I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Agroklimatolgi adalah ilmu yang mempelajari tentang
hubungan antara unsur-unsur iklim dengan kehidupan tanaman.Radiasi Matahari
adalah sesuatu pancaran bersumber dari sinar matahari pada
peristiwafotosintesis yang terjadi dalam atmosfer yang di anggap penting bagi
sumber kehidupan dan sangat berpengaruh terhadap hasil produksi.
Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak di
daerah katulistiwa termasuk wilayah yang sangat rentan terhadap perubahan
iklim. Perubahan pola curah hujan,kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta
peningkatan kejadian iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan
beberapa dampak serius perubahan iklim yang dihadapi Indonesia. Perubahan iklim
akan menyebabkan: (a) seluruh wilayah Indonesia mengalami kenaikan suhu udara,
dengan laju yang lebih rendah dibanding wilayah subtropis; (b) wilayah selatan
Indonesia mengalami penurunan curah hujan, sedangkan wilayah utara akan
mengalami peningkatan curah hujan. Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan
berubahnya awal dan panjang musim hujan. Di wilayah Indonesia bagian selatan,
musim hujan yang makin pendek akan menyulitkan upaya meningkatkan indeks
pertanaman (IP) apa bila tidak tersedia varietas yang berumur lebih pendek dan
tanpa rehabilitasi jaringan irigasi. Meningkatnya hujan pada musim hujan
menyebabkan tingginya frekuensi kejadian banjir, sedangkan menurunnya hujan
pada musim kemarau akan meningkatkan risiko kekekeringan. Sebaliknya, di
wilayah Indonesia bagian utara,meningkatnya hujan pada musim hujan akan
meningkatkan peluang indeks penanaman, namun kondisi lahan tidak se baik di
Jawa. Tren perubahan ini tentunya sangat berkaitan dengan sectorpertanian.
Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan aspek kunci yang harus menjadi rencana strategis Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tahan (resilience) terhadap variabilitas iklim saat ini dan mendatang.Upaya yang sistematis dan terintegrasi,serta komitmen dan tanggung jawab bersama yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan guna menyelamatkan sector pertanian. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disusun kebijakan kunci Departemen Pertanian dalam rangka melaksanakan agenda adaptasi mulai tahun 2007 sampai 2050 yang meliputi rencana aksi yang bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Strategi antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan aspek kunci yang harus menjadi rencana strategis Departemen Pertanian dalam rangka menyikapi perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang tahan (resilience) terhadap variabilitas iklim saat ini dan mendatang.Upaya yang sistematis dan terintegrasi,serta komitmen dan tanggung jawab bersama yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan guna menyelamatkan sector pertanian. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disusun kebijakan kunci Departemen Pertanian dalam rangka melaksanakan agenda adaptasi mulai tahun 2007 sampai 2050 yang meliputi rencana aksi yang bersifat jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
Perubahan iklim dengan segala penyebabnya secara faktual sudah terjadi di
tingkat lokal, regional maupun global. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas
rumah kaca (GRK) mengakibatkan terjadinya pe manasan global, diikuti dengan
naiknya tinggi permukaan air laut akibat pemuaian dan pencairan es di wilayah
kutub.naiknya tinggi permukaan air laut akan meningkatkan energi yang tersimpan
dalam atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim, antara lain El
Ninodan La Nina. Fenomena El Nino dan LaNina sangat berpengaruh terhadap
kondisi cuaca/iklim di wilayah Indonesia dengan geografis kepulauan. Sirkulasi
antara benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Atlantik sangat
berpengaruh, sehingga wilayah Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari
perubahan iklim. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya berbagai peristiwa
bencana alam yang intensitas dan frekuensinya terus meningkat Fenomena El Nino
adalah naiknya suhu di Samudera Pasifik hingga menjadi 31°C, sehingga akan
menyebabkan kekeringan yang luar biasa di Indonesia.
Dampak negatifnya antara lain adalah peningkatan frekuensi dan luas
kebakaran hutan, kegagalan panen, dan penurunan ketersediaan air. Fenomena La
Nina merupakan ke balikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu permukaan
Samudera Pasifik, yang menyebabkan angin serta awan hujan ke Australia dan Asia
Bagian Selatan, termasuk Indonesia. Akibatnya, curah hujan tinggi disertai
dengan angin topan dan berdampak pada terjadinya bencana banjir dan longsor
besar
Perubahan iklim sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sector pembangunan di Indonesia. Sektor kesehatan manusia, infrastruktur, pesisir dan sektor lain yang terkait dengan ketersediaan pangan (pertanian, kehutanan dan lainnya) telah mengalami dampak perubahan tersebut. Di sektor pertanian, sama dengan sektor lainnya, belum ada studi tingkat nasional yang mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sumber daya iklim,lahan, dan sistem produksi pertanian (terutama pangan). Beberapa studi masih dilakukan pada tingkat lokal, seperti pengkajian dampak perubahan iklim pada hasil padi dengan menggunakan model simulasi.
