterapkan di sistem pertanam yang lain. Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta menghambat pertumbuhan gulma (rumput liar).
b.  Macam-macam mulsa
1. Mulsa sisa tanaman
Mulsa ini terdiri dari bahan organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup sempurna.
Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan cadangan air tanah. Mulsa juga menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga (buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain itu, sisa tanaman dapatmenarik binatang tanah (seperti cacing), karena kelembaban tanah yang tinggi dan tersedianya bahan organik sebagai makanan cacing. Adanya cacing dan bahan organik akan membantu memperbaiki struktur tanah.
Mulsa sisa tanaman akan melapuk dan membusuk. Karena itu perlu menambahkan mulsa setiap tahun atau musim, tergantung kecepatan pembusukan. Sisa tanaman dari rumput-rumputan, seperti jerami padi, lebih lama melapuk dibandingkan bahan organik dari tanaman leguminose seperti benguk, Arachis, dan sebagainya.
2. Mulsa Vertikal
Mulsa pada umumnya disebar secara merata di permukaan tanah. Tetapi mulsa vertikal adalah mulsa sisa tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah secara vertikal untuk mengisi retak-retak dan rengkah pada penampang tanah. Mulsa vertikal cocok untuk tanah yang sering mengalami rengkah di musim kemarau, seperti tanah Vertisols (Grumusol) yang banyak dijumpai pada daerah beriklim kering.
Tanah liat Grumusol pada umumnya sulit dan berat diolah. Pada musim hujan tanah ini menjadi liat dan lengket, dan pada musim kemarau mejadi keras dan retak-retak. Cara lain untuk pemberian mulsa vertikal adalah dengan menggali parit menurut garis kontur dan membenamkan jerami atau sisa tanaman di dalamnya.
Keunggulan mulsa vertikal adalah sebagai berikut :
       Meningkatkan kesuburan tanah karena menambah bahan organik
       Meningkatkan peresapan air
       Mengurangi erosi
       Meningkatkan kehidupan jasad mikro dan makro di dalam tanah

c.   Manfaat pemberian mulsa yaitu:
1.    Mengurangi penyiraman, karena penguapan air dari tanah menjadi berkurang
2.    Menjaga suhu tanah lebih stabil. suhu di sekitar perakaran tetap sejuk hingga akar bisa bekerja lebih optimal.
3.    Pengendali gulma
4.    Mengurangi erosi air atau angin
5.    Menambah keindahan lahan pertanian
6.    sebagai sumber hara
7.   Melindungi permukaan tanah dari pukulan langsung butir-butir air hujan serta  mengurangi aliran permukaan, erosi dan kehilangan tanah.
8.   Menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma) sehingga mengurangi (biaya tenaga kerja untuk penyiangan.
9.    Mulsa yang berupa sisa-sisa tanaman menjadi sumber bahan organik tanah
10. Meningkatkan aktivitas jasad renik (mikroorganisme tanah), sehingga memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah
11. Membantu menjaga suhu tanah serta mengurangi penguapan   sehingga  mempertahankan kelembaban tanah sehingga pemanfaatan kelembaban tanah menjadi lebih efisien.
12.  Tergolong teknik konservasi tanah yang memerlukan jumlah tenaga kerja / biaya rendah.

d. Kelemahan dari penggunaan mulsa adalah sebagai berikut :
1.     Bahan-bahan mulsa mungkin menjadi sarang berkembangbiaknya penyakit-penyakit tanaman. Namun hal ini masih perlu diteliti bagi setiap bahan mulsa yang digunakan.
2.     Tidak dapat digunakan dalam keadaan iklim yang terlampau basah.
3.     Mulsa sukar ditebarkan secara merata pada lahan-lahan yang sangat miring.
4.     Bahan-bahan untuk mulsa tidak selalu tersedia.
5.   Beberapa jenis rumput jika digunakan sebagai mulsa dapat tumbuh dan berakar sehingga dapat menjadi tanaman pengganggu.