Perubahan iklim sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sector pembangunan di Indonesia. Sektor kesehatan manusia, infrastruktur, pesisir dan sektor lain yang terkait dengan ketersediaan pangan (pertanian, kehutanan dan lainnya) telah mengalami dampak perubahan tersebut. Di sektor pertanian, sama dengan sektor lainnya, belum ada studi tingkat nasional yang mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sumber daya iklim,lahan, dan sistem produksi pertanian (terutama pangan). Beberapa studi masih dilakukan pada tingkat lokal, seperti pengkajian dampak perubahan iklim pada hasil padi dengan menggunakan model simulasi.
Kerentanan
suatu daerah terhadap perubahan iklim atau tingkat ketahanan dan kemampuan
beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim, bergantung pada struktur
sosial-ekonomi, besarnya dampak yang timbul, infrastruktur, dan teknologi yang
tersedia. Di Indonesia, upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1990,walaupun Indonesia tidak memiliki
kewajiban untuk memenuhi target penurunan emisi GRK. Untuk memperkuat
pelaksanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia pada sektor
pertanian,perlu ditetapkan strategi nasional mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim secara terintegrasi, yang melibatkan berbagai instansi terkait.
1.1. Tujuan
a) Dapat
mengetahui alat alat untuk mengukur cuaca dan iklim.
b) Dapat
mengetahui cara-cara pembuatan Kompos.
c) Dapat
mengatahui cara memodifikasi iklim.
ll. METEDOLOGI
2.1. Pengenalan Alat
Agroklimatologi
2.1.1. Alat
a. Pengukur suhu udara minimum dan maksimum
dan pengukur suhu tanah (temometer raksa,termograf,dan thermometer Tanah)
b. Pengukur kelembaban
nisbi udara (thermometr bola basah dan kering).
c. Pengukur curah hujan (ombrometer)
d. Pengukur lama penyinaran
matahari (solarimeter Campbell Stockes).
e. Pengukur
kecepatan dan arah angin (Anemometer)
d. Pengukuran Penguapan ( Panci Evaporasi)
2.2. Pembuatan Kompos
2.2.2. Alat
Pisau Atau
parang,cangkul,sekop,thermometer,Ayakan,Ember/gembor.
2.2.3. Bahan
·
kotoran
sapi
·
kotoran
kambing
·
jerami
padi
·
gula
: untuk makanan mikroorganisme
·
air
bersih : untuk menjaga kelembaban kompos dan mencuci kayu apu
·
EM4
EM4 (Effektive Microorganism 4)
2.2.4. Cara Kerja
1.
Pengumpulan bahan
Pada tahap ini semua bahan yang akan dijadikan kompos
dikumpulkan, baik kotoran sapi, kotoran kambing, jerami padi.
2.
Pembersihan bahan
Bahan yang perlu dicuci untuk memisahkan kotoran-kotoran yang ikut terambil seperti
lumpur, dan sisa jerami padi, bahkan mungkin hama
3.
Pengeringan bahan
Bahan yang dikeringkan untuk mengurangi kadar airnya
sehingga mempercepat proses dekomposisi
4.
Pencacahan bahan
Bahan dicacah dengan tujuan bahan dapat dengan mudah dan
cepat didekomposisi menjadi kompos
5.
Pencampuran bahan / pemrosesan
·
Bahan
yang telah dicacah tadi dicampur dengan kotoran sapi dan kotoran kambing, dan
disemprot rata dengan larutan EM4 untuk membantu mempercepat proses
pengomposan, diatur kelembabannya, apabila terlalu kering maka perlu
disiram/ditambahkan air. Setelah rata ditambahkan abu dapur untuk menetralisasi
pH serta menambah unsur hara Ca, K dan Mg. Ditambahkan pula larutan gula
sebagai makanan organisme sehingga dapat mempercepat pengomposan pula.
·
Bahan
yang telah tercampur kemudian dimasukkan dalam plastik hitam untuk
pengomposannya. Plastik diikat rapat agar tidak ada mikroorganisme maupun
makroorganisme dari luar yang masuk ke dalam bahan kompos. Kompos diletakkan
pada tempat yang teduh terlindung dari cahaya matahari langsung dan hujan.
6.
Pemantauan temperatur, pH, dan kelembaban
·
Pengukuran
suhu dilakukan dengan termometer pertama kali setelah tumpukan berumur 3 hari
untuk mengetahui suhu tumpukan. Setelah itu, pengukuran suhu dilakukan setiap
1-2 minggu sekali. Bila temperatur lebih dari 500C dilakukan
pembalikan.
·
pH
selama proses pengomposan pun perlu dipantau. Kiaran pH kompos yang optimal
adalah 6,0-8,0. Jika pH terlalu tinggi atau terlalu basa, konsumsi oksigen akan
naik dan akan memberikan hasil yang buruk bagi lingkungan, selain itu pH yang
tinggi juga akan menyebabkan unsur nitrogen dalam bahan kompos berubah menjadi
amonia (NH3). Sebaliknya dalam keadaan asam akan menyebabkan sebagian
mikroorganisme mati. Pemberian abu dapur, kapur, serta pembalikan kompos
mempunyai dampak netralisasi keasaman.
·
Kelembaban
selama pengomposan diusahakan tidak terlalu kering dan telalu basah karena
berhubungan dengan kegiatan dan kehidupan mikrobia.
7.
Pembalikan
Pembalikan dilakukan untuk membuang panas yang berlebihan,
memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, meratakan proses pelapukan di
setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran
bahan menjadi partikel kecil-kecil.
8.
Penyiraman
Penyiraman dilakukan jika tumpukan bahan kompos terlalu
kering dan sebaiknya dilakukan sebelum pembalikan sehingga ketika dilakukan
pembalikan, air akan tercampur dengan sendirinya. Kadar air yang ideal selama
proses pengomposan adalah 40-60%, dengna nilai optimum 55%.
9.
Pematangan
Setelah pengomposan berjalan 30-40 hari, suhu tumpukan akan
semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan. Pada saat itu tumpukan telah
lapuk, berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan
selama 14 hari.
2.3. Pengamatan iklim
2.3.1. Alat
Panci Evaporasi,Bola kering,bola basah
2.4. Modifikasi Iklim
a. Pemakaian mulsa
b. pemakaian rumah kaca
2.5. Penanaman
2.5.1. Alat
Cangkul, parang, garuan, ember, dan gembor
2.5.2. Bahan
Benih bayam, air, pupuk kandang.
lll. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Pengenalan
Alat Agroklimatologi
a. Hygrometer
Alat ini memiliki bagian-bagian,
diantaranya :
1. Jarum penunjuk skala suhu
2. Jarum penunjuk skala kelembaban
3. Spiral dwi logam
4. Spiral benda higroskopis
Prinsip kerja alat ini adalah termodinamika. Pada alat
ini terdapat termometer bola kering (dry) dan termometer bola basah (wet).
1. Thermometer Bola Basah
Pada
bagian belakang alat terdapat tabung yang berisi air, tabung tersebut berguna
untuk mengadaptasi udara luar untuk mengukur kelembaban dan penguapan.
2. Termometer Bola
Kering
Untuk
mengukur suhu disekitar dan kelembaban yang terjadi.
Cara
kerja alat ini adalah :
1. Alat di
jinjing/disimpan pada sangkar meteo pada ketinggian tertentu
2. Untuk pengamatan dapat dilihat
langsung melalui parameter termometer yang akan berubah-ubah tergantung pada
kondisi.
b.
Termometer Tanah
Alat ini memiliki bagian-bagian diantaranya :
1.
Batang thermo.
2.
Kaca pelindung atau tutup.
3.
Jarum penunjuk suhu.
4.
Skala.
Prinsip kerja alat ini adalah pada keadaan
suhu tinggi maka air raksa akan mengembang dan mengakibatkan panjang kolom air
raksa di dalam tabung bertambah dan kejadian tersebut berlaku sebaliknya. Jadi
besarnya suhu ditunjukan oleh panjang kolom air rakasa.
Prosedur kerja alat ini adalah :
1. Buka atau
lepas penutup kaki yang tersarung pada kaki thermometer tanah
2. Masukan kaki
thermometer tanah pada tanah yang akan diukur suhunya sampai tertanam atau berdiri tegar.
3. Setelah kaki
dari thermometer ini terbenam dalam tanah maka dengan sendirinya keadaan suhu
tanah akan dapat dilihat pada layar yang ditunjukan oleh jarum penunjuk.
c. Termometer Maksimum dan Minimum
Alat
ini memiliki bagian-bagian diantaranya :
1.
Skala
2.
Suhu maksimum
3.
Suhu minimum
4.
Jarum perak
5.
Alkohol
6.