3.4.2. Pemakain rumah kaca (greenhouse)
Green House ( Rumah kaca) atau rumah hijau  adalah sebuah bangunan yang terbuat dari kaca atau plastik  yang sangat tebal dan menutup diseluruh pemukaan bangunan, baik atap maupun dindingnya. Rumah kaca menjadi panas karena radiasi elektromagnetik yang datang dari matahari memanaskan tumbuhan, tanah, dan barang lainnya di dalam bangunan ini.
Di dalam rumah kaca dilengkapi juga dengan peralatan pengatur temperature dan kelembaban udara serta distribusi air maupun pupuk. Bangunan ini tergolong bangunan yang sangat langka dan mahal, karena tidak semua tempat yang kita jumpai dapat ditemukan bangunan semacam ini. Green house biasanya hanya dimiliki oleh Perguruan Tinggi atau lembaga pendidikan, Balai Penelitian dan perusahaan yang bergerak dibidang bisnis perbenihan, bunga dan fresh market hortikultura.
Secara umum green house dapat didefinisikan sebagai bangun kontruksi dengan atap tembus cahaya yang berfungsi memanipulasi kondisi lingkungan agar tanaman di dalamnya dapat berkembang optimal. 
Perpindahan Energi radiasi di dalam Rumah Kaca, awalnya sejumlah energi radiasi yang memasuki rumah kaca sebagian dipantulkan oleh bermacam-macam permukaan di dalam struktur bangunan dan dilakukan keluar menembus penutup. Sisanya akan diserap oleh tanaman, tanah, benda yang ada dalam rumah kaca.Energi akan dikeluarkan sebagai panas laten oleh transpirasi, hal tersebut memanasi udara rumah kaca oleh konduksi dan konveksi intrenal, atau hal itu diemisikan sebagai gelombang pendek, mengalami perubahan ketika diserap dan dikonversi menjadi bahang, dan suatu bagian dari yang ada saat itu adalah radiasi gelombang panjang yang terperangkap di dalam struktur tanaman. Kejadian terperangkapnya gelombang panjang di dalam rumah kaca, dan meningkat temperatur udara di dalam ruangan di kenal sebagai efek rumah kaca.


3.5. Peranan iklim Mikro terhadap penanaman budidaya bayam
a. Iklim
Keadaan angin yang terlalu kencang dapat merusak tanaman bayam khususnya untuk bayam yang sudah tinggi. Kencangnya angin dapat merobohkan tanaman. Tanaman bayam cocok ditanaman didataran tinggi maka curah hujannya juga lebih dari 1500 mm / tahun (Ariyanto, 2008).
Tanaman bayam memerlukan cahaya matahari penuh. Kebutuhan akan sinar matahari untuk tanaman bayyam cukup besar. Pada tempat ternaungi pertumbuhan bayam menjadi kurus. Suhu rata – rata 16-200C (Hadisoeganda, 1996).
Kelembaban udara yang cocok untuk tanaman bayam antara 40% - 60%. Kebutuhan matahari 400 – 800 foot candless, curah hujan 1000 – 2000 mm / tahun dengan kelembaban diatas 60% (Fazria, 2011).













lV. PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Agroklimatolgi adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara unsur-unsur iklim dengan kehidupan tanaman.
Alat-alat mengukur unsur-unsur cuaca dan iklim yaitu ; temometer raksa, termograf, thermometer Tanah, thermometr bola basah dan kering, ombrometer, Anemometer, Panci Evaporasi.
Modifikasi iklim mikro adalah upaya untuk menciptakan lingkungan yang optimal atau paling tidak lebih baik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam kegiatan pertanian. Pendekatan lain untuk memodifikasi iklim mikro yang dilakukan manusia diantaranya adalah dengan merubah kelembaban udara, dan temperatur. Untuk itu perlu dilakukannya pengukuran unsur iklim mikro agar dapat emngetahui kondisi iklim mikro terbaik bagi tiap jenis tanaman.

4.2. Saran
·         Mohon waktu pratekum agroklimatologi, asistenya lebih cepat datang sehingga waktu praktikum tidak terganggu.
  

0 komentar:

Posting Komentar