Air raksa
Prinsip kerja alat ini yaitu jika suhu udara naik, maka
air raksa dalam bola akan memuai mendorong cairan air raksa keluar melalui pipa
yang menyempit, suhu udara terus naik sampai mencapai nilai maksimum. Jika suhu
udara turun, cairan air raksa dalam bola akan menyusut sehingga alur air raksa
dalam pipa kapiler terputus, namun ujung air raksa tetap menunjukkan nilai
skala yang maksimum.
Prosedur kerja alat
ini adalah :
1. Thermometer
ditempatkan di dalam udara dengan mengatasi faktor-faktor yang berpengaruh
antara lain yaitu faktor radiasi dan peredaran udara.
2. Penempatan
pada udara dilakukan dengan menempatkannya pada sangkar stevenson 120 cm dengan
posisi pintu tidak menghadap matahari. Penempatan thermometer ini dipasang
mendatar.
3. Lihat parameter
suhu pada kedua sisi untuk mengetahui suhu maksimum dan minimumnya.
d. Thermo
Hygrometer
Alat ini memiliki bagian-bagian, diantaranya :
1.
Display
2.
Sensor
3.
Tombol suhu
4.
Reset
5.
Power
Prinsip kerja alat ini adalah tekan tombol
clear terlebih dahulu untuk menetralkan, kemudian tekan tombol thermo min dan
max secara bergantian untuk mengetahui suhu dan tombol hygro untuk mengeatahui
kelembaban.
Prosedur kerja
alat ini adalah :
1.
Disimpan pada tempat yang akan diukur suhu dan kelembabannya
2.
Tombol clear ditekan dulu agar dalam keadaan netral
3. Tombol thermo minimum
dan maksimum ditekan secara bergantian untuk mengetahui suhu
4.
Tombol hygro ditekan untuk mengetahui tingkat kelembaban
e. Termometer
Biasa
Alat ini memiliki bagian-bagian, diantaranya :
1.
Alkohol.
2. Pipa
kaca.
3. Titik
didih.
4.
Reservoir air raksa.
5. Skala
Prinsip kerja alat ini adalah Pada keadaan
suhu tinggi maka air raksa akan mengembang dan mengakibatkan panjang kolom air
raksa di dalam tabung bertambah dan kejadian tersebut berlaku sebaliknya. Jadi
besarnya suhu ditunjukan oleh panjang kolom air rakasa.
Prosedur kerja
alat ini adalah :
1.
Termometer
ditempatkan pada tempat atau ruangan yang akan diukur suhunya
2.
Suhu dinyatakan
pada indikator air raksa
f. Ombrometer
Tipe Manual
Alat ini memiliki bagian-bagian, dianataranya :
1. Corong
2. Tabung ukur
3.
Keran
Prinsip
kerja alat ini adalah air hujan masuk melalui corong, Lalu turun ke
tabung ukur. Keran yang ada
didalam diputar agar air dapat mengalair ke tabung ukur. Ukur banyaknya
air yang masuk. Jika air
didalam tabung ukur sudah penuh, buang air tesebut.
Prosedur kerja alat ini adalah :
1. Alat diletakkan
pada tempat yang ingin diukur curah hujannya
2. Biarkan
beberapa saat
3. Jika air
didalam tabung ukur sudah penuh, air tersebut dibuang.
g.
Ombrometer Tipe Hellman
Alat ini memiliki bagian-bagian, diantaranya :
1. Corong
luar.
2. Tutup.
3. Pena
pencatat.
4. Batang
pencatat.
5. Pengunci
tromol.
6. Pompa.
7. Selang
sambungan.
8. Panci
penampung air.
9. Pemutar
jam
10. Selang
corong
Prinsip kerja alat ini adalah Jika hujan turun, air
hujan masuk melalui corong, kemudian terkumpul dalam tabung tempat pelampung.
Air ini menyebabkan pelampung serta tangkainya terangkat (naik keatas). Pada
tangkai pelampung terdapat tongkat pena yang gerakkannya selalu mengikuti
tangkai pelampung. Gerakkan pena dicatat pada pias yang ditakkan/ digulung pada
silinder jam yang dapat berputar dengan bantuan tenaga per. Jika air dalam
tabung hampir penuh, pena akan mencapai tempat teratas pada pias. Setelah air
mencapai atau melewati puncak lengkungan selang gelas, air dalam tabung akan
keluar sampai ketinggian ujung selang dalam tabung dan tangki pelampung dan
pena turun dan pencatatannya pada pias merupakan garis lurus vertikal. Dengan
demikian jumlah curah hujan dapat dhitung/ ditentukan dengan menghitung jumlah
garis-garis vertikal yang terdapat pada pias.
Prosedur kerja
alat ini adalah :
1. Dipasang pada
lapangan terbuka
2. Air yang masuk menyebabkan pena
bergerak dan mencatat pada pias yang digulung silinder
3. Jika air sudah
mencapai titik maksimum, air dalam tabung akan keluar
4. Jumlah curah hujan dapat dihitung /
ditentukan dengan menghitung jumlah garis-garis vertikal yang terdapat pada
pias
h. Anemometer
Alat ini mempunyai bagian-bagian,
diantaranya :
1. Mangkuk.
2. Petunjuk arah
mata angin.
3. Generator sinyal
atau alat penghitung pencatatan.
Prinsip kerja alat ini
adalah mengukur kecepatan dan
arah angin. Angin adalah
gerakan atau perpindahan masa udara pada arah horizontal yang disebabkan oleh
perbedaan tekanan udara dari satu tempat dengan tempat lainnya. Angin diartikan
pula sebagai gerakan relatif udara terhadap permukaan bumi, pada arah
horizontal atau hampir horinzontal. Masa udara ini mempunyai sifat yang
dibedakan antara lain oleh kelembaban (RH) dan suhunya, sehingga dikenal adanya
angin basah, angin kering dan sebagainya. Sifat-sifat ini dipengaruhi oleh tiga
hal utama, yaitu (1) daerah asalnya dan (2) daerah yang dilewatinya dan (3)
lama atau jarak pergerakannya. Dua komponen angin yang diukur ialah kecepatan
dan arahnya.
Lamanya
pengamatan maupun data hasil pencatatan biasanya disesuaikan dengan
kepentingannya. Untuk kepentingan agroklimatologi umumnya dicari rata-rata
kecepatan dan arah angin selama periode 24 jam (nilai harian). Berdasarkan
nilai ini kemudian dapat dihitung nilai mingguan, bulanan dan tahunannya. Bila
dipandang perlu dapat dilakukan pengamatan interval waktu lebih pendek agar
dapat diketahui rata-rata kecepatan angin periode pagi, siang, dan malam.
Prosedur kerja alat ini adalah :
1. Dipasang
pada lapangan terbuka diketinggian 10 meter di atas tanah atau ditempatkan
sedimikian rupa sehingga tidak mendapat pengaruh dari penghalang di sekitarnya
2. Angin yang berhembus akan memberikan tekanan pada
bagian cekung, maka mangkuk akan selalu berputar ke satu arah. Bila gerakan
angin makin cepat perputaran anemometer juga akan makin cepat pula.
3.2. Pembuatan Pupuk Kompos
Kegiatan pembuatan kompos berupa
pengumpulan bahan, pembersihan bahan, pengeringan bahan, pencacahan bahan,
pencampuran bahan/pemrosesan, pemantauan temperatur, pH dan kelembaban,
pembalikan, penyiraman, pematangan, pengayakan dan pengemasan.
Bahan yang telah di gunakan dalam
pembuatan kompos di kumpulkan. Semua bahan kemudian dicampurkan menjadi satu,
ditambah larutan EM4 sebagai dekomposer, larutan gula sebagai makanan
mikroorganisme untuk mempercepat pengomposan, dan abu dapur untuk menambah
unsur Ca, K dan Mg serta untuk menetralkan pH. Lalu diukur suhu awal dan pH
awal, suhu awal pengomposan yaitu 30 oC dan pH 6,5.
Kompos awal tersebut lalu diletakkan di tepat terlindung dari cahaya matahari
langsung dan hujan agar tidak menganggu proses pengomposan. Selama proses
pengomposan dilakukan pengamatan rutin dengan variabel yang diamati berupa
suhu, pH, kelembaban, bau dan warna.
Pada praktikum pembuatan kompos
ini,ternyata pemubuatan kompos mengalami kegagalan. Factor kegagalan dalam
pembuatan kompos ini di karenakan tidak adanya pengamatan yang rutin di dalam
pembuatan kompos ini dan terbatasnya alat dan bahan yang tersedia.
3.3. Pengamatan Iklim
Table 1. Hasil pengamatan iklim minggu ke- 1
Hari
|
Waktu pengamatan
|
SUHU 0C
|
KELEMBABAN 0C
|
CUR-AH HUJAN (mm)
|
EVAPO-RASI
(cm)
|
|||||||
Tanah
|
Ruan-gan
|
Bola
basah
|
Bola
keri-ng
|
RH
|
Tanah
|
Ruangan
(%)
|
||||||
Senin
|
Pagi
|
73
|
||||||||||
Siang
|
28
|
34
|
35
|
93
|
48
|
0
|
||||||
Sore
|
29
|
31
|
33
|
85
|
72
|
|||||||
Selasa
|
Pagi
|
25
|
21,5
|
22
|
95
|
72
|
26
|
26,3
|
||||
Siang
|
28
|
29
|
30
|
93
|
67
|
|||||||
Sore
|
27
|
31
|
32
|
93
|
60
|
|||||||
Rabu
|
Pagi
|
25
|
23
|
24
|
91
|
72
|
26
|
24
|
||||
Siang
|
26
|
33
|
36
|
81
|
67
|
|||||||
Sore
|
27
|
26
|
27
|
92
|
60
|
|||||||
kamis
|
Pagi
|
24
|
23
|
24
|
91
|
80
|
24
|
19,2
|
||||
Siang
|
29
|
30
|
33
|
80
|
66
|
|||||||
Sore
|
25,5
|
24
|
26
|
84
|
70
|
|||||||
Jumat
|
Pagi
|
24
|
23
|
24
|
91
|
89
|
0
|
|||||
Siang
|
29
|
30
|
33
|
80
|
66
|
|||||||
Sore
|
25,5
|
24
|
26
|
84
|
70
|
|||||||
Sabtu
|
Pagi
|
24
|
20
|
22
|
82
|
39
|
12
|
12,1
|
||||
Siang
|
27
|
25
|
27
|
84
|
35
|
|||||||
Sore
|
25
|
24
|
25
|
92
|
37
|
|||||||
Minggu
|
Pagi
|
25
|
24
|
22
|
82
|
87
|
18
|
12,2
|
||||
Siang
|
28
|
26
|
24
|
83
|
71
|
|||||||
Sore
|
28
|
27
|
25
|
84
|
68
|
|||||||
Table
2 . Pengamatan iklim minggu ke 2
Hari
|
Waktu pengamatan
|
SUHU 0C
|
KELEMBABAN 0C
|
CUR-AH HUJAN (mm)
|
EVAPO-RASI
(cm)
|
|||||
Tanah
|
Ruan-gan
|
Bola
basah
|
Bola
keri-ng
|
RH
|
Tanah
|
Ruangan
(%)
|
||||
Senin
|
Pagi
|
25
|
25
|
24
|
91
|
89
|
||||
Siang
|
29
|
27
|
30
|
80
|
78
|
|||||
Sore
|
26
|
25
|
26
|
92
|
67,5
|
|||||
Selasa
|
Pagi
|
26
|
25
|
26
|
92
|
59
|
25
|
24
|
||
Siang
|
28
|
31
|
33
|
85
|
53
|
|||||
Sore
|
27
|
27
|
27,5
|
97
|
55
|
|||||
Rabu
|
Pagi
|
23
|
21
|
23
|
83
|
70
|
26
|
27,1
|
||
Siang
|
25,5
|
22
|
22
|
100
|
73,5
|
|||||
Sore
|
25
|
26
|
27
|
92
|
67,5
|
|||||
kamis
|
Pagi
|
25
|
26,5
|
27,5
|
92
|
66,5
|
24
|
19,5
|
||
Siang
|
30
|
29
|
31
|
86
|
60
|
|||||
Sore
|
27
|
27
|
28
|
92
|
64,5
|
|||||
Jumat
|
Pagi
|
23
|
25
|
25
|
100
|
67
|
28
|
26
|
||
Siang
|
28
|
28
|
27
|
92
|
62
|
|||||
Sore
|
25
|
27,5
|
26,5
|
92
|
63
|
|||||
Sabtu
|
Pagi
|
26
|
23
|
22
|
91
|
70
|
25
|
23
|
||
Siang
|
29
|
27
|
26,5
|
96
|
65
|
|||||
Sore
|
28
|
25
|
24
|
91
|
67
|
|||||
Minggu
|
Pagi
|
22
|
24
|
25
|
92
|
80
|
20
|
18
|
||
Siang
|
26
|
30
|
29
|
92
|
69
|
|||||
Sore
|
25
|
27
|
26
|
92
|
75
|
3.4. Modifikasi Iklim
3.4.1. Pemakaian Mulsa
a. Pengertian Mulsa
Mulsa
adalah material penutup tanaman, khususnya pada tanaman budidaya, biasanya
sering kita jumpai di perkebunan. Bentuk mulsa menyerupai plastik berwarna
hitam atau berwarna silver mengkilap, ada pun tujuan atau manfaat mulsa.
Manfaat mulsa itu digunakan untuk menjaga kelembaban tanah, mengurangi
fluktuasi suhu tanah, menekan pertumbuhan gulma yang dapat mengganggu tanaman
budidaya, dan untuk mencegah buah agar tidak langsung menyentuh tanah karena apabila menyentuh
tanah buah akan busuk sehingga produksi menurun (Sumiati. 2005).
Mulsa adalah komponen penting dalam sistem pertanian
berkelanjutan. Pada awal sejarahnya, sistem mulsa banyak digunakan petani
anggur untuk mengurangi gulma yang tumbuh di antara baris jalur pertanaman
anggur. Cara ini kini banyak diterapkan di sistem pertanam yang lain. Mulsa
adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di
permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari
terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban, struktur, kesuburan tanah, serta
menghambat pertumbuhan gulma (rumput liar).
b.
Macam-macam mulsa
1. Mulsa sisa tanaman
Mulsa ini terdiri dari bahan
organik sisa tanaman (jerami padi, batang jagung), pangkasan dari tanaman
pagar, daun-daun dan ranting tanaman. Bahan tersebut disebarkan secara merata
di atas permukaan tanah setebal 2-5 cm sehingga permukaan tanah tertutup
sempurna.
Mulsa sisa tanaman dapat memperbaiki kesuburan, struktur, dan
cadangan air tanah. Mulsa juga menghalangi pertumbuhan gulma, dan menyangga
(buffer) suhu tanah agar tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin. Selain
itu, sisa tanaman dapatmenarik binatang tanah (seperti cacing), karena
kelembaban tanah yang tinggi dan tersedianya bahan organik sebagai makanan
cacing. Adanya cacing dan bahan organik akan membantu memperbaiki struktur
tanah.
Mulsa sisa tanaman akan melapuk dan membusuk. Karena itu perlu
menambahkan mulsa setiap tahun atau musim, tergantung kecepatan pembusukan.
Sisa tanaman dari rumput-rumputan, seperti jerami padi, lebih lama melapuk
dibandingkan bahan organik dari tanaman leguminose seperti benguk, Arachis, dan
sebagainya.
2. Mulsa Vertikal
Mulsa pada umumnya disebar secara merata di permukaan tanah.
Tetapi mulsa vertikal adalah mulsa sisa tanaman yang dibenamkan ke dalam tanah
secara vertikal untuk mengisi retak-retak dan rengkah pada penampang tanah.
Mulsa vertikal cocok untuk tanah yang sering mengalami rengkah di musim
kemarau, seperti tanah Vertisols (Grumusol) yang banyak dijumpai pada daerah
beriklim kering.
Tanah liat Grumusol pada umumnya sulit dan berat diolah. Pada
musim hujan tanah ini menjadi liat dan lengket, dan pada musim kemarau mejadi
keras dan retak-retak. Cara lain untuk pemberian mulsa vertikal adalah dengan
menggali parit menurut garis kontur dan membenamkan jerami atau sisa tanaman di
dalamnya.
Keunggulan mulsa vertikal adalah sebagai
berikut :
Meningkatkan kesuburan tanah karena menambah bahan organik
Meningkatkan peresapan air
Mengurangi erosi
Meningkatkan kehidupan jasad mikro dan makro di dalam tanah
c. Manfaat pemberian mulsa
yaitu:
1. Mengurangi
penyiraman, karena penguapan air dari tanah menjadi berkurang
2.
Menjaga suhu tanah lebih stabil. suhu di sekitar perakaran tetap sejuk hingga
akar bisa bekerja lebih optimal.
3. Pengendali gulma
4. Mengurangi erosi
air atau angin
5. Menambah keindahan
lahan pertanian
6. sebagai sumber hara
7. Melindungi permukaan
tanah dari pukulan langsung butir-butir air hujan serta mengurangi aliran
permukaan, erosi dan kehilangan tanah.
8. Menekan pertumbuhan
tanaman pengganggu (gulma) sehingga mengurangi (biaya tenaga kerja untuk
penyiangan.
9. Mulsa
yang berupa sisa-sisa tanaman menjadi sumber bahan organik tanah
10. Meningkatkan aktivitas jasad renik
(mikroorganisme tanah), sehingga memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah
11. Membantu menjaga suhu tanah serta
mengurangi penguapan sehingga
mempertahankan kelembaban tanah sehingga pemanfaatan kelembaban tanah
menjadi lebih efisien.
12. Tergolong teknik konservasi tanah
yang memerlukan jumlah tenaga kerja / biaya rendah.
d. Kelemahan
dari penggunaan mulsa adalah sebagai berikut :
1.
Bahan-bahan mulsa mungkin menjadi sarang berkembangbiaknya penyakit-penyakit
tanaman. Namun hal ini masih perlu diteliti bagi setiap bahan mulsa yang
digunakan.
2. Tidak dapat
digunakan dalam keadaan iklim yang terlampau basah.
3. Mulsa sukar
ditebarkan secara merata pada lahan-lahan yang sangat miring.
4. Bahan-bahan
untuk mulsa tidak selalu tersedia.
5. Beberapa
jenis rumput jika digunakan sebagai mulsa dapat tumbuh dan berakar sehingga
dapat menjadi tanaman pengganggu.
3.4.2. Pemakain rumah kaca (greenhouse)
Green House ( Rumah kaca) atau rumah hijau adalah sebuah bangunan yang terbuat dari kaca atau
plastik yang
sangat tebal dan menutup diseluruh pemukaan bangunan, baik atap maupun
dindingnya. Rumah kaca menjadi panas
karena radiasi elektromagnetik yang datang
dari matahari memanaskan
tumbuhan, tanah, dan barang lainnya di dalam bangunan ini.
Di dalam rumah kaca
dilengkapi juga dengan peralatan pengatur temperature dan kelembaban udara
serta distribusi air maupun pupuk. Bangunan ini tergolong bangunan yang sangat
langka dan mahal, karena tidak semua tempat yang kita jumpai dapat ditemukan
bangunan semacam ini. Green house
biasanya hanya dimiliki oleh Perguruan Tinggi atau lembaga pendidikan, Balai
Penelitian dan perusahaan yang bergerak dibidang bisnis perbenihan, bunga
dan fresh market hortikultura.
Secara umum green
house dapat didefinisikan sebagai bangun kontruksi dengan atap tembus cahaya
yang berfungsi memanipulasi kondisi lingkungan agar tanaman di dalamnya dapat
berkembang optimal.
Perpindahan Energi radiasi di dalam Rumah Kaca, awalnya sejumlah
energi
radiasi
yang memasuki rumah kaca sebagian dipantulkan oleh bermacam-macam
permukaan di dalam struktur bangunan dan dilakukan keluar menembus
penutup. Sisanya akan diserap oleh tanaman, tanah, benda yang ada dalam rumah kaca.Energi
akan dikeluarkan sebagai panas laten oleh transpirasi, hal tersebut memanasi
udara rumah kaca
oleh konduksi dan konveksi intrenal, atau hal itu diemisikan
sebagai gelombang pendek, mengalami perubahan ketika diserap dan dikonversi
menjadi bahang, dan suatu bagian dari yang ada saat
itu adalah radiasi gelombang panjang yang terperangkap di dalam struktur tanaman.
Kejadian terperangkapnya gelombang panjang di dalam
rumah kaca,
dan meningkat temperatur udara di dalam ruangan di kenal sebagai efek rumah
kaca.
3.5. Peranan iklim Mikro terhadap
penanaman budidaya bayam
a. Iklim
Keadaan
angin yang terlalu kencang dapat merusak tanaman bayam khususnya untuk bayam
yang sudah tinggi. Kencangnya angin dapat merobohkan tanaman. Tanaman bayam
cocok ditanaman didataran tinggi maka curah hujannya juga lebih dari 1500 mm /
tahun (Ariyanto, 2008).
Tanaman bayam memerlukan cahaya
matahari penuh. Kebutuhan akan sinar matahari untuk tanaman bayyam cukup besar.
Pada tempat ternaungi pertumbuhan bayam menjadi kurus. Suhu rata – rata 16-200C (Hadisoeganda,
1996).
Kelembaban udara yang cocok untuk
tanaman bayam antara 40% - 60%. Kebutuhan matahari 400 – 800 foot candless,
curah hujan 1000 – 2000 mm / tahun dengan kelembaban diatas 60% (Fazria, 2011).
lV.
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Agroklimatolgi
adalah ilmu yang mempelajari tentang hubungan antara unsur-unsur iklim dengan kehidupan
tanaman.
Alat-alat mengukur unsur-unsur cuaca dan iklim yaitu ;
temometer raksa, termograf, thermometer Tanah, thermometr bola basah dan
kering, ombrometer, Anemometer, Panci Evaporasi.
Modifikasi iklim
mikro adalah upaya untuk menciptakan lingkungan yang optimal atau paling tidak
lebih baik untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam kegiatan
pertanian. Pendekatan lain untuk memodifikasi iklim mikro yang dilakukan
manusia diantaranya adalah dengan merubah kelembaban udara, dan temperatur.
Untuk itu perlu dilakukannya pengukuran unsur iklim mikro agar dapat emngetahui
kondisi iklim mikro terbaik bagi tiap jenis tanaman.
4.2. Saran
·
Mohon waktu pratekum agroklimatologi,
asistenya lebih cepat datang sehingga waktu praktikum tidak terganggu.
0 komentar:
Posting Komentar